Eva menatap pergi anaknya dengan kemarahan yang amat besar. Sebagai seorang wanita yang terkenal, tentu saja dia tidak menginginkan menantu dari kelas bawah seperti Ningrum. Apalagi wanita itu sudah ternoda oleh teman-teman Raka.
"Lihat saja, besok aku akan menemui wanita itu."
****
Sesuai dengan ucapannya, keesokan harinya, Eva pergi ke apartemen Raka.
Hanya satu kali memencet tombol, pintu dibukakan oleh seorang wanita. Eva menatap tajam Ningrum, yang berdiri kebingungan.
"Di mana Raka?" tanya wanita itu.
"Tuan Raka sedang di dalam." jawabnya gugup. Ningrum sendiri tahu siapa wanita yang berdiri di hadapannya ini.
Dia sangat menyukai Eva. Karena dalam berbagai film-film, Eva selalu berperan sebagai wanita baik.
"Kamu siapa?" tanya Eva dengan sinis.
"Saya,"
"Dia asisten baruku ma." jawab Raka yang keluar dari kamarnya.
"Raka." Eva berjalan melewati Ningrum, mendekati anak kesayangannya.
"Tumben mama ke sini?" tanya Raka dengan raut wajah santai, kemudian duduk di sofa.
"Mama perlu bicara dengan kamu sayang." Eva pun ikut duduk di sebelah anaknya. Sementara Ningrum, berdiri terpaku di tempatnya, masih menatap kagum kedua orang itu. Ternyata mereka adalah anak dan mama.
Raka melirik mamanya, dengan wajah keheranan.
"Katakan ma."
"Siapa wanita itu?" tunjuk Eva pada Ningrum.
"Asisten kok ma." Raka mengambil ponselnya dan mulai mengutak-atik benda itu.
Eva mengambil ponsel tersebut dan meletakkan dengan kasar pada meja.
"Jawab mama. Siapa wanita itu?"
"Hmmmm, istri aku ma."
"Istri?"
Raka melihat Ningrum yang tampak bengong. Dia mengisyaratkan dengan matanya, untuk bersalaman dengan mamanya.
Ningrum menuruti, namun sayang Eva menolak mentah-mentah.
"Jangan sentuh aku, Pelac*r."
Ningrum menundukkan kepalanya dalam. Kini dia memilih berjalan menuju dapur tanpa sepatah kata pun.
"Kamu kok bodoh benget ya?"
"Ma, pernikahan ini hanya sementara." jelas Raka.
"Apa nggak bisa dibicarakan sama mama dan papa Raka?"
"Akan semakin sulit untuk menjelaskan semua ini ma. Percayalah sama aku, sampai dia sembuh, kami akan bercerai."
"Kalau Adelia tahu, bagaimana?" Mata Eva melotot.
"Kita sembunyiin rahasia ini ma." bujuk Raka.
"Ratna benar-benar keterlaluan."
"Jangan salahin kak Ratna ma. Aku memang harus bertanggung jawab, ini semua salah aku." meski tidak menyukai pernikahan ini, Raka tetap tidak mau kakaknya yang dipersalahkan.
"Kamu selalu aja membela kakak kamu, yang jelas-jelas udah bawa kamu ke jurang."
"Tolong ma, kak Ratna nggak salah." seluruh wajah Raka berwarna merah.
"Jadi kamu marah sama mama?" Eva yang tahu persis perubahan raut wajah Raka, langsung bertanya demikian.
"Aku kan udah bilang ma, kakak nggak salah. Udahlah, masalah ini udah selesai. Mama nggak perlu ikut campur."
"Keterlaluan kamu Raka. Kamu lebih percaya sama Ratna, dari pada mama?" Eva berdiri.
"Entahlah ma. Yang jelas masalah ini sudah selesai, itu pun karena kak Ratna yang berjuang."
"Dengar, mama nggak akan pernah mau mengakui sampah itu, sebagai menantuku."
Raka membuang wajahnya. Dia malas harus berdebat dengan mamanya, yang tidak pernah mau kalah. Padahal sudah dijelaskan sejak awal, kalau pernikahan ini hanya sementara.
"Urus saja semuanya, kalau sampai Adelia dan keluarganya tahu." Eva terduduk dan memijat keningnya sendiri.
"Akan aku sembunyikan dengan baik-baik ma. Jangan khawatir, aku juga hanya mencintai Adelia."
Eva memalingkan wajahnya menatap tajam Raka. Jika saja dia tidak menyayangi anaknya, mungkin dia sudah menampar wajah tampan itu.
"Kalau kamu cinta Adelia, kamu nggak akan menikahi wanita lain apapun alasannya."
"Ma!!" hampir habis kesabaran Raka.
"Harus berapa kali Raka bilang, pernikahan ini hanya sementara! Lagian, kita cuma nikah siri kok!"
"Karena wanita itu kamu membentak mama?"
"Mama benar-benar nggak bisa ngerti sama Raka sejak dulu. Itulah kenapa Raka lebih percaya sama kakak kebanding mama dan papa."
"Raka udah dewasa ma. Biarkan semuanya Raka yang urus, mama nggak perlu ikut campur!" setelah mengatakan demikian, Raka berjalan menuju kamarnya, membanting dengan keras pintu itu.
Menyisahkan kelengangan di ruangan itu. Eva berusaha mengendalikan dirinya. Nalurinya sebagai seorang ibu yang terluka, terasa sudah.
Namun bukan juga kesalahan Raka, jika dia bertingkah begitu. Sudah cukup banyak masalah yang membebani pikirannya. Jika harus berdebat lagi dengan mamanya, akan semakin menguras tenaga dan emosi.
"Wanita itu!" ucap Eva dengan getir.
"Apa kamu puas, mendengar perdebatan kami tadi?" Eva menghampiri Ningrum yang sedang menjemur pakaian di balkon belakang apartemen.
"Maaf Nyonya." Ningrum mengerutkan dahinya tidak mengerti.
"Gara-gara kamu, aku dan kedua anakku bertengkar. Aku tegaskan, urus segera perceraian itu!"
"Tapi nyonya, perceraian kami hanya bisa terjadi kalau tuan Raka menginginkannya." jelas Ningrum polos.
"Apa maksudmu?" mata Eva terlihat menyelidiki Ningrum, dari atas sampai bawah.
"Tuan Raka sendiri yang bilang. Kalau hanya dia yanh bisa menceraikan aku, sedangkan aku tidak punya hak sama sekali."
Mendengar penuturan itu, Eva membuang wajahnya. Wanita tua itu takut, sebelum bercerai, akan ada kerabat Adelia yang tahu.
Eva berjalan maju mendekati Ningrum.
"Ingat, jangan sekalipun berhubungan dengan Raka. Jika itu terjadi dan kamu hamil, maka sendiri tanggung akibatnya. Karena sebentar lagi, Raka akan melamar kekasihnya, Adelia."
"Dan, sampai kapan pun, aku tidak akan mengakui dirimu sebagai menantuku! Dengar?" mata Eva memperhatikan dengan lekat, penampilan Ningrum, yang benar-benar jauh dari level mereka.
"De, dengar Nyonya."
"Huhhh." Eva berbalik dan pergi dari tempat itu.
Selepas kepergian Eva, Ningrum bersandar pada dinding tembok. Wanita malang itu, menangis dalam diam. Hanya air matanya yang keluar, takut kalau Raka mendengarnya.
'Aku juga tidak menginginkan pernikahan ini. Tapi kenapa, semuanya seolah aku yang bersalah?' Ningrum menatap langit yang tampak cerah. Memegang dadanya, hingga terduduk di lantai.
Jika dia bisa memilih, dia juga tidak mau menikah. Hanya saja, siapa yang mau menerima dirinya yang sudah kotor?
Bahkan orangtua angkatnya saja, tidak mau lagi menampung dia. Bagi mereka, Ningrum hanya akan membaw petaka dengan dirinya yang kotor itu.
Begitu juga dengan keluarga Angga. Mereka semua berpikir, bahwa wanita yang telah diperkosa, hanya akan memberi kesialan dan beban dalam hidup.
Satu-satunya tempat Ningrum untuk bersandar sekarang, hanyalah Ratna dan Raka. Meski akan diperlakukan buruk, Ningrum berharap mereka tidak membuang dirinya, sama seperti yang lain.
Raka bersembunyi di balik dinding dekat dengan balkon, tempat Ningrum sedang menangis. Memang, Raka tidak bisa mendengar keluhan dari hati Ningrum. Namun dari cara wanita itu menangis, hingga terduduk saja, Raka yakin, Ningrum sedang menderita.
"Maafkan mama aku." ujarnya lirih.
Ningrum mengusap air matanya, dan bersiap menuju ke dapur. Namun dia tersentak, mendapati Raka yang berdiri tidak jauh darinya. Mata gadis itu membulat, tiba-tiba saja dia malu.
Begitu juga dengan Raka, yang salah tingkah. Namun dengan cepat otaknya mendapat ide. Agar terkesan baru saja berdiri di sana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Bos pendik
boom like kak aku hadir
2020-12-31
0
Yours Bee
sedih aku membayangkan ningrum
2020-12-18
0
Ais
sedih bgt seh thor baca novelmu ini hati ak kyk tersayat sayat gt thor...keren novelmu ini thor...😘😘
2020-11-27
1