Tak terasa seminggu sudah berlalu setelah Naz menemukan sapu tangan di bawah bangku tepi danau, Naz selalu datang ke sana setiap pulang sekolah penuh harap bisa bertemu dengan orang yang bernama Anas itu. Namun hasilnya nihil, dan Naz sudah menyerah tak ingin terlalu berharap karena ujungnya berakhir pahit, dan kini Naz hanya bisa pasrah dan ikhlas saja.
Hari senin ini sekolah Naz kembali libur karena kelas 3 melaksanakan ujian akhir sekolah selama tiga hari, dan seperti biasa hari liburnya dipergunakan untuk mengajar di teras belajar. Naz bersama ketiga sahabatnya pun setelah tiba langsung melaksanakan proses mengajarnya dan seperti biasa berakhir hingga adzan dzuhur. Setelah kelas dibubarkan Naz membereskan beberapa buku di rak sambil menunggu jemputan Pak Udin, sedangkan ketiga sahabatnya berangkat ke masjid untuk melaksanakan shalat, dan mereka pun pamit akan pulang duluan.
Tiba- tiba Naz melihat ada beberapa orang bersama Pak RT datang bersamaan, satu orang seperti membawa sebuah benda seperti alat ukur ditangannya dan tiga orang lainnya membawa beberapa besi yang salah satu bagiannya runcing serta membawa tali.
“Nak Naz, sudah selesai mengajarnya?” Tanya Pak RT menghampiri Naz ke teras belajar.
“Iya Pak, sudah selesai” jawab Naz dengan ramah.
“Emm,,kebetulan Nak Naz belum pulang,,, begini Bapak ada yang mau dibicarakan dengan nak Naz, apakah ada waktu luang?” Tanya Pak RT.
“Oh iya Pak, mari masuk kita ngobrol di dalam, diluar panas sekali” Naz mempersilahkan Pak RT duduk di teras belajar.
“Begini Nak Naz, bapak mau memberitahukan bahwa tanah lapangan ini sudah dibeli oleh seseorang dan akan dibuat bangunan disini katanya” Pak RT memulai pembicaraannya.
“Loh, bukannya dulu bapak bilang tanah ini tanah umum yang sudah dihibahkan oleh seseorang untuk kepentingan umum, , kenapa dijual Pak?" Tanya Naz.
“Iya nak, saya sudah jelaskan begitu, namun orang ini bersih keras membeli tanah ini, bahkan menemui orang yang sudah menghibahkan tanah ini secara langsung” Pak RT memberikan penjelasan.
“Apa,,,? jadi maksud Bapak? Lalu bagaimana dengan teras belajar ini, kan didirikan di tanah bagian dari lapangan juga Pak" Naz mulai panik.
“Bapak benar-benar benar minta maaf Nak, tanah yg ini pun sudah termasuk?” Ucap Pak RT menyesalkan.
“Apa,,,?? Lalu bagaimana dengan anak- anak pak? Mereka nanti belajar dimana?" Naz menghawatirkan nasib anak-anak anak didiknya.
“Sekali lagi Bapak benar- benar minta maaf Nak, bapa sudah mejelaskan pada orang itu mengenai teras belajar yang sangat bermanfaat bagi anak- anak yang kurang mampu disini, tapi orang itu kekeh ingin membeli tanah ini, bapak tidak bisa berbuat banyak, maaf nak”.
“Bapak tahu siapa pembeli tanah ini?” Tanya Naz penasaran.
“Iya, bapa tahu karena pernah bertemu dengannya sekali ,tapi bapa lupa namanya Nak” Jawab Pak RT.
“Apa bapak tahu berapa orang itu membeli tanah ini?”
“Kalau masalah itu Bapak kurang tahu Nak”
“Bagaimana ini Pak? Terus orang- orang itu mau apa Pak? Apa mau menghancurkan teras belajar?" Naz menunjuk orang-orang yang tadi datang bersama Pak RT.
“Enggak Nak, mereka akan mengukur tanah ini dan disesuaikan dengan akta tanah ini Nak” Pak RT menjelaskan.
“Ya Alloh,, bagaimana ini Pak? Pasti tempat ini akan dihancurkan” Naz merasa sanga sedih karena mengingat perjuangan untuk mendirikan dan menjalankan teras belajar ini, mengingat anak-anak yang takutnya akan kembali mengemis atau ngamen di jalanan lagi, pikirannya sudah kemana- mana tidak tahu harus berbuat apa, merasa tidak berdaya, sedangkan para sahabatnya sudah pulang. Tiba-tiba Naz teringat seseorang yang terlintas begitu saja di pikirannya, “Pak saya permisi dulu” ucap Naz pamit.
“Iya, nak…” Jawab Pak RT.
Naz bergegas pergi ke samping teras belajar lalu berlari menyusuri gang sambil menempelkan ponsel ke telinganya menelpon seseorang, namun tidak ada jawaban, kembali lagi menghubunginya namun tetap sama tidak ada jawaban hingga sampai lah Naz di tempat proyek. Dengan air mata yang tidak terasa terus bercucuran dia terus berlari mengarahkan pandangan ke sana ke mari untuk mencari keberadaan seseorang. “Kak Arfin,,, Kak Arfin…” teriaknya. Tapi orang yang dicari tak terlihat batang hidungnya pun. Akhirnya Naz bertanya kepada salah seorang pekerja di sana.
“Maaf Pak, apa Bapak melihat orang yang bernama Kak Arfin?”
“ PaK Al Arifin maksudnya mba?” yang ditanya malah balik nanya, hadeuh situasi lagi panik gini.
“Kak Arfin Pak, dulu dia bersama Pak Hasan kalau tidak salah” jawab Naz mengingat-ingat ingat.
“Oh iya, kalau mencari Pak Hasan, coba mba ke ruangan itu” , Orang itu menunjuk sebuah bangunan yang sudah jadi, sepertinya tempat istirahat pegawai atau bos
“Terimakasih Pak” Naz langsung berlari menuju sebuah bangunan itu.
“Assalamu'alaikum,,,Permisi, Pak Hasan nya ada” Ucap Naz.
“Wa'alaikumsalam ,,,iya, ada apa? saya Hasan” Jawab seseorang dari yang keluar dari ruangan itu.
“Saya Rheanazwa Pak, kita pernah bertemu sebelumnya saat Bapak bersama Kak Arfin tempo hari” Naz memperkenalkan diri sambil mengusap air matanya.
“Oh iya iya saya ingat, yang bersama ketiga anak kecil itu ya,,,ada yang bisa saya bantu?” Tanyanya.
“Boleh saya tahu Kak Arfin ada dimana ya, dari tadi saya mencarinya tapi tidak menemukannya, saya coba hubungi tidak diangkat” Naz berbicara dengan suara agak purau karena habis menangis.
“Oh, maaf dek, Pak Al Arifin gak ke proyek hari ini, karena sedang ada meeting di kantor, apakah ada hal penting yang perlu saya sampaikan?"
“Enggak kok Pak, terimakasih kalo begitu saya permisi,,, assalamualaikum” Naz langsung pamit.
“Wa’alaikumsalam” jawab Pak Hasan yang merasa terheran-heran.
Setelah Naz berpamitan pada Pak Hasan, lalu bergegas kembali ke teras belajar berjalan dengan gontai sesekali menghapus air matanya yg kembali membasahi pipinya. Sepanjang jalan Naz seperti orang kebingungan memikirkan nasib anak- anak dan teras belajar yang susah payah ia dan sahabatnya bangun. Awalnya Naz mengalami kesulitan karena para orang tua anak jalanan menolak anaknya mengikuti grup belajar yang akan diadakan Naz dan ketiga sahabatnya, namun lambat laun mereka pun luluh dan sangat berterimakasih dengan kerja keras Naz dan ketiga sahabatnya, tapi semuanya akan hancur begitu saja.
“Aku minta bantuan siapa lagi, apa sama Ayah dan Bunda saja?” gumamnya saat sampai lalu duduk di dalam teras belajar, menatapi sekeliling yang entah sampai kapan bisa di tempat ini lagi. Naz melihat ke arah luar dimana orang- oang tadi sedang melakukan pengukuran tanah dan batas- batasnya, Naz tak kuasa melihat itu semua dan seakan tak berguna mampu, tak berdaya, tak bisa berbuat apa- apa untuk menyelamatkan teras belajar ini, dan ia pun hanya bisa duduk sambil menunduk memeluk kedua kakinya menangis sendirian di sana yang entah sudah berapa lama.
Terdengar suara langkah kaki dan menghampiri Naz.
“Naz….” Ucapnya dengan nafas terengah- engah, dan Naz pun mengangkat kepalanya.
“Kak Arfin,,hiks hiks,,,” Naz semakin menangis saat melihat Arfin tengah duduk di hadapannya. Untung gak keceplosan meluk lagi.
“Kamu kenapa Naz, apa ada yang jahatin kamu hemm?” Arfin mulai bertanya dengan panik.
Naz menggelengkan kepalanya “Mana ada,,, kalo ada yang jahatin aku tinggal aku hajar aja” Naz menjawab disela tangisannya. Sempet- sempetnya agul si neng ih.
“Terus kamu kenapa nangis kaya gini, bikin orang khawatir aja”, Arfin bertanya kembali.
“Orang mana,,,emang orang- orang itu masih ada” Ucap Naz melihat lihat ke lapangan yang ternyata sudah tidak ada orang.
“Kamu pikir aku apa? Jin Iprit??” Arfin merasa kesal gak dianggap orang.
“Huaaaaa……Huaaaaaa” Naz malah menangis makin kencang.
“Naz, apa kamu sakit, yang mana yang sakit? Ko malah jadi kenceng gini nangisnya ,,,aduh….” Arfin mendekat pada Naz karena panik, tapi Naz malah menggelengkan kepalanya dan terus menangis.”Yasudah kamu lanjutin aja dulu nangisnya, nanti kalo udah lega atau capek berhenti ya gadis cengeng"Ucapan Arfin sontak menghentikan tangisan Naz.
“Kak, kalo beli tanah itu mahal gak?” Naz bertanya lagi sambil sesenggukan.
“Apa,,,?” maksud kamu apa tanya harga tanah?” Arfin merasa heran dengan pertanyaan Naz.
“Jawab dulu mahal apa enggak?”
“Ya tergantung luas dan letaknya juga harga pasarannya” Jawab Arfin.
“Maksudnya luasnya, berarti di ukur kaya tadi? harganya per meter gitu kayak beli kain” Tanya Naz polos.
“Ya ada yang per meter ada yang per bata, tapi kalau di kota harganya per meter kalo di kampung masih ada yang per bata” Arfin sedikit menjelaskan.
“Kalo disini harga per meternya berapa?” Tanya Naz lagi.
“Mana aku tahu Naz, aku bukan makelar tanah, kalo yang di tanah kusir tahu 1x 2 meter harganya 3 juta tahu beres” Jawab Arfin ngasal.
“Itu tahu, katanya gak tahu, tahu beres gimana maksudnya” Pertanyaan seputar tahu.
“Yah kita gak perlu gali- gali lagi, tinggal isi, terus nanti bayar perawatan perbulannya” Jawab Arfin.
“Hah, emang kalo beli tanah musti bayar perawatan juga?" Naz masih bingung.
“Ya iyalah orang itu tanah buat kuburan,,hahaha” Arfin tertawa dengan renyahnya.
“Gak lucu,,,” Naz langsung cemberut.
“Kamu yang gak lucu, aku dari kantor buru- buru datang kesini setelah terima telepon dari orang proyek katanya ada anak gadis nyari- nyari aku ke sana sambil nangis kaya orang mau minta pertanggung jawaban, bikin malu tau” Arfin nyerocos.
“Abis nya aku gak tahu musti minta tolong siapa, aku reflex ajja inget sama kak Arfin yang lagi kerja di proyek sana, aku langsung aja samperin ke sana, mana ditelpon gak diangkat lagi, kakak kemana aja sih” Kok Naz yang jadi marah aneh.
Arfin tercengang mendengar perkataan Naz “Oh,, jadi ceritanya ada yang kangen nih sampe nangis- nangis gitu?” Arfin malah menggoda Naz.
“Ih, apaan sih, ge-er banget” Naz reflek memukul dada Arfin sampai terdorong jatuh.
“Aww,,aduhh sakit” Arfin meringis kesakitan memegang dadanya.
“Kak,,Kak Arfin… kaka gak apa- apa?” tanya Naz cemas.
“Kamu kenceng banget sih mukulnya,dadaku sesak aa” Arfin pingsan.
Naz langsung menghampiri Arfin yang tergeletak pingsan,“Kak,, Kak Arfin bangun,,,bangun,,,,kak bangun ihh,,, maafin aku,,,aku gak sengaja?,, hiks hiks hiks…" Naz menggoyang- goyangkan tubuh Arfin.
“Baa,,, hahaha,,, “ Arfin membuka matanya dan mengagetkan Naz.
“Ihhh,,, nyebelin banget jadi orang” Naz langsung menjauh dari Arfin sambil cemberut.
“Kena kamu ya,,, hahhaha” Arfin tertawa dengan renyahnya dan langsung kembali ke posisi duduk.
“Au ahh,,,,” Naz, semakin cemberut.
“Jangan cemberut gitu donk, nanti cantiknya di digiwing kucing loh" Rayunya.
Kriuk kriuk
Terdengar suara cacing dari perut Naz yang tengah berdemo.
“Hahaha,,, ternyata ada yang lapar” Arfin tak kuat menahan tawanya, ”Ada yang pernah bilang sih kalau abis nangis tenaganya terkuras abis jadi bikin lapar”. Arfin masih ingat dengan perkataan Naz waktu makan di mall.
“Yasudah, kita cari makan yuk, aku juga belum sempet makan siang tadi” Arfin bangkit dari duduknya dan mengajak Naz serta.
“Tapi kan aku belum cerita” Masih mode cemberut.
“Iya ceritanya nanti sambil makan”
Arfin dan Naz kemudian keluar dari teras belajar berjalan menuju tempat arfin memarkirkan mobilnya.
“Kak parkirnya dimana sih, kok gak kelihatan mobil kaka?” Naz melihat ke sekitar hanya terlihat satu mobil.
“Kamu hafal banget ternyata mobilku ya, padahal kan baru naik sekali loh” Arfin kembali menggoda.
“Ya, tau ajja lah” Naz mengingat kalo dia pernah beberapa kali melihat terparkir di halaman masjid di sana.
Nit nit
Arfin menekan tombol pembuka kunci pintu mobil Honda HRV nya.”Ayo masuk” ajaknya.
“Ko yang ini? Udah ganti lagi ya mobilnya?” Tanya Naz.
“Kenapa.. gak mau naik mobil jelek ya?” Arfin malah balik nanya.
“Enggak ko, kata siapa jelek, malah biasanya aku naik mobil angkot” Naz menjawab dengan santainya.
Arfin tersenyum mendengar perkataan Naz, dan mereka pun masuk ke dalam mobil, laku Arfin segera menyalakan mesin mobilnya tak lupa memakai seat belt dan menyuruh Naz memakainya juga.
“Mau makan dimana Naz?” Arfin menanyakan tempat tujuan.
“Emmm,, gimana kalo ke Kafe langganan ku saja, selain makannya enak pas di saku OSIS juga enak buat nongkrong” Ucapnya sambil mengelap wajahnya dengan tisu basah.
“Oke, dimana tempatnya?”
“The Raos Café,,, oh iya kak, numpang nge-charger dong, ponselku mati ternyata”
“Hmm,,, pantesan tadi aku telpon gak aktif terus, nih pakai power bank ajja” Arfin menyodorkan power bank dari dalam tasnya.
Arfin pun melajukan mobilnya menuju kafe tanpa bertanya alamatnya pada Naz karena sudah pernah ke sana pula. Setelah menempuh setengah jam perjalanan akhirnya mereka sampai di tempat tujuan, setelah memarkirkan mobil keduanya keluar dan berjalan memasuki kafe dan tentunya Naz mengajaknya duduk di tempat favorite nya bersama sahabatnya yang kebetulan belum ada yang menempati, lalu mereka pun langsung memesan makanan.
“Naz, kamu kabari bunda dulu nih pakai ponselku, aku mau ke toilet dulu” Arfin menyodorkan ponselnya.
“Oke, makasih kak” Naz pun menekan nomor bunda nya yang sudah hafal diluar kepala dan ternyata di sana udah ada namanya Bunda Anitahara. Tak lama sang bunda mengangkat teleponnya.
“Hallo, Assalamu’alaikum,,, ada apa Ar?”
“Wa'alaikumsalam,,,Bunda ini Naz?” Jawab Naz.
“Naz,, kok kamu pakai nomor Arfin?” Tanya Bunda.
“Iya Bunda, Naz lagi sama kak Arfin, tadi Pak Udin bilang gak bisa jemput karena anaknya sakit, kebetulan teras belajar dekat dengan tempat proyeknya kak Arfin, jadi dia mau nganterin Naz pulang, tapi kita mampir makan dulu ya Bunda” Naz menjelaskan panjang lebar.
“Oh, ya sudah kalau begitu mah, hati- hati ya, bilangin sama Arfin jangan macem- macem sana anak kesayangan Bunda, assalamualaikum”
“oke bunda ratu ku,, waalaikumsalam”, Seusai menjawab salam sang bunda Naz menutup sambungan teleponnya, tanpa sengaja Naz menekan file video yang ada di layar ponsel Arfin. “Ops,,, kepencet,,,hahhh,,kok?” diantara file video Naz melihat ada video seperti barisan anak sekolah dan terlihat ada empat orang di depan barisan itu, dua orang perempuan dan satu orang laki- laki berseragam senada, dan seorang laki-laki memakai pakaian guru, karena penasaran Naz memutar video itu. Betapa terkejutnya Naz, ternyata itu adalah video Sherly meminta maaf padanya saat upacara seminggu yang lalu. Naz langsung membungkam mulutnya yang ternganga.
“Kamu kenapa Naz?” tanya Arfin yang baru kembali merasa heran melihat raut muka Naz yang seperti sedang terkejut.
“Kak, kenapa kaka punya video ini?” Naz menyodorkan layar ponsel Arfin yang masih memutar video itu.
“I it itu,,,” Arfin bicara terbata- bata dan bingung harus menjawab apa.
“Jelasin Kak, kenapa kaka punya video ini? Dan untuk apa kaka merekam kejadian ini?” Tanya Naz minta penjelasan.
Arfin menghela nafas panjang, dan duduk saling berhadapan dengan Naz “Video itu aku yang meminta Pak Haris untuk merekamnya dan mengirimkannya padaku sebagai bukti”
“Bukti..?? Bukti apa maksudnya?” Naz merasa bingung.
“Bukti kalau Sherly sudah meminta maaf secara terbuka sama kamu Naz” Ucap Arfin lalu menundukkan kepalanya.
“Maksud Kak Arfin gimana sih, aku gak ngerti” Naz semakin tidak mengerti dengan penjelasan Arfin.
“Begini Naz, aku minta tolong pada Pak Haris supaya mencari anak yang waktu itu bermasalah dengan kamu, yang menghina kamu dan memintanya untuk meminta maaf sama kamu, dan ternyata dia adalah keponakan Pak Haris sendiri” Arfin memandang ke arah Naz.
Naz menutup mulutnya lagi karena terkejut mendengar pengakuan Arfin “Lalu, apa Kaka juga yang memintanya untuk mengakui kalau perkataannya itu adalah kebohongan dan karangan Sherly saja?”.
“Iya” Jawab Arfin dengan singkat sambil menundukkan kembali kepalanya.
“Kenapa kaka ngelakuin itu” Lirihnya.
“Karena aku,,, aku,,, padamu Naz, eh maksudku aku peduli sama kamu Naz, aku gak mau kamu mengalami hal yang sama saat di sekolahmu dulu seperti yang diceritakan oleh Ruby pada bunda tempo hari” Arfin menjelaskan alasannya.
Naz menatap pria yang sedang menunduk dihadapannya itu yang hanya terhalang oleh meja “Kak Arfin…” lirihnya sambil memegang telungkup kedua tangan Arfin “Terimakasih…terimakasih banyak Kak”.
Arfin langsung mengangkat kepalanya dan memandang terpaku ke arah Naz yang tersenyum haru meneteskan buliran bening dari mata indahnya, dan mereka pun saling bertatapan begitu dalam.
“Permisi, ini pesanan nya sudah siap” Seorang pelayan membawakan makanan dan sontak mengagetkan kedua sejoli yang sedang khusyu bertatapan itu. Beuh teteh pelayan mengganggu keromantisan yang baru mau dimulai aja ihh, sebel.
----------------- TBC ------------------
***********************************
Mohon maaf baru Up lagi,, baru pulang dari RS kemarin,,, Terimakasih banyak doa2 nya dan terimakasih juga bersedia sabar menanti kisah Naz dan Arfin. 😍😘
Happy Reading..... 😍😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 206 Episodes
Comments
Zahra
plyn nya mnggu aj 🤣🤣
2021-01-04
1
Daffodil Koltim
ganggu mbak e,,,, 😀😀😀
2020-12-03
0
RaniRiki
semangatttt thorrr 😘😘😘
aku padamu kak😘😘😭
2020-10-20
0