Raka menerima panggilan itu.
"Hallo."
"Raka, maaf ya gue baru bisa hubungin lo. Gimana sama masalah itu?" tanya orang itu yang tidak lain adalah Azlan.
"Makin parah. Lo udah hapus berita murahan itu dari publik?"
"Udah! Tapi masih banyak banget haters lo nih yang sebarin gosip aneh-aneh!"
"Ancam mereka dengan cara lo aja. Gue lagi pusing!"
"Ok. Ehh, gue mau bilang ini sama lo."
"Apaan?"
"Andika, Radit dan Fendy udah kabur ke luar negeri."
Raka menggeram. Seluruh wajahnya terasa panas.
"Brengsek!!!"
"Lo yang sabar ya."
"Gue bakal bikin perhitungan sama mereka."
"Ok, gue harap lo segera pulang ya. Ada film baru yang mau diproduksi, dan mereka pengen lo jadi tokoh utamanya."
"Hmmm." Raka pun menutup telepon itu.
***
Keesokan harinya, Ratna dan Raka mengantar Ningrum pulang ke rumah. Kali ini Raka sendiri yang menyetir mobil. Banyak wartawan yang harus mereka hindari selama di rumah sakit tadi.
"Ningrum, apa kamu ingin menuntut lelaki yang telah melecehkan kamu?" tanya Ratna. Saat ini mereka sedang duduk berbincang di ruangan tamu rumah keluarga Putu.
Hanya mereka berdua di sana. Yang lainnya diminta untuk keluar, dan Raka memilih tunggu di mobil saja.
"Aku hanya ingin mati." mata Ningrum seperti sangat menginginkan itu.
"Saya mohon jangan melakukan hal-hal yang berbahaya ya." bujuk Ratna.
"Percuma jika aku menuntut mereka. Uang tetap akan menang. Sekali pun aku menang, apakah kesucianku akan kembali?" tanya Ningrum.
"Tidak akan lagi." Ratna menunduk.
Keadaan masih lengang untuk beberapa menit. Ratna bingung, bagaimana harus mengatakan tentang pernikahan itu. Apakah Ningrum mau atau tidak?
Akhirnya Wati, ibu dari Putu masuk. Dia tersenyum pada Ratna dan ikut duduk di sebelah Ningrum.
Ratna menggangguk, memang kalau ingin membicarakan tentang pernikahan harus ada wali atau orangtuanya kan?
"Ibu, ada yang ingin saya katakan." ujar Ratna masih ragu.
"Silahkan!" Wati tersenyum begitu manis.
"Sebagai bentuk tanggungjawab, Raka bersedia menikahi Ningrum."
Ningrum mengangkat kedua alisnya tinggi. Dia menatap ibu angkatnya, sambil menggeleng. Dia tidak mau hidup bersama Raka.
"Jangan takut sayang. Kami akan berusaha menyembuhkan trauma kamu." Ratna memegang tangan Ningrum.
"Saya mau nyonya." Wati tersenyum lebar sampai nampak giginya. Dengan begitu, dia bisa menerima uang dan Ningrum bisa menghilang segera dari hidupnya.
"Tidak bu, Ningrum tidak mau." bujuk Ningrum sambil menangis.
"Kamu akan aman bersama kami Ningrum." sorot mata Ratna menampakkan ketulusan.
"Kamu harus mau!" wanita paruh baya itu melotot.
Selama ini, Ningrum hidup dalam penderitaan. Hampir setiap hari disiksa dan disuruh bekerja. Namun dia tidak mengeluh. Dia senang karena masih ada Putu, yang selalu menemaninya kerja. Jika disuruh memilih, Ningrum lebih suka hidup bersama orangtua angkatnya daripada harus menikah dengan lelaki yang telah membuatnya jatuh ke jurang.
"Bu, silahkan dibicarakan baik-baik." tutur Ratna lembut.
"Mereka akan menikah. Silahkan tentukan tanggalnya nyonya."
"Bagaimana kalau besok? Karena kami juga harus segera kembali."
Ningrum semakin kaget. Dia menahan tangisnya. Jika ibunya sudah berkata demikian, maka tidak ada yang boleh melawan lagi. Wanita malang itu memilih pasrah.
"Baiklah." Wati terkekeh lalu mengantar Ratna yang langsung berpamitan pulang.
Raka menghela nafasnya. Dia tidak pernah membayangkan akan menghadapi masalah serumit ini. Bahkan harus menikah dengan wanita yang menderita kejiwaan, ya meski hanya sementara.
***
Pantulan bayangan Raka di cermin, sama sekali tidak menampakkan aura kebahagiaan. Sejak semalam, Raka tidak bisa memejamkan matanya walau hanya sekejap.
Memang dia berhak membatalkan pernikahan ini, tapi dia juga bersalah penuh. Entah apa yang akan terjadi jika dia menikah dan tinggal bersama wanita itu.
"Kamu sudah siap?" Ratna masuk dengan gaun merahnya. Dandanan tipis, membalut wajah cantik dan anggun itu.
"Entahlah kak." Raka menunduk dengan nafas yang terasa berat sekali.
"Kamu harus bertanggung jawab." Ratna mendekat dan mengelus bahu adiknya.
Sebuah senyum kecut, terlukis di wajah lelaki tampan itu. Dia tidak bisa lagi mengelak, yang semua orang tahu, dialah pelaku pelecehan itu.
"Baiklah kak." jawabnya pasrah.
***
Di rumah Putu...
"Kamu kok bodoh sekali jadi orang?" celutuk Wati kesal, karena sedari tadi dia harus menempel bedak berulang kali di wajah Ningrum.
Hati wanita paruh baya itu kesal, melihat Ningrum terus menangis. Kalau seperti ini kan, bisa luntur make upnya.
"Berhenti nangisnya! Salah kamu sendiri, siapa suruh menggoda para pejabat itu hah??"
"Bu, aku tidak mau menikah. Aku ingin tetap tinggal bersama kalian." pinta Ningrum dengan suara melemah, sambil tangannya memegang tangan Wati.
"Tinggal bersama kami? Heh, kamu itu hanya jadi benalu dalam rumah ini. Parasit! Nikah sana! Syukur-syukur orang itu mau nikah dengan kamu. Memangnya kamu pikir, siapa yang mau dengan wanita menjijikkan sepertimu??" mata Wati melebar.
"Tidakkk!! Aku mohon bu,"
"Dengar ya, uang yang dikasih mereka itu, milik kami! Kamu kan kalau sudah nikah, bisa dapat duit lagi dari orang kaya itu. Dan lagi, ingat setiap bulan jatah kami."
"Semua uang yang kami dapatkan ini, tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan untukmu, sejak masih SD dulu."
"Ibu, aku mohon!! Aku akan bekerja dengan giat untuk membayar kebaikkan kalian."
"Mau kerja apa kamu dengan ijazah SMA?? Mau jual diri?"
Ningrum menunduk, dengan isak tangisnya. Semua perkataan ibu angkatnya barusan, tidaklah menyakitkan baginya. Dia sudah terbiasa dengan makian itu. Ningrum menangis, karena tidak mau menikah.
Raka dan Ratna sudah sampai di depan rumah mempelai wanita. Hanya Wayan dan supir hotel yang menjadi pihak keluarga lelaki.
Tidak ada yang spesial di sana. Dihadiri oleh penghulu dan keluarga Putu, itu saja.
Wati memeluk bahu Ningrum dengan senyum semringah berlabel kepalsuan. Ningrum tidak lagi menangis. Sejak tadi, Wati telah mengancamnya.
Putu dan ayahnya menatap sedih pada Ningrum. Selama ini, hanya mereka berdua yang berlaku baik pada Ningrum. Bahkan para tetangga di sana juga benci pada anak itu tanpa sebab. Mungkin karena dia sangatlah pendiam.
"Bisa kita mulai?" tanya pak penghulu pada kedua mempelai itu.
Raka masih melirik Ningrum sebentar, lalu menggangguk.
"Baiklah, silahkan ikuti saya ya tuan Raka."
"Bismillahirrahmanirrahim, saudara Raka Firmansyah bin Anwar, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan saudari Ningrum Puji Asyahrani, bin Rahman. Dengan mas kawin...."
Dalam satu tarikan nafas, Raka berhasil mengucapkan ijab kabul. Kini mereka resmi. Walau hanya nikah sirih.
Setelah pengucapan itu dan disetujui saksi, mereka pun melantumkan doa. Ningrum dengan kebencian besar dalam hatinya, terpaksa harus mencium punggung tangan Raka. Begitu juga dengan Raka yang enggan mencium kening Ningrum, wanita yang kini menjadi istrinya.
Dari kejauhan, Angga menahan sedih bercampur amarahnya. Bahkan lelaki itu menangis, dengan terpaksa harus merelakan wanita yang amat dicintai kepada seorang ********.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Mien Mey
seumu" mungkin ga akn hilang traumanya..ap lg d ' lecehinya' lbh dr satu orng..
2021-07-06
0
Bos pendik
semangat
2020-12-31
0
Yours Bee
Angga klo bener² sayang ya pertahanin n kasih suport ningrum dong
2020-12-17
0