Hari ini jadwal Ratna untuk menjenguk Ningrum. Kebetulan baru hari ini, dia tidak sibuk. Setelah pulang dari Bali beberapa hari yang lalu, Ratna kembali disibukkan dengan aktivitasnya.
Bel apartemen berbunyi. Ningrum yang sendirian di sana bingung harus melakukan apa. Raka beserta kedua bawahannya sudah pergi dan dia sudah dilarang untuk bertemu orang asing.
Ratna mulai cemas. Sebelum datang ke sini, dia sudah lebih dulu meminta ijin pada Raka. Info yang didapat dari adiknya bahwa Ningrum sendirian di apartemen.
Sekali lagi Ratna memencet tombol itu. Ningrum yang mulai penasaran pun, memilih untuk mendekati pintu itu. Dari lubang kecil yang ada di pintu, dia bisa melihat dengan jelas siapa tamu itu.
Perasaanya lega melihat Ratna di balik pintu itu. Ningrum langsung membuka pintu tersebut. Segaris kekhawatiran di wajah Ratna langsung pudar, melihat Ningrum baik-baik saja.
"Kamu nggak apa-apa kan?" tanya Ratna.
"Nggak mbak."
"Ya sudah." Ratna menarik tangan Ningrum masuk ke dalam, agar tidak ada tetangga yang melihatnya.
"Apa kamu betah di sini?" tanya Ratna lagi. Kini mereka sudah duduk santai di ruangan tengah.
Ningrum hanya terdiam. Dia menatap nanar lantai apartemen yang terbuat dari marmer putih.
"Apa kamu betah?" sekali lagi Ratna bertanya dengan suara lebih lembut.
Ningrum balas menatap Ratna dan menggeleng. Baru beberapa hari tinggal di sini, membuatnya tidak betah. Sikap Raka terlalu kasar, dan lagi terlalu banyak peraturan.
"Raka menyakitimu?"
"Tidak."
"Apa Raka melakukan hal tercela padamu?"
"Tidak."
"Apa Raka mengeluarkan kata-kata kasar?"
"Tidak."
"Lalu?"
"Tuan Raka memberiku banyak peraturan, yang sebagian besar sudah aku lupakan."
"Ahhhh, coba katakan yang kamu ingat saja."
"Aku harus mengakui diri sebagai asisten jika ada yang bertanya."
"Apa?" Ratna melotot.
Ningrum mengerutkan dahinya heran karena ekspresi Ratna yang mendadak berubah.
"Kenapa mbak?"
"Ah, kamu menerima peraturan itu?"
Ningrum terdiam. Jika dipikir lagi, dia merasa tidak ada yang salah dengan perjanjian yang satu itu. Pada dasarnya, Ningrum memang bekerja di hotel milik Raka, itu berarti dia masuk kategori pembantu juga kan?
Melihat Ningrum yang hanya terdiam, Ratna memilih mengalihkan pembicaraan. Dia takut akan berpengaruh pada kesehatan Ningrum.
"Hari ini, kita jalan-jalan yuk."
"Jalan ke mana mbak?" tanya Ningrum penasaran.
"Ke mall atau ke taman, banyak tempat. Kamu nggak bosan setiap hari terkurung di tempat ini?"
Ningrum memutar bola matanya, melihat sekeliling apartemen itu. Sudah hampir 1 minggu dia tinggal dan terkurung, tapi tidak merasa jenuh sama sekali.
"Nggak kok mbak." jawabnya jujur.
"Setiap Raka dan teman-temannya pergi, kamu ngapain aja?"
"Aku masak, cuci, bersihin rumah. Kalau capek, aku nonton dan tidur."
'Raka benar-benar memperlakukan dia seperti pembantu.'
"Hahaha, kamu memang rajin ya. Ok, hari ini kita jalan-jalan. Apa kamu nggak berniat untuk menghirup udara segar?"
Ningrum menggangguk, tanda setuju.
"Ya sudah, kamu siap-siap aja dulu."
"Kayak gini aja mbak, pakaian saya juga masih bagus."
Ratna memperhatikan Ningrum dari atas sampai bawah. Apanya yang bagus? Ningrum memakai pakaian yang sudah mulai pudar warnanya. Untuk orang seperti Ratna, ini bukanlah pakaian yang digunakan untuk jalan-jalan.
"Apa kamu nggak punya pakaian yang masih baru?" Ratna sedikit canggung mengucapkan kalimat itu.
"Emmmm," Ningrum mendatarkan bibirnya. Seingatnya, semua pakaiannya yang masih bagus dirampas ibu angkatnya untuk diberi pada Putu.
"Ya sudah tidak masalah. Nanti kita belanja di mall saja." Ratna tersenyum lembut.
Maka berangkatlah mereka. Ningrum lupa kalau dia dilarang keluar. Sedangkan Ratna, jelas dia tidak tahu perjanjian konyol itu. Bahkan tadi Raka tidak sempat bilang, kalau Ningrum tidak diijinkan keluar.
Kasus dan berita tentang pemerkosaan seorang aktor ternama pada pelayan hotel, sudah benar-benar lenyap. Uang memang sangatlah berkuasa. Namun masih ada saja beberapa wartawan yang mencari tahu tentang masalah ini.
Di mall, Ratna membelikan Ningrum beberapa pasang pakain sesuai dengan trend jaman sekarang.
Ningrum yang memiliki kulit putih bersih dan bertubuh langsing, jadi tidak akan susah mencari pakaiannya. Semuanya akan terlihat pas ditubuhnya.
Pakaian lusuhnya tadi sudah diganti dengan setelan pakain santai berwarna biru dengan motif bunga. Sendal jepitnya juga sudah diganti dengan sendal flat.
Sejak kedatangan mereka tadi, terlihat seperti majikan dan asistennya. Tapi kini, sudah seperti kakak dan adik.
Puas berbelanja, Ratna mengajak Ningrum untuk makan di sebuah restoran seafood yang ada di mall itu.
"Kamu punya riwayat alergi sama seafood?" tanya Ratna sebelum mereka masuk.
"Nggak ada mbak."
"Oh, baguslah. Ayo masuk!" dengan cekatan, Ratna menarik tangan Ningrum.
Setelah mendapat tempat yang pas, mereka meletakkan papper bag masing-masing pada kursi yang kosong di sebelah. Keduanya duduk saling menghadap.
"Makan apa ya?" Ratna melihat-lihat daftar makanan pada buku menu.
Ningrum memperhatikan sekelilingnya dengan seksama. Banyak sekali orang-orang di sana yang makan dan bercerita. Ada yang berpasangan, ada yang bersama keluarga, ada juga yang sendiri.
"Kalo kepiting, suka nggak?" Ratna mengangkat kepalanya meminta persetujuan Ningrum.
"Suka mbak." jawabnya singkat, lalu kembali melihat-lihat keadaan.
"Ok," Ratna melambaikan tangan, memanggil pelayan.
Setelah mencatat makanan dan minuman pesanan Ratna, pelayan itu pun pergi.
"Ramai ya mbak?" ucap Ningrum.
"Iya, lumayan."
"Kamu belum pernah ya liat tempat seramai ini?" tanya Ratna heran. Padahal Ningrum lahir dan besar di Bali, tempat yang tak kalah ramainya.
"Pernah mbak, tapi jarang."
"Emang keseharian kamu di Bali apa aja?"
"Dulu waktu masih sekolah, aku dilarang keluar kemanapun. Jadi, waktu aku cuma di rumah."
"Setelah itu?" tanya Ratna lagi.
"Setelah tamat SMA, aku langsung kerja di hotel sama Bli Wayan."
"Terus tempat ramai apa aja yang udah kamu kunjungi?" Ratna semakin penasaran.
"Pantai sama pasar mbak."
"Mall?"
"Pernah sekali saja." Ningrum mengingat dengan jelas. Dia hanya sekali pergi ke mall, itupun diajak Angga, kekasihnya waktu itu.
"Masa sih?" Ratna melongo. Masa ada ya, orang yang lahir di kota, tapi cuma sekali ke mall?
Tapi melihat wajah Ningrum, Ratna yakin wanita itu tidak berbohong.
"Apa kamu disiksa oleh ibu angkatmu?" Ratna mengucapkan kalimat itu dengan sangat hati-hati.
Ningrum terdiam. Dia tidak mungkin menjawab tidak, tapi dia juga tidak mungkin bercerita jujur. Bagaimanapun juga, Watilah yang telah merawatnya selama ini.
"Ah lupakan saja!" Ratna melambaikan tangannya dan berusaha tersenyum. Setidaknya dia sudah tahu jawaban itu, dari sorot mata Ningrum.
Pesanan pun datang. Aroma kepiting saus tiram membuat siapa saja langsung lapar.
"Jadi kamu di sini?" suara itu, mengagetkan Ningrum dan Ratna.
Baru juga ingin makan, tapi niat itu terhalang. Wajah Ratna terlihat biasa saja, tapi Ningrum. Terasa berat lehernya untuk berputar, demi melihat siapa yang berdiri di belakangnya kini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Bos pendik
boom like
2020-12-31
0
Yours Bee
Akhirnya Ratna datang..
2020-12-17
0
Esti. W
aahh gangu aja baru mo makan enak
2020-10-20
1