Kriiiiinngggg..... Kriiiiinngggg.....
"Halo," Lalita mengangkat telepon yang ada di samping tempat tidurnya. Kepalanya masih berat untuk bergerak, matanya masih berat untuk membuka, tubuhnya masih berat untuk bangun dari tempat tidur, tapi dia harus mengangkat telepon tersebut atau benda itu tidak akan pernah berhenti berbunyi.
"Hello, sleeping beauty, wake up. You need to accompany me to the meeting today." Ah, suara ini, suara yang masih Lalita ingat dengan jelas desahannya semalam.
"Hah? Jam berapa, Pak?" Lalita berusaha mengumpulkan kesadarannya.
"Jam 10. Buruan mandi, kita sarapan dulu di bawah sebentar lalu langsung berangkat."
Lalita mengambil ponselnya dan melihat kalau sekarang sudah jam 8 pagi. Sialan. Zidan pasti sudah siap saat ini, suaranya terdengar bersemangat. Apa dia tidak capek dan mengantuk setelah apa yang terjadi semalan?
Lalita lalu mandi dan bersiap-siap dengan terburu-buru. Sebenarnya badannya masih capek semua dan dia juga masih mengantuk. Tapi dia harus bisa profesional, ini masalah pekerjaan. Dua puluh menit kemudian mereka sudah sarapan bersama di restoran lantai 1. Keduanya sama-sama mengalami kecanggungan, tidak ada lagi aku dan kamu, sekarang sudah kembali menjadi saya dan Bapak. Tidak ada lagi pembicaraan tentang masa lalu, diri sendiri, atau masalah pribadi lainnya, sekarang hanya ada masalah pekerjaan.
Jam 10 pagi, mereka sudah memulai meeting dengan Bank SDB. Pertemuan pagi ini berjalan dengan cukup lancar, jauh lebih baik daripada pertemuan dengan tiga bank sebelumnya. Zidan jauh lebih bersemangat dalam mempresentasikan proposalnya. Sepertinya kejadian semalam membawa banyak pengaruh baik dalam dirinya. Dan kehadiran Lalita pagi ini juga sangat membantunya.
Setelah pertemuan itu selesai, Zidan mencari tempat makan untuk lunch, sebelum kemudian melanjutkan pertemuan dengan Bank BCHS jam 2 siang. Pertemuan dengan Bank BCHS pun berjalan tidak kalah baik dengan Bank SDB. Semuanya terasa begitu mudah dan lancar Zidan lakukan bersama dengan Lalita disisinya.
"Seharusnya sejak hari pertama saya mengajakmu. Kamu banyak membantu dan sepertinya membawa keberuntungan," kata Zidan saat mereka berdua di dalam taksi menuju ke hotel untuk pulang.
"Sudahlah, kita sama-sama tahu bukan itu penyebabnya. Apa Bapak yakin, presentasi Bapak sebelumnya sebagus yang tadi?"
"Tidak. Presentasi saya sebelumnya sangat buruk. Tapi jangan bilang siapa-siapa ya, nanti kredibilitas saya menurun."
"Bapak tenang saja, rahasia Bapak aman bersama saya."
Zidan dan Lalita sama-sama tertawa kemudian.
“What happened in Singapore stay in Singapore.” Lalita mengucapkannya dengan maksud tentang buruknya presentasi Zidan yang sebelumnya, yang sebenarnya dikarenakan dia sedang emosi atau lebih tepatnya sedang cemburu, dan juga tentang kejadian semalam yang terjadi diantara dirinya dan Zidan.
“Oke, setuju.” Zidan menangkap bahwa ucapan Lalita hanya terkait buruknya presentasi sebelumnya saja.
"La, semalam,...." ujar Zidan memecah keheningan. Dia menatap mata Lalita yang jelas-jelas menghindarinya.
“I said, what happened in Singapore stay in Singapore. Kamu sudah menyetujuinya. Jangan katakan apa-apa lagi." Lalita tidak ingin mendengarnya. Tidak, Lalita bahkan tidak ingin tahu apa yang akan Zidan katakan tentang semalam.
***
Zidan point of view.
Semalam setelah puas bercinta dengan Lalita, Zidan akhirnya mengatakan kepada perempuan itu kalau dia benar-benar mencintainya. Bahkan selama dia berada di atas Lalita dan berbagi kenikmatan dengannya, Zidan berulang kali mengucapkan kata-kata cinta kepada Lalita, tapi Lalita sama sekali tidak membalas ucapan Zidan.
Baiklah. Sepertinya dia tidak mempunyai perasaan yang sama denganku.
Setelah merasa cukup bisa mengatur napasnya dengan normal lagi, Zidan melepaskan pelukannya dari tubuh Lalita dan bangun lalu berpakaian.
"Good night, have a nice dream."
Tanpa menunggu jawaban Lalita, Zidan pergi meninggalkan kamar Lalita. Zidan harus menepati janjinya, berakting menjadi tunangannya hanya sampai malam ini berakhir. Dia takut jika tidak menepati janjinya, Lalita akan kembali marah dan membencinya. Zidan tidak mau itu terjadi, setelah semua usaha yang dia lakukan untuk membuat perempuan itu memaafkannya. Mulai besok, dia hanya akan bisa menjadi atasan Lalita selama jam kerja, dan hanya bisa menjadi temannya di luar jam kerja, sesuai kesepakatan yang sudah dia setujui dengan Lalita sebelumnya.
Tapi Zidan bertekad, dia akan mendapatkan hati Lalita dengan segera.
***
Lalita point of view.
Dia begitu menikmati bercinta dengan Zidan. Setelah lama tidak bercinta sejak bercerai dengan Adit, bercinta dengan Zidan seolah menyirami lagi rumput-rumput yang sudah lama kering diatas tanah yang gersang. Tidak hanya menyirami dengan air biasa tapi malah menghujaninya dengan deras, hingga kini tanah itu kembali subur dan rumputnya kembali hijau dan lebat.
Zidan menghujaninya dengan banyak kata-kata cinta. Tapi Lalita hanya menganggapnya angin lalu. Lalita berpikir dia pasti selalu mengucapkan kata-kata itu kepada setiap perempuan yang dia tiduri. Lalita tahu, dia bukan satu-satunya, dan dia cukup tahu diri untuk tidak banyak berharap. Zidan hanya berakting sebagai tunangannya malam ini saja. Lalita sendiri sudah menyetujuinya.
Tepat jam 12 malam, Zidan pergi meninggalkannya. Zidan mengucapkan selamat malam kepadanya, tapi Lalita bahkan tidak memedulikannya. Just another words for all the woman after the sex, Lalita pun merasa tidak perlu repot-repot untuk membalasnya.
Seperti Cinderella saja, pergi tepat jam 12 malam, jangan-jangan kalau aku keluar sekarang, salah satu sepatunya tertinggal di depan pintu kamarku?
Lalita tidak tahu, keputusannya untuk bersenang-senang dengan Zidan malam ini apakah sudah benar atau tidak. Lalita senang, bahagia dan puas saat bersama dengan Zidan. Tapi setelah laki-laki itu pergi meninggalkan kamarnya, semua kenikmatan yang baru saja dirasakannya langsung lenyap. Lalita menginginkan lebih, tapi dia tahu Zidan tidak mengharapkannya.
***
"Saya harus mengambil laptop saya di kamar Bapak," kata Lalita saat mereka sudah kembali ke hotel.
"Saya akan membawakannya untukmu nanti. Jangan masuk ke kamar saya," atau aku tidak akan bisa menahan diriku untuk tidak menyentuhmu lagi.
"Baiklah, kalau itu mau Bapak."
Aku tidak boleh masuk ke kamarnya? Apa karena di sana sudah ada perempuan lain? Pelacur murahan seperti yang dulu aku pernah lihat di apartemennya? Sepertinya aku sudah gila karena mau bercinta dengannya semalam.
Saat pintu lift terbuka di lantai 15, Lalita langsung berjalan keluar dari lift dengan perasaan marah. Dia sama sekali tidak menoleh ke arah Zidan dan berjalan dengan cepat ke arah kamarnya. Zidan yang memperhatikannya jadi bingung. Dia berpikir kali ini apalagi yang sudah membuatnya marah hingga Lalita bertingkah seperti barusan. Zidan benar-benar tidak bisa memahami jalan pikiran Lalita.
Sampai di dalam kamar Lalita langsung mandi, berendam di bathtub air hangat yang sudah ditetesi aromaterapi. Dia bersantai sambil memanjakan tubuhnya.
Ting tong ting tong ting tong ting tong.
Terdengar suara bel pintu kamarnya yang berbunyi seolah yang menekannya adalah orang barbar. Lalita mengambil handuk dan mengeringkan tubuh seadanya, lalu membungkus rambutnya yang masih basah dengan handuk dan membentuknya seperti tanduk unicorn di atas kepalanya.
Ting tong ting tong ting tong ting tong.
Duh, sangat tidak sabaran, awas saja kalau ternyata tidak penting, gerutu Lalita.
Lalita memakai bathrobe lalu keluar dari kamar mandi dan membukakan pintu kamarnya. Ternyata Zidan yang berada di sana.
"Ada apa?" Lalita masih marah kepada Zidan, ditambah sekarang dia sudah mengganggu acara berendamnya.
Zidan menelan ludah saat melihat penampilan Lalita yang tampak sangat menggiurkan dimatanya. Semua yang ingin dikatakannya mendadak meluap dan hilang entah kemana. Otaknya dipenuhi dengan penampakan Lalita yang cantik, segar dan wangi.
"Ehm," Lalita berdehem dan membuat Zidan kembali mengingat tujuannya datang ke kamar Lalita.
"Maaf, aku dari tadi tidak bisa menghubungimu, jadi aku cemas dan langsung kemari." Ini sudah diluar jam kerja kan? Aku sudah boleh menjadi temannya kan?
"Ada apa?"
"Bank SDB sudah menghubungiku, proposal kita diterima, mereka akan meminjamkan uang yang kita butuhkan," Zidan tersenyum lebar, tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya.
"Serius?"
"Iya serius. Makanya aku mencarimu dan ingin berbagi kebahagiaan ini."
"Yeiy..." Lalita berteriak senang dan tanpa sadar melemparkan dirinya ke tubuh Zidan.
Zidan menangkap tubuh Lalita dan membalas pelukannya. Namun pelukan itu hanya terjadi beberapa detik saja, karena kemudian keduanya langsung sama-sama menarik diri, seakan baru saja menyadari bahwa itu adalah hal yang tidak seharusnya mereka lakukan.
"Maaf," Lalita yang pertama menyadarinya, dia langsung mundur dan kembali menjaga jarak.
"Aku juga minta maaf," Zidan pun sedikit mundur.
"Aku akan memesan tiket pulang. Mau penerbangan terakhir malam ini atau penerbangan pertama besok pagi?" kata Lalita sambil menunduk.
"Terserah kamu saja."
"Kalau begitu malam ini saja." Biar kamu tidak ada kesempatan tidur dengan perempuan lain malam ini.
"Great," Zidan berbalik pergi meninggalkan kamar Lalita.
Lebih baik segera pergi dari hotel ini, agar aku tidak perlu terus-terusan menahan diriku, berada sedekat ini denganmu tapi tidak bisa menyentuhmu, ini membuatku frustasi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments