Hari menjelang sore, dua orang sahabat masih bergelut mengerjakan tugas sekolahnya di dalam kamar. Naz mengerjakan tugasnya dengan cepat dan mudah, lain halnya dengan sang sahabat, Ruby yang lebih banyak main ponsel dan makan cemilan yang ada di toples yang sudah disediakan Mbk Iyem.
“Akhirnya selesai juga," ucap Naz menutup buku dan membereskannya lalu bangun dari duduknya “Gue ke bawah dulu ya By...."
“Hmmm….” Ruby hanya menjawab singkat terlihat sedang membalas pesan di ponselnya sambil cengar- cengir gak jelas seperti membayangkan sesuatu.
Naz keluar dari kamarnya sambil bergidik melihat kelakuan sahabatnya, lalu menuruni tangga satu- persatu hingga sampai di lantai bawah.
Samar-samar terdengar Dandy dan Hardi sedang membicarakan sesuatu di ruang tamu. Naz mencoba mengintip diam- diam dari balik lemari kaca melihat sekeliling ruang tamu seperti sedang mencari keberadaan seseorang.
“Lagi ngapain cantik?” ucap seseorang dari arah belakang Naz, dengan tiba- tiba menyentuh pundaknya yang langsung reflek ditariknya tangan orang itu. Naz membalikan badan dan mengunci tangan orang tersebut ke belakang pinggang orang itu.
“Aduh du duh, ampun ampun, sakit tangan ku Naz,” orang itu pun meringis kesakitan.
“Bang Evan?” Naz terkejut dan melepaskan cengkraman nya “Maaf- maaf aku pikir siapa, ngagetin ajja sih ...." cicit Naz.
“Beda ya kalo anak taekwondo udah sabuk hitam, kecolek dikit langsung maen terkam ..." Evan menggerutu sambil meregangkan tangan kanannya yang dikunci kebelakang pinggangnya tadi.
“Lah, itu tahu ... Naz dilawan,” ucap Naz menyombongkan diri dengan mengangkat secuil kaos bagian kedua pundaknya lalu melepasnya kembali.
“Ampun deh, cantik- cantik galak ih ... Tapi tetep abang suka kok," ucap Evan terang- terangan.
“Apaan sih bang ... gak jelas banget deh." Naz hanya menjawab santai sambil melengos.
“Eh, ada Nervan ... Kapan datang kok Bunda gak denger ya?” tanya Bunda tiba- tiba yang telah selesai menuruni tangga dan Evan pun menyalami tangan Bunda
“Iya tuh Bund, Evan datang tiba- tiba masuk gitu aja tanpa salam langsung lari ke toilet....“ teriak Hardi dari ruang tamu.
“Apa? dikira kamu teh, disini WC umum hah? Sinih bayar dua ribu,” Bunda mengulurkan telapak tangannya ke hadapan Evan ala- ala preman minta setoran.
“Abis aku udah kebelet banget tadi Bund ... Mana ada uang recehan di dompetku, Bund.” Evan ikut menimpali candaan Bunda dengan nada sombong.
“Dollar juga gak apa- apa ko Bang Evan ... Eh atau jangan- jangan isi dompet nya uang monopoli semua ya.” Naz ikutan nimbrung dari pada cengo jadi kambing conge.
“Siapa tahu lebih mahal dari dollar, kan uang langka ... Dulunya ajja bisa buat beli rumah, beli tanah, bahkan buat beli pulau ....” Evan gak mau kalah.
“Iya langka, saking langkanya harus di musiumkan, da gak bisa dipakai buat beli beras . Hahha ...."
"Udah ah, ayok kita ke ruang tamu ... Bunda pengen makan kue yang ada di meja, kayaknya enak," ajak Bunda pada Naz dan Evan.
Mereka bertiga pun berjalan ke arah ruang tamu yang hanya terhalang lemari kaca saja. Kemudian ketiganya duduk bergabung dengan Hardi dan Dandy.
Naz melirik pandangan ke sekeliling ruang tamu seperti mencari seseorang.
“Cari siapa, dek?” tanya Dandy yang menangkap basah sang adik.
“Eng enggak, kok ...." jawab Naz gelagapan.
"Oh iya, bukannya kalian tadi bertiga ya?” Naz kaget dan tanpa sadar secara tidak langsung menanyakan keberadaan seseorang yang dicarinya.
“Eh ditanya ko malah balik nanya ....” Dandy malah menggoda Naz.
“Lah ini juga kan bertiga sama Abang, Naz....” Evan ikutan nimbrung bicara.
“Tadi kan ada Arfin kesini, Van ... Tapi sudah pulang tadi pas bunda datang.“ Bunda menjelaskan sambil mengambil potongan kue yang ada di atas meja dan memakannya.
“Oh ya, tumben tuh anak keluar dari sarangnya ....” ucapnya sambil ikut mengambil kue untuk dimakan.
“Ini bunda yang bikin?” tanya Evan sambil menggigit potongan kue nya.
“Bukan, tadi Ruby yang bawa ... Van lo tahu gak? Itu kue udah bikin Arfin trauma loh ....” Hardi memberitakan sambil melirik ke arah Naz dengan mengangkat kedua alisnya.
“Wah, masa sih perasaan gak ada kejunya nih kue.” Evan memperhatikan dengan seksama potongan kue yang sebagian sudah dimakannya.
“Beuh... bahas aja terusan." sepertinya penderitaan Naz sebagai tersangka belum selesai.
“Loh, memangnya kenapa sih? Orang kue nya enak kata Bunda mah, kenapa harus trauma segala?” Bunda pun ikut penasaran setelah menghabiskan sepotong kue.
Dandy menceritakan kejadian nahas yang menimpa Arfin gara- gara kelakuan Naz. Sontak membuat semua orang tertawa, sedangkan sang tersangka hanya cemberut saja.
“Astaga Naz, untung kamu perempuan ya... Coba kalo laki- laki, bisa habis tuh sama si Arfin.” Evan menggoda Naz sambil terus tertawa.
”Gak kebayang gue liat mukanya penuh mentega ...."
“Difoto gak itu muka Arfin yang penuh mentega?” Bunda malah menanyakan hal yang aneh.
“Enggak lah Bund, mana sempat. Yang ada dilempar nanti ponselku ....” Hardi malah meladeni.
“Yah, sayang banget padahal kan bisa dijadikan status Whatsapp dengan caption -mahakarya putri bontotku- ” Bunda malah semakin menggoda Naz.
Setelah berbincang- bincang penuh tawa dengan lelakon Naz dan Arfin, akhirnya Hardi dan Evan berpamitan untuk pulang. Ruby pun yang sudah menyelesaikan tugasnya turun ke bawah dan berpamitan pulang karena ojek online pesanannya sudah hampir sampai.
Naz membereskan meja tamu lalu membawa bekas minum dan kue ke dapur yang diikuti Bunda yang hendak memasak untuk makan malam.
“Ada yang bisa ku bantu, Bund?” Naz menawarkan bantuan setelah selesai mencuci piring dan gelas tadi.
“Oh, tidak marisol ... Bunda mah gak mau ada kekacauan lagi saat memasak. Dulu aja kamu bantuin bunda menggoreng tempe, karena minyak di wajan kurang malah kamu tuangkan air.“ Bunda menolak bantuan Naz karena ngeri.
“Ya abisnya, sama- sama pakai botol Tupperware, aku pikir itu minyak ....” Naz bicara dengan entengnya.
“Masa iya semua botol tuppy bunda isinya minyak hungkul, sok aneh- aneh wae kamu mah, sekalian ajja nanti bunda isiin premium, pertalite,pertamax,dextil, dan solar biar jadi botol SPBU.” Bunda emang bodornya luar binasa.
“Bisa ae bunda mah” Naz tertawa hendak meninggalkan dapur, tapi terhenti oleh kedatangan Dandy.
“Dek, nih cuci ....“ Dandi menyodorkan sebuah kemeja kepada Naz.
“Iih, Kakak apaan sih, ko nyuruh aku nyuci baju Kaka? Kan kata Bunda kita harus nyuci baju masing- masing....” Naz tidak terima malah mengingatkan peraturan sang Bunda.
“Eh, kakak gimana sih bukannya kasih contoh ke adeknya, malah nyuruh- nyuruh?” Bunda nyamber karena namanya merasa disebut- sebut.
“Bunda, ini kemeja hasil karya dari putri bontot mu ini ... Udah kena mentega dikerumunin semut lagi...." Dandy menjelaskan pada sang Bunda.
“Oh, itu kemejanya Arfin toh ...." Bunda baru ingat insiden yang tadi diceritakan Hardi.
"Dek, kamu teh harus tanggung jawab sama yang udah kamu perbuat loh ... Cuci gih sana kemejanya." Kalau baginda Ratu sudah mengeluarkan titahnya, tidak akan ada yang bisa melawan.
“Iya iya aku cuciin deh, sini kemejanya.” Naz mengambil kemeja dari tangan Dandy sambil manyun.
“Yang ikhlas dong, dek ... Jangan cemberut gitu ah. Anggap aja ini teh latihan mencuci pakaian suami kelak ... Jika dilakukan dengan ikhlas tuh ya, akan jadi ladang pahala buat kamu. Apalagi kalo gak sengaja nemuin uang disaku pakaian nya, beuh jadi dobel kan pahala dapat uang jajan dapat.” Bunda mengeluarkan jurus khotbahnya.
“Apaan sih bunda, aku kan masih kecil belum punya suami ... Lagian yang punya kemejanya juga malah buang kemeja ini disini lagi bukannya dibawa pulang tadi, huft ....” Naz menggerutu lalu mencebikkan bibirnya dan bergegas ke kamar mandi belakang tempat mencuci pakaian.
“Nyucinya, hati- hati ya dek ... Jangan sampai rusak... Kemejanya mahal itu loh.” Dandy setengah berteriak mengingatkan sang adik lalu kembali ke kamarnya.
Seusai mencuci kemeja secara manual dengan susah payah karena bekas mentega nya sulit sekali hilang, lalu Naz mengeringkannya di mesin pengering dan kemejanya disimpan di keranjang pakaian yang belum di setrika.
Naz pun kembali ke kamarnya dan membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur.
Naz POV
Aku tidak menyangka bertemu dengan pria yang bertubrukan denganku saat di Bandara minggu lalu dan ternyata korban lemparan sembarang kue ku tadi. Tatapan matanya mampu membuat ku tidak bisa berkutik, aku seperti pernah melihat tatapan itu sebelumnya, tapi entah dimana.
Apalagi tadi saat mata kami saling bertatapan dengan jarak yang dekat membuat jantung ku seperti mau copot. Aku tak mampu menatapnya berlama- lama dan hanya bisa tertunduk malu ,benar- benar malu, semalu- malunya diriku.
“Perasaan macam apa ini, aku tidak pernah merasakan perasaan seperti ini sebelumnya? Kenapa begini sih ?kok aku jadi kepikiran dia?" Rentetan pertanyaan mulai berkecamuk di benakku.
“Tenang Rheanazwa ... Tenangkan dirimu. Ini adalah ujian... Positive thinking saja, ini mungkin karena aku merasa malu saja padanya karena sudah berbuat salah,” pikirku yang hanya bisa menenangkan diri sendiri.
Tangan ini, bahkan jari ini tak sengaja sempat bersentuhan dengannya saat dia menyerahkan gelas minum dari genggamannya saat aku tersedak tadi. Seperti ada sengatan listrik yang langsung menjalar ke dalam tubuhku.
Tak terasa azan magrib berkumandang dan seperti biasa keluargaku melakukan ritual magriban sampai isya. Dilanjutkan makan malam dan kembali ke kamar masing- masing.
Kini aku sudah di dalam kamar kembali dan bingung harus melakukan apa, karena tugas sudah dikerjakan tadi siang. Ku putuskan untuk mengambil komik yang entah siapa pemiliknya yang sudah ku baca tadi siang, tanggung mending diteruskan membacanya.
Selang beberapa waktu aku membaca komik, kepalaku rasanya sudah 5 watt tidak bisa diganggu gugat, ku matikan lampu dan aku pun tidur dengan memeluk guling.
“Tunggu tunggu ... jangan pergi, Kak ... jangan pergi... aku sudah lama menanti mu disini... Jangan pergi...jangaaaaaan ...."
Gedebukk
“Aduh, sakit sekali pinggangku,” ujarku meringis, ternyata aku sudah berada di lantai bersama guling ku.
“Argh, mimpi apa sih aku semalam?" Aku membangunkan tubuhku dengan menopang ke ranjang
Aku berjalan perlahan sambil memegang pinggangku dan nyalakan lampu di kamarku. Saat ku melihat ke arah jam dinding, betapa terkejutnya aku karena waktu sudah menunjukan pukul 05:20.
“Alamak, aku kesiangan ...” ucapku kaget dan aku langsung keluar kamar menuju kamar mandi.
“Aaaaakkk, Bundaa....!!!” aku berteriak dengan sangat kencang.
Tak lama ku dengar suara dari balik pintu kamar mandi.
“Dek, sayang kamu di dalam nak?” terdengar suara Bunda sambil mengetuk pintu, sedangkan aku masih terkejut mematung dan menutup mulut dengan kedua telapak tanganku duduk di atas kloset.
“Sayang, Naz, buka pintunya kamu kenapa nak, jangan bikin bunda panik atuh....” bunda terus mengetuk pintu kamar mandi.
“Ada apa Bund? tadi Ayah dengar teriakan Naz ....” terdengar suara ayah panik.
“Iya, Naz kenapa Bund?” Kak Dandy pun datang.
“Naz sayang, kamu di dalam nak?” Giliran ayah yang mengetuk pintu.
“Gimana ini Ayah, kalau terjadi sesuatu sana Naz gimana? Apa dia pingsan atau jatuh di kamar mandi? Ayok atuh, Yah lakukan sesuatu....“ Bunda terdengar semakin panik.
“Ayah, bagaimana kalo kita dobrak saja pintunya” Kak Dandy memberi usul dan akhirnya kesadaran ku seakan sudah terkumpul lalu segera bangun dan melilitkan handuk di pinggangku.
Ceklek
Ku buka pintu dan ternyata diluar semua orang begitu panik menghawatirkan ku. Bunda langsung memelukku dengan mengusap punggungku lalu melepaskannya.
“Sayang, kamu gak apa- apa kan nak? apa kamu sakit? Mana yang sakit bilang sama bunda? Apa kamu jatuh dikamar mandi?” rentetan pertanyaan keluar dari mulut bunda sambil memegang kedua lenganku dan melihat keseluruh anggota tubuhku dengan mata berkaca - kaca.
“Bunda ... aku berdarah…!” ucapku sambil mengeluarkan tangisan.
“Apanya yang berdarah?” bunda bertanya semakin panik.
“Berdarah gimana maksud kamu Naz? Ayo masuk ke kamarmu biar Ayah periksa.” Ayah yang panik langsung menghampiri ku dan menuntunku bersama bunda masuk ke kamar.
“Bagaimana kejadiannya sayang?” bunda bertanya kembali saat aku baru duduk di ranjang.
“Tadi malam aku bermimpi aneh, saat terbangun aku sudah ada di lantai, dan pinggangku sakit sekali ....” aku pun menceritakan kronologisnya.
“Lalu, apanya yang berdarah?” giliran ayah yang bertanya.
“Pas aku ke kemar mandi dan membuka celana ku, bagian tengahnya ada noda darah segar,” aku menjawab sambil menangis.
“Astagfirullah, Rheanazwa !! Hal begini saja kamu teh bikin geger semua orang pagi-pagi buta gini, tungteuingeun kamu mah ya ...” Bunda yang tadinya panik berubah menjadi marah dan menjitak kepalaku, sedangkan Ayah dan Kak Dandy malah menertawakan ku.
“Aww, sakit bunda ih ..." aku mengusap- usap kepalaku yang dijitak bunda.
“Badan aja gede, umur udah mau 17 tahun, kelakuan tengil, masa datang bulan ajja bikin panik orang serumah....” Kak Dandy juga ikut mengomel dan menertawakan ku .
“Hah, apa? Aku datang bulan ? Yassalam, ini sangat memalukan, aku pikir aku kenapa-napa” gumam ku dalam hati.
“Sudah- sudah ayo kita kembali ke bawah, Dan.” Ajak ayah kepada Kak Dandy dan mereka pun bergegas keluar.
“Hadeuh, kamu tuh ya udah bikin bunda sport jantung ... Ayok ke kamar bunda, kita ambil pembalut dan bunda ajarkan cara pakainya.“ Bunda masih kesal dan mengajakku ke kamarnya.
----- TBC--------
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 206 Episodes
Comments
Bzaa
aihhhh bunda memang the best lah😘
2022-06-24
0
Mhiera Fazshion
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣😂😂😂😂😂😂😂 baru nemu lagi novel kocak dari awal mulai baca gak brenti2 ketawa berasa kaya lagi nonton film nya langsung di tv. lucu hihihihihi
2021-06-10
2
𝕤𝕒𝕟𝕠
sekarang SD kelas 6 udah pada menstruasi.. pas jamanku enggak lo.. heran juga kelas 6 SD udah kaya SMP SMA perawakannya
2021-04-27
0