"Maaf, tapi kami sudah memilih pemeran lain yang tampaknya lebih cocok." kata produser film yang duduk di hadapan Raka dan Azlan.
Lelaki paruh baya itu memakai setelan jas berwarna hitam. Dengan tubuh pendek dan gempal, namun berwajah tegas.
"Jadi, pertemuan ini untuk membatalkan kontrak Raka?" tanya Azlan.
"Ya. Masalah tentang pelecehan itu mungkin sudah kelar, tapi masih saja menjadi bahan pembicaraan masyarakat luas. Jika kami memilih Raka, maka akan berdampak buruk bagi industri perfilman kami."
Raka hanya terdiam. Sedari tadi dia berusaha mengatur nafasnya, agar tidak terbawa emosi. Dia juga memaklumi kalau lelaki tua di hadapannya ini, berhak membatalkan kontrak itu.
"Baiklah tuan, tidak masalah. Aktor terkenal seperti Raka, pasti bisa mendapatkan kontrak yang lebih berkelas lagi. Selamat siang!" Azlan berdiri lebih dulu, diikuti Raka yang berjalan pergi tanpa pamit.
"Dasar anak muda sombong!" cibir produser film itu.
Pertemuan itu dilakukan di sebuah restoran Jepang yang berada di mall terbesar di Jakarta.
"Kamu duluan aja Az, aku masih pengen beli makanan buat kak Ratna dan Ningrum." tutur Raka. Dia teringat kalau hari ini Ratna sedang mengunjungi Ningrum.
"Jadi, kamu langsung pulang aja ke apartemen?"
"Ya, tolong bawa juga Beni. Aku ingin sendiri dulu."
"Ningrum?"
"Nanti aku suruh dia sama kak Ratna aja." Raka melambaikan tangan dan masuk ke sebuah Restoran seafood yang tidak jauh dari tempat mereka berdiri.
Senyum tipis terlukis di wajah Raka, mengingat kalau Kakaknya sangat menyukai seafood. Meski suasana hatinya sedang kacau, tapi paling tidak kehadiran Ratna di tempat tinggalnya bisa memberinya sedikit kebahagiaan.
Raka memasuki restoran yang tampak sangat ramai itu. Asap-asap mengepul dari meja tamu yang terhidang makanan. Aromanya begitu menggugah selera.
Saat akan berjalan menuju tempat pemesanan, mata Raka tertuju pada 2 orang wanita yang sedang bercengkrama. Matanya terbuka lebar, melihat Ratna dan Ningrum yang duduk bercerita di tempat umum tanpa beban.
"Dia tidak mematuhi laranganku!" Raka berjalan menghampiri kedua wanita itu. Hilang sudah kebahagiaan yang tersimpan sedikit di hatinya tadi.
"Jadi kamu di sini?" suara itu, mengagetkan Ningrum dan Ratna.
Baru juga ingin makan, tapi niat itu terhalang. Wajah Ratna terlihat biasa saja, tapi Ningrum. Terasa berat lehernya untuk berputar, demi melihat siapa yang berdiri di belakangnya kini.
Tangan Raka menarik tangan Ningrum. Sampai wanita itu tersentak.
"Raka?" Ratna juga menarik tangan Ningrum.
"Kakak ngapain ajak dia keluar?" suara Raka sedikit berbisik.
"Loh, kenapa?" Ratna merasa tidak ada yang salah sama sekali.
"Ah, udah! Kamu ikut aku." Raka menarik paksa tangan Ningrum. Dengan terpaksa Ratna melepaskan tangan Ningrum, agar tidak menjadi perhatian orang-orang di sana.
"Tolong bungkus semuanya, antar sama aku ke tempat parkiran ya?" Ratna memerintah seorang pelayan yang kebetulan lewat dan ikut berlari, tak lupa membawa semua belanjaan mereka tadi.
Baru juga Ratna sampai di depan pintu utama mall tersebut, mobil Raka sudah meluncur meninggalkan halaman mall.
"Ada apa sih sebenarnya?" Ratna masih berusaha menahan diri, karena menunggu makanan tadi. Sayang juga kalau dibiarkan.
"Buruan!" Ratna melambaikan tangannya pada pelayan tadi. Sambil mengeluarkan beberapa lembar uang berwarna merah, lalu diserahkan pada pelayan tadi.
"Kebanyakan ini, Nyonya." kata pelayan itu.
"Simpan saja kembaliannya, sebagai tip untuk kamu!" Ratna berlalu dengan banyak bingkisan di tangannya.
Tak berapa lama, mobilnya pun ikut meluncur meninggalkan mall tersebut. Jam sudah hampir menunjuk pukul 2 siang.
****
"Sini kamu!" Raka menarik tangan Ningrum, memasuki apartemen.
Di dalam lift, Raka bahkan tidak melepaskan tangan Ningrum. Wanita itu diam saja, dia ingat kalau pihak pertama berhak penuh atas dirinya. Aneh ya, padahal Raka tidak mencintai Ningrum.
"Siapa yang mengijinkanmu keluar?" tanya Raka saat mereka sudah masuk ke apartemen.
Ningrum hanya diam.
"Jawab!" bentak Raka.
"Aku hanya diajak mbak Ratna, Tuan." jelas Ningrum. Kepalanya tertunduk, meremas ujung baju seperti anak kecil yang dimarahi orangtuanya.
"Ahhhhh, kamu udah melanggar perjanjian. Maka kamu harus menerima hukuman!" Raka mendorong tubuh Ningrum, sampai terduduk di sofa.
"Tuan...." Ningrum menggeleng. Selama beberapa hari ini, hatinya telah memaafkan Raka, karena sudah mau menikahinya.
"Aku akan melakukan apa yang tidak kamu suka." Raka tertawa.
Semakin mendekati Ningrum. Wanita itu mundur, ingin berlari tapi tak sempat. Tangan Raka lebih dulu meraih tubuhnya.
"Tidak!" Ningrum memukul dada Raka.
"Aku suamimu!" mata Raka melotot.
"Tidak!" tubuh langsing Ningrum memberontak di bawah tubuh kekar Raka. Posisi mereka kini, berada di sofa yang sama, dan Raka yang berada di atas.
"Hahahah," tangannya mulai menyentuh salah satu dari bukit kembar Ningrum.
"Tidak tuan! Aku mohon!" Ningrum menangis tersedu, sampai nafasnya tersenggal.
Raka tertawa puas, lalu berdiri dan mematahkan lehernya. Dia melihat ada ketakutan dan kebencian dari mata indah Ningrum.
"Jangan melanggar lagi seluruh perjanjian itu, kalau tidak akan lebih parah dari ini." Raka berjalan menuju kamarnya, meninggalkan Ningrum yang masih menangis.
Bunyi bel pintu apartemen membuat Ningrum cepat-cepat mengusap air matanya. Ternyata Ratna yang datang.
"Kamu nggak dipukul kan?" tanya Ratna begitu pintu dibukakan Ningrum.
"Nggak mbak."
"Wajah kamu, apa kamu diperlakukan kasar?" Ratna menyentuh pipi Ningrum yang merah.
Ningrum hanya diam. Dia memang baru saja diperlakukan secara tidak hormat oleh Raka.
"Raka!" Ratna melewati Ningrum, berjalan menuju kamar adiknya.
"Apa sih kak?" tanya Raka jutek, ketika pintu kamarnya dibuka.
"Kamu apain Ningrum?"
"Urusan suami sama istrinyalah kak." jawab Raka santai, sambil bersandar pada bingkai pintu kamarnya.
"Eh, kamu nggak melakukan...." Ratna terdiam. Kini dia yang bingung. Karena memang benar, sekarang mereka sudah menikah. Itu berarti Raka berhak menyentuh tubuh Ningrum.
"Tenang aja kak, tadi itu cuma peringatan, biar dia jangan nakal."
"Raka, tujuan kita untuk menyembuhkan dia. Kalau kamu melakukan hal itu lagi, berarti sia-sia dong."
"Aku juga nggak mau kak. Tadi itu cuma peringatan! Lagian kakak juga nggak perlu ajak dia keluar lagi."
"Ok, kakak ngalah." Ratna mengangkat kedua tangannya seperti buronan yang kepergok polisi.
"Ya sudah, aku ijinin kakak sama dia berbincang, tapi jangan keluar ruangan ini." Raka menutup pintu kamarnya, dan berjalan menuju kamar mandi.
Untuk pertama kalinya, di dalam hati Raka terbersit rasa bersalah. Ya, memang Ningrumlah wanita pertama yang tidak ingin disentuh oleh Raka.
"Apa aku berlebihan?" ucap Raka sendiri.
Tapi kemudian Raka tersenyum sinis. Bukankah Ningrum adalah istrinya? Maka dia berhak melakukan apapun. Persetan dengan surat perjanjian konyol itu. Intinya dalam poin-poin itu, ada yang mengatakan pihak pertama berhak sepenuhnya.
Entah dari mana datang pikiran jahat itu. Yang jelas Raka mulai merindukan sentuhan dari seorang wanita. Kepergian Adelia sudah cukup lama, membuat Raka menderita akan hasratnya yang tidak bisa tersampaikan ini.
Sebuah rencana tersusun rapi dalam pikiran lelaki itu. Dari pada harus mencari pelampiasan pada wanita lain, kenapa tidak dengan Ningrum saja?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Bos pendik
like lagi
2020-12-31
0
Yours Bee
trauma terus kalau gini mah.. ratna juga gak tegas ih
2020-12-18
0
Eti Guslidar
bucin raka
2020-11-26
1