"Habis ini buatkan makan malam ya?" ujar Raka setelah siap pergi dengan Azlan dan Beni.
"Tuan, bukankah anda jarang makan di rumah?" bisik Beni, yang memang tahu semuanya tentang Raka.
Tatapan yang paling menusuk diberikan pada Beni. Lelaki itu langsung bungkam, dan memutar bola matanya untuk menghindari sorot mata menakutkan itu.
"Ayo berangkat!" Azlan menatap jam tangannya.
Ketiga lelaki itu pun pergi, meninggalkan Ningrum seorang diri yang tidak tahu harus berbuat apa.
Dalam kesepian seperti itu, kembali bayangan para lelaki ******** itu menghantuinya. Kejadian itu terus berputar seperti tayangan tv rusak. Ningrum terduduk di lantai, memegang kepalanya.
"Tidak!!! Pergi, jangan perkosa aku!" Ningrum terus berteriak, hingga akhirnya dia pingsan.
"Tuan beneran akan makan di rumah malam ini?" tanya Beni.
"Siapa yang mau makan masakan wanita itu?"
"Lalu kenapa anda menyuruhnya masak?"
"Hanya untuk membuat pikirannya jangan kacau, selama kita tidak berada di rumah."
"Kamu perhatian juga dengan istrimu!" Senyum Azlan mengejek, sambil memegang kemudi mobilnya.
"Jangan membuat aku marah Azlan." suara Raka terdengar dingin dan menakutkan.
Beni yang duduk di sebelah Azlan mengedipkan matanya takut. Tapi Azlan biasa saja, dia sudah sangat kenal siapa Raka. Mereka berdua berteman sejak masih SMP.
***
Hampir jam 11 malam, Raka dan Beni pulang ke apartemen mereka. Lelaki itu langsung naik pitam, melihat keadaan apartemennya masih sangat gelap.
"Cepat nyalakan lampunya. Kemana orang stress itu?"
"Tuan mencarinya, karena merindukan dia?" tanya Beni yang mulai menghidupkan lampu.
"Sialan! Memang dia siapa, sehingga aku harus rindu?"
"Lalu kenapa anda menanyakannya tuan?"
"Apa kamu tidak lihat tadi kita datang ke sini, dalam keadaan apa??" Raka melebarkan matanya kesal.
"Keadaan gelap."
Raka melambaikan tangannya kasar ke udara, dan berjalan masuk ke kamarnya. Namun teriakkan Beni menghentikan langkahnya. Amarahnya yang telah padam itu, berkobar kembali
"Tuan, Nona pingsan!" Beni berlari mendekati Raka.
"Lalu?" tanya Raka dengan wajah bingung.
"Hahhhh??? Tuan tidak khawatir?"
"Urus saja dia. Jangan ganggu aku," Raka masuk ke kamarnya dan menutup pintu dengan kasar.
Beni berlari mendekati Ningrum yang masih tergeletak. Dia bingung harus berbuat apa? Ingin menggendong, tapi dia tidak bisa. Padahal, tubuhnya sangat berotot.
"Aduh gimana nih?" Beni duduk dan menepuk pelan pipi Ningrum.
"Kok nggak sadar?" ucapnya khawatir.
Beni kembali berlari menuju kamar Raka. Dia mengetuk dengan takut pintu majikannya.
"Tuan!!" panggilnya sambil mengetuk pintu.
"Apa lagi?" Raka membuka pintu, hanya memakai celana tanpa baju. Menampakkan tubuhnya yang aduhai.
"Tuan, anda tahu kan kalau saya tidak bisa menggendong wanita itu. Saya tidak kuat." Wajah Beni memelas.
Raka memperhatikan keseluruhan tubuh asistennya yang kelainan itu. Sangat mustahil, jika lelaki bertubuh sekekar Beni tak bisa menggendong Ningrum, wanita bertubuh biasa saja itu.
Dalam tarikan nafas yang berat, Raka pun terpaksa harus menggendong tubuh wanita itu dan membawanya ke sofa, tapi Beni menghadangnya.
"Jangan tuan, biarkan saya yang tidur di sofa. Ijinkan dia tidur di kamar saya malam ini."
"Kamu ini." Raka menautkan kedua alisnya dan berputar arah menuju kamar Beni.
"Dia pingsan apa tidur sih?" Raka menatap wajah wanita yang telah dia letakkan di atas ranjang.
Ningrum menggeliat, seperti ingin bangun. Raka sama sekali tidak kaget. Dia masih berdiri di sana, menunggu wanita itu sadar.
"Sudah sadar?" Tanya Raka dengan wajah yang dingin.
Ningrum tidak menghiraukan pertanyaan itu. Dia masih memegang kepalanya yang terasa sakit.
"Cepat bangun, dan tidur sana di sofa. Ini kamar asistenku!" Raka melipat kedua tangannya.
Ningrum menatap lelaki itu. Dia baru sadar, kalau Raka tidak memakai baju. Pikiran wanita itu mulai menafsirkan hal yang tidak-tidak. Dia menggeleng dan menutup dadanya dengan kedua tangan. Semakin mundur dengan takut, bahkan hampir menangis.
Raka tertawa dan menggeleng. Dia tahu maksud Ningrum itu.
"Kamu pikir aku akan menyentuhmu?"
"Pergi..." Ningrum pun menangis. Menunjuk pintu kamar.
"Heii, ini rumahku. Harusnya aku yang mengusirmu! Cepat keluar dari kamar ini. Beni butuh tempat tidur yang nyaman, karena dia harus bekerja keras."
Ningrum mengangkat bantal lalu melemparkannya tepat mengenai wajah Raka.
"Kurang ajar!" Raka mendekati Ningrum dan menarik paksa wanita itu agar keluar.
"Lepasin!!! Kamu mau apa?" Ningrum memberontak.
"Aku tidak sudi menyentuh wanita seperti dirimu! Apa kamu tidak mendengar perintahku tadi??" Raka semakin geram, menarik paksa tangan Ningrum agar keluar.
Ketika sampai di pintu, Ningrum menahan tubuhnya yang ditarik itu pada bingkai kayu pintu. Raka semakin kesal, dengan satu gerakkan saja tubuh Ningrum sudah digendongnya.
"Tidak!!" Ningrum memberontak, memukul dada lelaki itu.
"Beni awas!!" Ucap Raka dengan nada tinggi. Membuat Beni tersentak dan langsung bangun.
"Aaaahhh..." keluh Ningrum saat tubuhnya dibanting kasar di atas sofa.
"Dengar, aku tidak akan menyentuh tubuhmu!" jari telunjuknya diarahkan pada Ningrum dengan tatapan yang sangat menyeramkan.
Beni menatap bingung majikannya yang sudah pergi.
"Kamu nggak apa-apa kan?" tanya Beni.
Ningrum menggeleng, sebagai jawabannya.
"Tidur di sini aja?" tanya Beni lagi.
"Iya."
"Ya sudah selamat malam ya." Beni pun pergi menuju kamar tidurnya.
Ningrum menatap sekelilingnya yang masih terang. Wanita itu bangun mencari saklar, untuk mematikan lampu ruangan. Dia tidak akan bisa tidur kalau keadaan ruangan terang.
Dengan entengnya Ningrum mematikan lampu ruangan di sana. Kemudian dia kembali menuju sofa tadi dan memilih berbaring.
Keadaan mulai sepi. Dia teringat kalau dia belum masak untuk makan malam ini. Perutnya juga sudah berbunyi.
"Apa aku dimarahi karena belum masak?" tebaknya.
Ningrum kembali bangun dan menyalakan lampu. Dia masih memutarkan kepalanya mencari di mana dapur. Dia kembali mengingat jalan yang dilalui Beni, saat Raka meminta kopi.
Di dapur, Ningrum bingung harus berbuat apa. Di dalam kulkas, tidak ada persediaan sayur atau apa saja untuk dimasak. Hanya ada makanan instan dan beberapa minuman, yang tidak terlalu dia ketahui. Ningrum mulai membuka satu persatu laci dan lemari di sana. Sama sekali tidak ada persediaan makanan.
Wanita itu bingung. Peralatan dapurnya sangat lengkap tapi, jangankan sayuran, sejak tadi saja Ningrum tidak mendapat garam atau bumbu dapur lainnya.
Merasa tidak puas, Ningrum kembali mengobrak-abrik dapur itu. Menghasilkan suara yang cukup berisik.
Beni sudah tertidur nyenyak. Orang itu kalau sudah mendengkur, tidak akan sadar lagi, sekalipun ada orang berteriak di sebelahnya.
Berbeda dengan Raka yang memiliki pendengaran yang tajam. Dia paling tidak suka ada kebisingan ketika tidur. Sekecil apapun bunyinya, akan mengganggu tidurnya.
Raka membuka matanya, dan bangun. Pendengarannya semakin dipertajam. Suara berisik itu masih saja terdengar.
Perlahan Raka turun dari ranjangnya dan berjalan keluar, siap menumpahkan amarahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Bos pendik
like like like
2020-12-31
0
Yours Bee
Beni baik ternyata
2020-12-17
0
muhammad wildan firdaus
minggato ae rum
2020-11-27
1