Matahari sudah mulai menebarkan hawa panasnya dari atas langit, begitupun yang dirasakan dua insan yang tengah lekat berdekatan dengan saling bertatapan intens seolah gang ini hanya milik mereka berdua. Keringat dingin mulai menetes, keduanya saling merasakan debaran jantung yang menggelora seperti sudah ingin loncat dari sang empunya.
“Sekarang bukan hanya kepalaku saja yang gerah, tubuhku juga gerah sekali Naz, dihimpit oleh dua orang begini” Arfin berbicara tanpa melepaskan tatapan matanya, tentunya membuat mata Naz membulat sempurna, sontak gadis itu melepaskan kedua tangannya dari kepala Arfin dan tak disangka menyenggol helm.
Pluk
“Aduhh, kepalaku “Naz meringis karena kepalanya tertimpa helm dan mengenai dahinya yang kemudian si helm jatuh ke tanah.
“Hahaha, kau tidak apa- apa Naz?” Arfin tidak sanggup menahan tawanya.
“Kelihatannya?” Naz merasa kesal karena Arfin menertawakan kesakitan nya, lalu mengambil helm yang terjatuh tadi.
“Gimana rasanya kena timpuk, nona?” Arfin bertanya dengan nada jail.
“Kau,,kau sengaja ya menjatuhkan helm itu pada ku, hah” Naz menunjuk ke arah Arfin dengan nada kesal.
“Hei, kau sendiri yang menyenggolnya hingga jatuh, sudah tau penguncinya sudah dilonggarkan, ya pasti helm itu mudah lepas dari kepalaku” Arfin yang tidak terima disalahkan dan membuat Naz menghentakkan kakinya karena kesal, lalu melanjutkan perjalanan duluan bersama Diki dan Farid tanpa menghiraukan Arfin dibelakangnya.
“Uhh,, dasar menyebalkan” Guman Naz pelan dengan terus berjalan, dan stelah 5 menitan mereka keluar dari gang tepat di samping teras belajar.
“Naz, kenapa muka lo cemberut gitu ? Itu dahi lo kenapa benjol gitu?” Ruby heran melihat keadaan sahabatnya yang sebelumnya baik- baik saja.
“Ada yang gangguin lo, Naz.? Siapa? Bilang sama gue, ntar gue pites orangnya” Kiara esmosi.
Kemudian Arfin muncul dari samping teras belajar menggendong seseorang.
“Kak Arfin,,,,? Ko bisa….”Ruby belum selesai bicara sudah dipotong.
“Ini anak di taruh dimana?” Arfin bertanya karena terlihat lelah menggendong anak bongsor itu.
“Kaka pikir Adi ini barang apa, pake nanya ditaro dimana” Naz masih kesal pada Arfin.
“ya ya ya Nona, baiklah “ Arfin menarik nafas panjang lalu menurunkan Adi di teras
“Loh Adi kamu kenapa?” Perhatian Ruby beralih pada Adi.
“Tadi Adi jatuh Kak, kakinya sakit dan lututnya berdarah, terus gak bisa berdiri bahkan gak bisa berjalan, jadi digendong deh sama Om ini “Diki menjelaskan kejadian yang dialami Adi.
“Oh gitu ceritanya, Naz kamu mah bukannya berterima kasih malah jutek gitu ih jeyek” Andes yg ikut nimbrung tiba- tiba menjadi sekutu Arfin padahal gak kenal, mungkin karena sama- sama cowok kali ya.
“ Terimakasih ya Om Arfin” ujar Naz dengan senyum terpaksa nya.
“Umurku baru 26 tahun, belum setua itu sampe dipanggil Om” Arfin protes karena merasa dituakan sambil mendudukkan diri di bangku panjang yang ada di depan teras belajar.
“Ini Kak, minum dulu .. pasti capek ya abis gendong si Adi bohay“Ruby mengasongkan air mineral kemasan botol pada Arfin dengan senyum yang merekah, dan diterimanya dengan senang hati karena memang sudah sangat kehausan.
“Terimakasih Ruby” Ucap Arfin sambil tersenyum tipis.
“Sama- sama kak..” Senyum Ruby semakin mengembang, sedangkan Naz yang melihat hal itu hanya mencebikkan bibirnya terlihat kesal dan ikut duduk di bangku panjang yang diduduki Arfin.
“Inget Akmal, By” Naz mengingatkan Ruby bahwasannya dia sudah punya Akmal sang pujaan hati, dalam sekejap senyum Ruby pun seketika hilang.
“ Astagfirullah,, maafkan aku mbeb Akmal….aku suka khilaf kalo udah lihat coganse tuh …” Ruby menepuk jidatnya lalu mengelus- elus dadanya sendiri. “Eh aku permisi dulu mau ngambil kotak P3K buat ngobatin kaki nya Adi”. Lanjutnya dan diangguki Arfin.
Arfin melihat ke arah anak- anak yang tengah duduk di dalam dan sekeliling mereka. Ruangan itu dibuat selayaknya ruangan kelas di sekolahan, ada foto Presiden dan wakil presiden dan tak lupa di tengahnya dilengkapi foto garuda yang menjadi lambang negara Indonesia. Ruangan itu disekat di bagian tengahnya tepat di bawah foto Garuda Pancasila, di sisi kiri dan kanan terdapat masing- masing white board, dan di dinding samping kiri dan kanan pun sama terdapat white board, jadi total ada empat white board.
“Sejak kapan kalian mengajar disini ?” Arfin bertanya pada Naz yang tengah duduk di bangku yang sama.
“Sekitar sembilan bulanan "Menjawab masih dalam mode jutek.
“Wah, sebentar lagi melahirkan dong ya" Arifin mencoba mencairkan suasana. "Hebat ya kalian, masih anak SMA tapi memiliki jiwa sosial yang tinggi dan peduli dengan sesama” Naz yang sedang kesal pun mulai sedikit mencair setelah mendengar pujian Arfin. Memang ya wanita manapun kalau dipuji suka gampang meleleh, apalagi dikasih voucher belanja gratis, beuh.
“Ah, biasa ajja ko, semua orang juga bisa melakukan ini bahkan lebih dari ini, yang kami lakukan hanyalah hal kecil disela waktu luang sebagai pelajar” ucap Naz merendah, menandakan mode jutek nya sudah mulai sirna.
“Hal kecil tapi bisa membuat perubahan besar, mungkin menurutmu apa yang kau dan teman- temanmu lakukan adalah hal kecil, tapi bagi mereka itu adalah hal luar biasa. Dalam keterbatasan ekonomi yang mereka alami, tapi masih bisa mendapatkan pendidikan walau bukan secara formal” Arfin semakin memuji dan membuat Naz tersenyum malu.
“Iya sih, sayangnya kami juga memiliki keterbatasan waktu untuk mengajari mereka karena kami pun masih seorang pelajar, tapi itu tidak melunturkan semangat mereka untuk belajar dan itu menjadi semangat yang besar juga bagi kami, walaupun kami sama sekali tidak punya pengalaman dalam mengajar dan bukan seorang sarjana pendidikan” Naz sudah mulai enjoy rupanya ngobrol dengan Arfin.
“Jadi modal nekat nih ceritanya ?” Arfin tersenyum pada gadis cantik itu “ Inikan bukan sekolah formal jadi sah sah saja walaupun kalian bukan seorang sarjana, tidak akan ditangkap satpol PP juga toh,,,” Ternyata Arfin bisa bercanda juga ya biarpun garing.
“Iya juga sih, kami hanya bermodalkan pengalaman yang pernah kami dapatkan dulu dan mencari tahu dari situs- situs online, supaya rada- rada mirip dengan pendidikan yang formal gitu. Kami juga mencari tahu tentang buku pelajaran yang up to date dengan sistem pelajaran terkini. Jadi kami pun sama- sama belajar juga sih” ujar Naz.
“ Belajar itu seumur hidup Naz, selesai mengenyang pendidikan setelah lulus bukan berarti berhenti belajar. Nyatanya dalam hal sekecil apapun dalam menjalankan kehidupan kita perlu belajar, begitupun dalam bekerja kita masih harus belajar tidak mungkin ajaib langsung bisa. Oh iya, berapa usia mereka ? Sepertinya tidak semua seumuran” Lanjutnya panjang lebar.
“Mereka mulai usia 5 sampai 8 tahun, kami membagi 4 kelompok yang disesuaikan dengan umurnya”. Naz berasa sedang diwawancarai reporter televisi swasta yang segala tektek bengek umur ditanya juga, tapi ko tak nanya sudah punya pacar apa belum nya ya.
“Berarti pelajaran yang kalian berikan pun berbeda- beda?” Sang reporter masih bertanya.
“Iya, yang umur 5 dan 6 tahun itu kami berikan pendidikan seperti halnya pada anak TK seperti belajar bernyanyi, belajar menyebutkan satu-satunya persatu anggota tubuh, belajar berdoa, menggambar dan mewarnai, dan banyak lagi sih yang intinya belajar sambil bermain. Sedangkan yang umur 7 sampai 8 tahun kami memberikan pelajaran anak Sekolah Dasar karena mereka merupakan anak yang putus sekolah ” Naz menjelaskan sistem pembelajaran yang diberikannya pada anak-anak.
“Apakah tidak saling terganggu dengan tempat yang sekecil ini dibagi menjadi empat kelompok dengan mengajar secara bersamaan?”.Entah pertanyaan ke berapa ini kang Arfin.
“Ya, kadang sih tidak nyaman juga, tapi mau bagaimana lagi kantong OSIS kami hanya mampu membiayai segini, hehehe” Naz tersenyum simpul.
“Apa ? Jadi bangunan ini pun kalian yang membiayai?” Arfin terkejut mendengarnya.
“Iya, betul,,pengennya sih lebih luas dari ini karena Pak RT disini sudah memberi izin untuk membangun di lapangan ini, namun apalah daya tabungan kami tidak cukup. Jika meminta bantuan warga tidak mungkin rasanya, mereka untuk makan saja susah, suka pengen jadi horang kayah aku tuh kalo sudah begini” Naz menjelaskan panjang lebar mengingat awal mendirikan teras belajar ini.
Arfin tertawa mendengar kalimat terakhir nyelenehnya Naz “Memangnya tidak ada bantuan pemerintah ?”
“Gak tau jiga sih aku, disini hanya ada sekitar 18 rumah, sisanya lahan kosong luas yang sekarang akan dibangun itu yang tadi ada Bulldozer,mungkin disini dulunya seperti tanah kebun”. Yang pasti bukan kebun binatang ya.
“Bukankah ada program pemerintah wajib belajar 9 tahun, berarti mereka gratis donk kalau sekolah” Sesi wawancara belum selesai ternyata.
“Iya biaya sekolah memang gratis, tapi untuk uang jajan sehari-hari, beli buku paket, buku tugas, buku tulis, beli seragam, beli tas, beli sepatu atau keperluan lainnya itu yang menjadi kesulitan mereka, untuk makan saja susah, dan lagi kalau TK kan tidak gratis karena tidak masuk ke dalam 9 tahun WAJAR” Jawab Naz panjang kali lebar.
Sedang asyik ngobrol tiba- tiba ponsel Arfin berbunyi , dilihatnya ternyata ada panggilan masuk lalu diangkatnya dan berbicara dengan si penelpon.
“Sayang sekali pembicaraan menarik ini harus terhenti Naz,, aku permisi mau balik ke proyek” Arfin pamit pada Naz setelah selesai berbicara di telpon.
“Iya, Kak,,, terimakasih banyak ya.. maaf sudah merepotkan dan mengganggu jam kerjanya” Naz baru sadar kalo tadi Arfin sedang bekerja.
Arfin pun tersenyum bangun dari duduknya dan mendekat ke arah Naz yang juga sudah berdiri.
" Naz " ucapnya pelan.
"Iy iya " jawab Naz gugup karena berhadapan begitu dekat kembali dengan Arfin.
"Bisa tolong kembalikan helm ku yang ada di tangan mu itu? " Ucapan Arfin membuat Naz tersadar kalau dari tadi dia memegang helm milik Arfin yang sudah membuat dahinya benjol.
"Ah, iya ini Kak" Naz menyerahkan helm itu pada Arfin.
"Aku permisi, Assalamualaikum.." Arfin pamit dengan tersenyum menatap Naz sekilas lalu melangkah pergi hendak kembali ke tempat proyeknya dengan perjalanan melewati gang yang masuk dari samping teras belajar yang tadi.
"Wa'alaikumsalam..." jawab Naz dan terus menatapi kepergian Arfin. Naz mengkerut kan dahinya ada sesuatu yang baru ia sadari.
“Woy, baru ditinggal langsung melamun lo”Kiara tiba- tiba datang menepuk pundak Naz dari belakang. “Itu anak- anak udah nungguin lo dari tadi,, malah asik pacaran” sambung Kiara menggoda Naz.
“Heh, sembarangan ajja lo, siapa yang pacaran” Naz auto sewot.” Astaga,, aku lupa harus ngajar, ayok masuk” Naz menepok jidatnya.
Mereka berdua pun masuk kembali ke masing- masing kelompok dan kembali mengajar seperti biasanya. Saat Naz selesai menerangkan materi matematika kepada anak didiknya, Naz memberikan beberapa soal untuk diisi. Di sela- sela waktu menunggu pengisian soal, Naz teringat dengan apa yang baru disadarinya saat melihat Arfin berjalan.
“Ternyata dia lelaki pincang” Gumamnya dalam hati.
------------ TBC ------------
*****************************************
Naz kok baru sadar, kemaren- kemaren kemana ajja sih kamu....
Maaf baru Up lagi,, kemarin kesibukan RL mejadikan ku tak sempat menulis.
Happy Reading.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 206 Episodes
Comments
Bzaa
karena coganse jdi kekurangan ny tertutupi 😘
2022-06-24
0
NinLugas
10.like dlu.kk smbil bca
2021-03-04
0
Leni Martha
Bagus banget ini novel.
Sumpah.... sesuai realita, padahal masih awal2 chapter.
2021-03-03
88