Andrean dan Jasmine sedang mengatur nafas mereka setelah bergelut dengan peluh. Andrean menatap Jasmine, dan mengusap peluh yang ada di wajahnya. Air mata Jasmine kembali luruh saat melihat wajah Andrean yang menatapnya, mengingat apa yang telah merek lakukan.
Ia sedih karena ia melakukan hal yang pertama kali dengan Andrean suaminya yang menganggapnya seorang Ibu, bukan seorang istri. Andrean benar-benar menuruti perintahnya tanpa bantahan.
"Ibu, apakah sakit sekali, jika itu menyakiti ibu. Aku tak mau membuat adik lagi jika begitu". Tanya Andrean khawatir melihat Jasmine yang menangis lagi.
"Tidak sayang, sakitnya hanya sebentar. Kita harus terus berusaha agar adiknya cepat ada di sini". Jasmine mengusap perut polosnya itu.
"Jadi adik akan tumbuh di sini bu?".
Andrean meletakkan tangan ke perut Jasmine.
"Iya sayang, jadi kita harus sering melakukannya".
"Benarkah, tapi aku menyakiti ibu tadi. Itu Ibu sampai berdarah".
"Tak apa sayang, darahnya hanya sekali ini saja, setelah ini tidak lagi".
Andrean menempelkan bibirnya di perut Jasmine, membuat Jasmine berdebar.
"Hai adik, cepatlah tumbuh aku akan senang menantik kehadiranmu. Maafkan aku jika aku berusaha membuatmu dengan menyakiti Ibu kita. Maafkan aku ya, aku janji tidak akan menyakitinya lagi kelak, dan akan menjaga Ibu dan tentunya kau adik kecilku".
Andrean mengusap-usap perut Jasmine, dan menciuminya, perkataan Andrean membuatnya terharu.
"Ibuu, kapan adik tumbuh Ibu?".
"Secepatnya Insyaa Allah. Bukankah kita baru saja membuatnya".
"Apakah itu sudah cukup?"
"Belum sayang, kita akan melakukannya lagi nanti"
"Kenapa nanti Bu, kenapa tidak sekarang. Bukankah lebih cepat adik tumbuh di perut Ibu, sungguh aku tak sabar menantikannya".
"Apakah Kakak tidak lelah?".
"Tidak, ayolah Bu maukan?".
Melihat wajah Andrean yang memohon membuatnya tak tega, ia pun menganggukkan kepalanya, tanpa di tuntun lagi Andrean melakukannya lagi dan lagi, sehingga membuatnya sangat lelah.
Begitu juga dengan Andrean, ia kini juga sudah terbaring lelap di sampingnya dengan memeluk Jasmine erat.
Jasmine tersenyum, melepas pelukan Andrean, mencium keningnya dan tertidur di pelukan Andrean.
#########
Mentari telah bersinar terang saat Jasmine terbangun dari tidurnya. Ia melihat Jam di nakas, ia terkejut ketika waktu sudah menunjukkan pukul sembilan.
"Huhh Andrean itu benar-benar, aku fikir pikiran bocah takkan membuatku tubuhku remuk begini. Nyatanya ia benar-benar, aduhhh kenapa sakit sekali. Apakah aku bisa berjalan jika seperti ini".
Jasmine meraih selimut untuk menutupi tubuh polosnya, ia duduk hendak ke kamar mandi. Tapi Andrean tiba-tiba datang dan membawakan sarapan untuknya.
"Ibu sudah bangun?". Tanya Andrean dengan wajah polosnya.
"Maafkan Andrean jika membuat Ibu kelelahan semalam". Ucap Andrean tertunduk, ia menyesal minta berulang kali pada orang yang dianggap ibunya itu.
"Tidak perlu menyesal, Ibu tidak apa-apa kok".
Jasmine tersenyum, melihat itu Andrean pun tersenyum.
"Kalau begitu, Ibu makan dulu ya. Biar Ibu cepat pulih, Drean tidak mau jika Ibu sakit".
"Kakak sudah makan?". Tanya Jasmine yang biasanya Andrean tidak mau makan jika tidak ditunggui olehnya.
"Sudah Bu, tadi makan bersama Paman Jamil dan Om Samir". Jasmine mengangguk dan meminum air di gelasnya.
"Ibu, tadi Paman dan Om bertanya kenapa Ibu belum juga bangun padahal biasanya sudah bangun begitu".
"Terus jawaban Kakak apa?". Jasmine khawatir jika jawabannya sesuai dugaannya.
"Ya Drean bilang saja, semalam Ibu dan aku membuat adik kecil". Jawab Drean dengan polosnya.
"Hukk hukk". Jasmine tersedak mendengar jawaban Andrean.
"Haduhhhh benar-benar polos suamiku ini. Kenapa pake jawaban itu sih, apa kata Paman dan Kak Samir jika bertemu denganku. Aduh malunyaaaa, mau ditaro di mana mukaku menggoda orang yang sifatnya anak kecil".
"Ibu, Ibu tidak apa-apa". Andrean mengambil tisu untuk mengelap air yang tumbah di dahi Jasmine.
"Maaf Bu". Ucapnya lagi. Aku mengambil tisu dari tangan Andrean, dan mengelap air-air yang membasahi tak hanya dahi tapi juga mengalir ke bawah.
Andrean termangu saat tanpa sadar, aku menurunkan sedikit selimut untuk mengelap bagian yang terkena air. Saat sudah selesai, aku menatapnya dan segera menarik selimut untuk menutupi hingga hanya leher saja yang terlihat.
"Kak Drean, Kak". Panggilku yang tak mengalihkan arah pandangnya sejak tadi.
"Hah, Ibu memanggilku?". Andrean kembali pada kesadarannya setelah tangannya ku goyangkan.
"Lalu apa saja yang ditanyakan Paman dan Om Samir padamu Kak?". Tanya Jasmine takut-takut. Jelas ia akan sangat bertambah malu jika Andrean menceritakan detil apa yang Andrean dan aku lakukan semalam.
"Hah, mengenai semalam Bu?".
"Iya". Jasmine memperhatikan dengan benar wajah Andrean. Andrean tertunduk, seolah apa yang dikatakannya adalah kesalahan.
"Tadi..., tadi...". Jawab Drean gugup.
"Jawab Kak, apa yang mereka tanyakan padamu?". Tanya Jasmine penasaran.
"Mereka tanya cara membuat adik". Jawab Andrean semakin tertunduk.
"Hah, lalu Kakak jawab apa?".
"Drean jawab seperti apa yang Ibu ajarkan caranya".
"Apaaaa, Kak Drean itu memalukan sekali". Teriak Jasmine membuat Andrean kaget.
"Ibu, apakah aku melakukan kesalahan yang begitu besar?, maafkan aku Bu, aku janji takkan mengulangi kesalahan itu lagi. Maafkan aku Bu, maafkan Drean". Ucap Drean dengan tangan dan wajah memohon.
"Besok lagi jika Paman dan Om Samir tanya tentang cara membuat adik, jangan di jawab ya oke". Jasmine bersuara dengan tegas, seolah peringatan bagi Andrean bahwa apa yang dilakukan Andrean adalah salah besar.
"Iya Ibu, maafkan Drean. Tapi kalau mereka bertanya berapa lama dan ronde apakah Drean tidak boleh menjawabnya juga?".
"Apaa, apakah mereka juga menanyakan tentang itu?".
Andrean menganguk-anggukkan kepalanya, membuat Jasmine tanpa sadar menepuk keningnya.
"Astaga Kak Drean, lalu kakak jawab gitu?".
Andrean mengangguk, "Iya bu, kata Drean tiga ronde dan selama satu jam perronde".
"Andreaaaaaannnnnn keluar".
Teriak Jasmine membuat Andrean terkejut.
"Tapi Bu...."
"Keluar Andreaann". Bentak Jasmine lagi, membuat Andrean lari keluar kamar.
Sedang Paman Jamil dan Samir datang karena mendengar teriakan Jasmine.
"Ada apa Drean, kenapa Jasmine teriak seperti itu?". Tanya Paman Jamil yang melihat Andrean duduk di dekat pintu kamar.
"Tidak tau Paman, kenapa Ibu jadi menyeramkan begini".
"Emang apa yang membuatnya marah padamu?". Tanya Samir penasaran.
Andrean terdiam dan menatap Samir dan Paman Jamil.
"Kenapa?". Tanya Samir lagi.
"Itu karena Drean yang salah Om".
"Salah apa?". Tanya Paman Jamil penasaran juga.
"Itu gara-gara Om dan Paman menanyakan tentang cara membuat adik". Jawab Andrean tertunduk.
"Lalu kau mengatakan apa yang seperti kamu katakan pada kami?". Tanya Samir yang sudah menahan ketawanya.
"Iya Om, Paman. Bahkan Ibu semakin marah saat aku bilang jika Paman dan Om bertanya berapa ronde dan berapa lama. Dan kujawab seperti jawaban yang kuberikan pada Paman dan Om".
"Hahahaa hahaha".
Samir dan Paman Jamil tak bisa menahan tawanya, sedangkan Andrean garuk-garuk kepala, bingung melihat Om Samir dan Paman Jamil malah menertawakannya.
#####
Alhamdulillah chapter 16 done
****Tolong tinggalkan jejak...
****like,vote, komen, poin, rate lima
Share and Follow Lesta Lestari******...
Mampir di karyaku tentang kisah Arindra yang mengharu biru hatimu 😄😍😍**
Dan Catatan Hati Seorang Istri yang akan diusahakan update ya guys 😍😍😍
Terima kasih readers.
❤❤❤❤❤❤❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Anasetiawan Olbag's
ngakak aku padahal LG sedih
2021-02-03
0
RA💜<big><_
next
2021-01-19
0
Sekapuk Berduri
semangat terus
2020-12-24
0