"Aku capek, tadi banyak rapat di kantor. Kamu saja yang mengurusnya," teriak Ibu yang masih mengenakan setelan baju kerjanya.
"Kamu pikir aku tidak capek? Sama, aku juga capek banyak pekerjaan hari ini. Tapi kamu kan ibunya. Sudah menjadi tugasmu untuk mengurus anak kita," Ayah yang juga masih mengenakan pakaian dinasnya balas berteriak kepada Ibu.
"Nah, kamu tahu kan kalau dia anak kita? Bukan cuma anakku saja. Jadi kamu juga harus bantu aku mengurusnya."
"Tidak mau! Aku capek. Kamu urus sendiri saja."
Kedua orang dewasa itu masih saja bertengkar dan saling berteriak satu sama lain, padahal seorang balita kecil lucu sedang menangis dengan keras di dalam kamar karena kelaparan. Setiap hari selalu seperti itu.
"Ayah dan Ibu sudah berpisah. Kamu akan tinggal dengen Nenek mulai sekarang,” ucap si Ayah, tanpa anak kecil itu sadari kalau itu adalah pertemuan terakhir dengannya.
Awalnya kedua wajah laki-laki dan perempuan itu terlihat sangat jelas. Tapi lama-lama mulai mengabur hingga akhirnya wajahnya sama sekali tidak tampak. Seorang laki-laki dan seorang perempuan tanpa wajah, tampak seperti hantu, terlihat sangat menakutkan.
Zidan seketika terbangun dari tidurnya, keringat bercucuran di dahi, leher, dan seluruh badannya. Zidan duduk di atas tempat tidurnya, mengatur nafasnya, menghapus keringat di wajahnya, lalu mengumpat pelan. Bangun tidur dengan cara seperti ini membuatnya sakit kepala.
Ah, kenapa mimpi itu masih saja menghantuiku.
Zidan melihat jam dinding, masih terlalu pagi, tapi dia sudah tidak bisa tidur lagi. Antara takut mimpi itu datang lagi atau karena jamnya sudah tanggung. Akhirnya Zidan bangkit dan menuju ke kamar mandi untuk mencuci muka dan menggosok gigi, lalu mengganti pakaian tidurnya yang sudah basah karena keringat dengan kaos tanpa lengan dan celana olahraga. Zidan meninggalkan komplek apartemennya yang masih gelap dan sepi lalu mulai berlari. Headset portabel yang menempel di kedua telinganya memperdengarkan suara musik yang menghentak-hendak dari penyanyi favoritnya, Queen, menemaninya berlari beberapa kilometer memutari taman yang berada tidak jauh dari komplek apartemennya.
Saat kembali ke apartemennya, matahari sudah bersinar dengan terang. Moodnya yang tadi jelek karena mimpi buruk, sudah sedikit membaik setelah berlari. Zidan membuat kopi dan setangkup roti isi untuk sarapannya. Setelah kenyang, Zidan menuju kamar mandi. Guyuran air hangat dari shower meredakan sedikit sakit kepalanya. Setelah berpakaian dengan rapi, dan mood yang sudah semakin membaik, Zidan berangkat ke kantor.
***
Zidan duduk di balik meja kerja sambil memperhatikan orang-orang yang berlalu-lalang di depan ruangannya yang berada di ujung ruangan lantai 4. Di sebelahnya adalah ruangan rapat yang bersebelahan dengan pintu kaca ganda. Untuk melewatinya membutuhkan entry pass dan hanya karyawan di ruangan ini serta beberapa orang dari divisi lainnya dengan kriteria tertentu yang mempunyai akses untuk keluar masuk ke ruangan divisi Finance and Accounting.
Meski ruangan berada di ujung, tapi setiap orang yang keluar masuk harus melewati ruangannya, dan Zidan selalu membiarkan pintu ruangannya terbuka, kecuali saat rapat tertutup, meski itu sangat jarang terjadi. Pada awal bekerja, Zidan kadang keluar dan melihat-lihat ruangan di sekitarnya. Dia mencoba memahami alur kerja, kondisi ruangan serta karyawan di kantor. Sebagai CFO, Zidan mendapatkan fasilitas makan siang di café kantor yang berada di lantai 2, hanya level manajer ke atas yang mendapatkan fasilitas tersebut. Tapi kadang Zidan merasa bosan, karena di café tersebut hanya menyajikan menu makanan sehat, tanpa gula dan penyedap makanan serta sedikit garam saja sehingga makanannya sering kali terasa hambar. Belum lagi saat makan siang, pembicaraannya selalu saja terkait pekerjaan, sehingga Zidan merasa tidak nyaman berada di sana karena tidak bisa menikmati makan siangnya dengan tenang. Saat bosan melanda, Zidan makan siang di kantin karyawan yang berada di lantai 3, di sana menunya lebih bervariasi dan lebih lezat, ada televisinya juga, dan lebih ramai karena karyawan-karyawati yang bersenda gurau dengan bebas. Meski Zidan duduk sendirian, karena tidak ada seorangpun yang berani duduk semeja dengannya, tapi dia tetap merasa lebih nyaman makan di kantin karyawan daripada di café. Kadang Mario menemaninya makan di sana kalau dia sedang ada di kantor saat jam makan siang, pekerjaannya sebagai manajer pajak sering kali mengharuskannya keluar dari kantor untuk pergi ke kantor pelayanan pajak setempat maupun tempat lainnya untuk bertemu dengan konsultan pajak. Alasan lain kenapa Zidan suka makan di kantin karyawan adalah karena dia seringkali mendengarkan cerita dari sudut pandang karyawan, sehingga membuatnya mempunyai pandangan yang berbeda terhadap situasi yang ada.
Saat ini sudah enam bulan Zidan menjabat CFO, dia sudah mulai hafal dan mengenal nama-nama karyawan yang berada di lantai 4. Bukan hanya nama bawahannya yang bekerja langsung dengannya, tapi juga karyawan dengan level lebih rendah yang tidak pernah bekerja secara langsung dengannya, tapi mereka semua tetap dianggapnya sebagai tim.
Meski Zidan adalah seorang CFO, tapi dia sering kali datang paling pagi dan pulang paling malam. Karena itulah dia bisa dengan cepat belajar dan mengetahui tentang pekerjaannya serta keseharian di ruangan lantai 4 ini. Zidan tahu karyawan mana yang selalu datang pagi atau karyawan mana yang sering datang terlambat, dan karyawan mana yang selalu pulang tepat waktu atau sering kerja lembur. Bahkan terkadang dia tahu gosip apa yang sedang beredar, karena para penggosip di lantai 4 tanpa sadar bicara terlalu keras hingga bisa terdengar olehnya. Zidan tahu banyak hal yang terjadi di lantai 4.
Sejak awal masuk di PT. CJR, Zidan mendapatkan banyak hal yang sebelumnya dia inginkan. Gaji dan tunjangan yang sudah jelas tinggi, fasilitas apartemen mewah, mobil mewah Vellfire hitam mengkilap dan sopir yang selalu siap mengantarkannya ke mana saja. Pun masih banyak fasilitas pribadi lainnya.
Sejak kecil, Zidan memang dititipkan di rumah nenek dari ayahnya, karena perceraian orang tua. Lalu sejak SMA pindah ke Bandung tinggal bersama Tante Puji (adik ayahnya). Zidan pun merasa dibuang tanpa tahu apa penyebabnya, sejak bercerai kedua orang tuanya tidak ada yang berusaha menemuinya sama sekali.
Dari kehidupannya yang berat, Zidan belajar satu hal, bahwa dia harus menjadi orang yang hebat agar bisa mendapatkan perhatian dari banyak orang. Kepercayaan diri Zidan mulai muncul sejak tinggal bersama Tante Puji. Zidan mulai menyukai perhatian-perhatian yang diberikan teman-temannya, terutama teman-teman perempuan yang tidak bisa mengalihkan pandangan saat melihat wajah tampan dan tubuh atletisnya.
Zidan mulai sombong. Dia tidak lagi mengharapkan perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya, bahkan dia sudah melupakan mereka berdua. Zidan tidak ingat lagi wajah kedua orang tuanya, itulah kenapa saat mimpi buruk itu datang selalu tanpa wajah. Tapi meskipun Zidan senang dengan semua perhatian yang diterimanya, dia sama sekali tidak pernah ingin untuk membalasnya. Zidan mengabaikannya, sama seperti orang tuanya yang mengabaikan dia ketika kecil dulu.
Sosoknya tumbuh menjadi pribadi yang dingin, tetapi haus akan perhatian. Namun itu tidak masalah, karena di manapun berada dia selalu mendapatkan perhatian dari para perempuan yang menggilai penampilan fisiknya, perhatian dari para pengusaha yang ingin merekrutnya atau bahkan yang ingin menjatuhkannya, perhatian dari laki-laki lain yang merasa tersaingi olehnya, juga perhatian dari bawahannya yang merasa terintimidasi. Tetap saja, tidak satu pun dari perhatian itu ada yang dibalas oleh Zidan. Dia lebih memprioritaskan egonya yang ingin membahagiakan diri sendiri, serta tidak peduli pada hal lain yang tidak penting di sekitarnya.
Untuk itu, Zidan hanya bisa menertawakan dalam hati betapa lugunya para wanita yang berteriak mengaguminya dan mengatakan kalau mereka semua masih single. Padahal dia sudah lebih dari siap untuk mengabaikan semuanya. Namun ada satu orang yang dengan terang-terangan mengabaikannya. Dia pergi meninggalkan lokasi saat acara tasyakuran penyambutannya di PT. CJR di saat semua orang bergerombol ikut makan bersamanya dan justru berebut tempat ingin berada di dekatnya. Dia menguap dan mengabaikannya saat acara perkenalan dengan rekan-rekan setimnya. Dia mengacuhkannya bahkan tidak menyapa atau memberi hormat kepadanya saat semua karyawan lain melakukan itu.
Dia, perempuan itu, Lalita yang mengabaikannya, mengacuhkannya, sama sekali tidak memperhatikannya, sangat melukai harga dirinya. Zidan tidak menyukai dia. Bukan karena dia tidak cantik, Lalita cantik meski menurutnya biasa saja, badannya juga kurus. Secara fisik tidak ada yang istimewa darinya. Satu-satunya hal yang istimewa dari Lalita hanya karena dia menjadi satu-satunya perempuan yang tampak tidak tertarik dengan Zidan. Dia mulai berpikir untuk membuat perempuan itu tertarik padanya. Ya, bagaimanapun caranya Zidan akan membuat perempuan itu melihatnya atau bahkan kalau perlu membuat perempuan itu bertekuk lutut kepadanya. Dia tidak akan membiarkan kejadian yang sama terulang kembali. Dia tidak akan membiarkan ada orang yang mengabaikannya lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments