Kejahatan demi Kebaikan

...BAB 19...

...「Kejahatan demi Kebaikan」...

"Axel, apa yang telah kamu lakukan?!" tanya Elise sekali lagi dengan membentak.

"..."

Dihadapan Elise adalah Axel yang memegang sebuah sabit besar yang tajam dan berlumuran darah.

"Ha…" 

"Ha?" tanya Elise.

"Haha… Hahahaha... Hahahahah..." Axel tertawa.

Perasaan apa ini? Sangat aneh, rasanya seperti terkhianati, takut, dan marah.

Axel menuangkan semacam cairan kepada mayat ibunya yang sudah hancur, dan memantik api padanya.

Terbakar.

"Kamu… kenapa membunuh ibumu?"

Elise sudah mulai terbiasa melihat kematian orang, kekejaman dunia, dia hanya perlu kembali ke masa lalu dan membenarkan apa yang salah.

"Karena dia ini ibu yang bodoh." jawab Axel.

"Apa yang membuatmu berpikir kalau Mia itu bodoh? Apa hanya karena dia bodoh kamu membunuhnya? Bukankah yang bodoh itu dirimu?"

Mata Elise melotot kepada Axel, menatapnya dengan kemarahan.

"Dia ini yaa, tidak memperbolehkanku untuk pergi ke dalam mangkuk, padahal aku memiliki tujuan yang baik, tapi dia malah menghalangiku."

"Hal yang baik? Jika kamu sampai membunuh ibumu, apa menurutmu itu pantas dikatakan hal yang baik?"

"Dasar, memangnya kamu tidak takut mati apa?! Padahal kamu sudah melihatku membunuh ibuku sendiri."

Elise memang takut kepada kematian, karena itu yang membuatnya menjadi manusia, tapi yang ditakutkan Elise bukanlah kematiannya, namun kematian orang lain.

"Memangnya apa yang kamu maksud hal yang baik?!"

"Aku ingin menghidupkan ayahku yang sudah tiada, tapi dia tidak pernah memperbolehkanku untuk melakukannya."

"Sampai segitunya… memangnya kamu tidak punya perasaan apa?!" bentak Elise.

Elise ingin mencoba memahami pemikiran Axel, tapi itu sudah diluar kemampuannya untuk memahami seorang psikopat.

"Kamu sendiri, kenapa kamu tidak pergi kedalam mangkuk? Tiba-tiba saja berubah pikiran."

Takdir mengatakan kalau Axel akan meminta tolong Elise dan Viel untuk menanyakan pertanyaannya kepada Harper, tapi kali ini itu tidak terjadi karena Elise berubah pikiran untuk tidak pergi kedalam mangkuk dan malah pergi ke kerajaan.

"Itu… karena Harper membutuhkan sebuah wadah, dan karena aku juga sudah berjanji kepadanya."

"Harper? Kira-kira, siapa yang kamu maksud?"

"Dia adalah makhluk pengetahuan, aku sudah pernah bertemu dengannya, makanya aku tidak perlu pergi kedalam lagi."

Bagaimana bisa? Wajah Axel menunjukan pertanyaan seperti itu.

"Aku tidak peduli lagi, memangnya apa yang bisa kamu lakukan lagi? Lagipula, ini memang waktunya kamu mati."

Elise tidak takut dibunuh oleh Axel, tapi wajahnya cukup mengerikan untuk membuat Elise mundur.

"Hei, kamu takut kan? Ini akan sakit kok, tapi kamu tidak akan mengeluarkan suara sedikit pun, jadi itu tidak apa."

"Aku sama sekali tidak takut mati, dan juga, sepertinya aku tidak bisa bertahan di waktu ini lagi."

"Hah?"

"PUTAR ULANG-"

Elise memutar ulang waktu hanya dengan memikirkannya dalam hati kali ini.

...×××...

Elise berada pada malam hari, dimana dia akan tidur bersama dengan Viel, tapi saat ini, Elise langsung bergegas ke tempat Mia dan Axel berada.

"Viel, kita harus pergi ke sebuah tempat."

"Enghh, apa ada sesuatu?"

Viel saat ini sedang tidur, dia dibangunkan oleh Elise.

"Mia berada dalam bahaya, aku barusan kembali dari masa depan."

"Eh? Oh, baiklah jika begitu."

Viel menurut kepada Elise, dia sungguh-sungguh percaya kepadanya.

Elise mengetuk pintu rumah Mia, mencoba mengintip dari celah pintu.

"Siapa diluar?" tanya Mia.

"Ini kami, Elise dan Juliet." jawab Elise.

Mia membuka pintu, bingung karena mereka tidak tidur, malah pergi kerumahnya, yang lebih mengherankan lagi adalah bagaimana bisa mereka tahu rumahnya. 

"Uhmm, silahkan masuk, kurasa." ucap Mia.

"Terima kasih."

Rumahnya cukup sederhana, seperti rumah-rumah yang ada di desa. Elise melihat foto yang dipajang di dinding, itu adalah foto keluarga mereka yang dulu, saat Axel masih kecil dan ayahnya yang masih hidup.

Mia menyuguhkan dua cangkir teh kepada mereka, di saat seperti ini, sudah saatnya mulai Mia bertanya.

"Ada apa? Apa kalian tidak bisa tidur?" 

"Anu, aku ingin bertanya, dimana Axel sekarang?"

"Axel… dia sedang entah dimana sekarang, dia memang sudah biasa kembali ke rumah malam hari."

"Eli~se, Apa perlu kuca~ri dia?"

Juliet dapat mencari Axel bersama dengan Bishop, Bishop seharusnya masih mengingat bau Axel saat mandi di telaga.

"Hmm, mungkin sebaiknya begitu."

"Eh? Apa kamu akan mencarinya?" tanya Mia.

"Itu be~nar, ini tidak akan la~ma." jawab Juliet.

Juliet tidak meminum teh yang disuguhkan sedikit pun, dia langsung pergi begitu saja.

"Ehm, apa ada sesuatu dengan Axel?" tanya Mia.

"Hmm, begini, aku ingin menanyakan beberapa hal tentang Axel."

"Oh, jadi itu alasannya kamu datang kepadaku ya? Itu memanglah keputusan yang tepat ya."

Elise meminum teh yang disuguhkan, tidak memberi komentar satu pun pada teh itu.

"Setahuku, Axel ingin pergi kedalam mangkuk untuk menghidupkan ayahnya? Aku ingin tahu soal hubungannya dengan ayahnya."

"..."

Mia tidak berbicara, tidak ada suara yang terdengar dari mulutnya.

"Mia…?"

"Ah, maafkan aku, aku tidak bisa menceritakannya kepada anak muda sepertimu."

"O-oh?"

Mia tidak merasa nyaman membicarakan soal suaminya, kemungkinan kalau hal buruk telah menimpanya, namun Elise tidak bisa membiarkan ini begitu saja, dia harus bisa mendamaikan hubungan keluarganya agar kesadisan itu tidak terjadi.

"Aku juga minta maaf, karena aku perlu mengetahuinya. Tolonglah." pinta Elise.

"Tidak bisa, kamu masih terlalu muda untuk mengetahui cerita seperti ini, lebih baik kamu kembali ke kamarmu dan tidur."

"Tidak bisa, sekalipun tubuhku ini sedikit lebih kecil, aku ini sudah berumur 18 tahun."

Elise tetap memaksa untuk bertanya kepada Mia, dia harus tahu.

"..."

Mia ragu untuk menceritakan soal suaminya kepada Elise, tatapannya mengarah ke bawah, ke dalam jurang kesedihan.

"Ma-afkan aku, a-aku tetap tidak bisa mengatakannya kepadamu."

Mia menangis selagi berbicara, Elise merasa bersalah karena telah memaksanya untuk membuka mulut.

"Kamu tidak apa-apa? Aku, aku minta maaf karena telah memaksamu ya."

Elise datang ke sisi Mia, memegang punggungnya dan meminta maaf.

Mia memeluk Elise sampai menangis, hati Elise tergerakan oleh kesedihan Mia.

"Mia…" ucap Elise.

"Axel…" 

"Dia membunuh ayahnya sendiri dengan sangat kejam, dia melakukannya karena kelaparan, dia memakan ayahnya. Dia menyesal atas perbuatannya dan ingin menghidupkan ayahnya lagi untuk meminta maaf. " lanjut Mia.

Mia menangis tersedu-sedu, Elise memeluk Mia untuk menenangkannya.

Axel ingin menghidupkan ayahnya yang telah dia bunuh dengan tangannya sendiri, Mia bilang kalau dia menyesali perbuatannya, tapi kenyataan yang dilihat Elise tidak seperti itu, Axel telah membunuh ibunya dengan kejam.

"Aku turut berduka."

Mia terus menangis dalam pelukan Elise, tangisan seorang ibu kepada anaknya.

...×××...

"Apa kamu sudah merasa lebih baik?" 

"Uhm, aku sudah merasa lebih baik, terima kasih."

Mia sudah menangis cukup lama di pelukannya, mungkin sekitar tiga jam lamanya.

"Eli~se!" panggil Juliet dari luar.

Mia takut jika anaknya melihat wajahnya saat ini, dia takut apa yang akan dilakukan anaknya jika dia melihat kondisi ibunya saat ini.

Elise mendekati pintu, tangannya perlahan-lahan menyentuh gagang pintu bundar, memutarnya, lalu-

"Juliet? Apa yang terjadi?"

Juliet saat ini dalam kondisi yang kurang baik, tubuhnya penuh luka, tapi bukanlah luka yang fatal. 

Disampingnya adalah Axel yang dalam kondisi yang jauh lebih buruk dari Juliet.

"Bu~kan apa-apa, bocah ini sangat mere~potkan."

"Axel! Apa yang telah kamu lakukan padanya?!"

Mia panik melihat Axel yang terluka, mendatanginya.

"Di~a yang mulai menye~rangku, tentu saja semua~nya berakhir dengan sebuah pertaru~ngan. Meski begitu, aku sudah cukup mena~han diri un~tuknya."

Elise hanya terkejut dengan apa yang dilihatnya, Elise percaya kepada Juliet. Axel menyerangnya duluan, sudah jelas kalau bukan Juliet yang salah, itu karena Juliet sudah menahan diri untuk melawannya. Jika Juliet benar-benar ingin melawannya, pasti dia sudah mati.

"Kalian! Sebenarnya apa tujuan kalian hah?!" Mia berteriak.

Orang-orang desa yang terbangun oleh teriakan Mia keluar dari rumahnya, mendatangi mereka.

Elise dan Juliet tidak bisa berada di tempat itu lebih lama lagi, atau mereka akan mendapatkan masalah besar.

"Bishop! Kita pergi dari sini." ucap Viel.

Bishop muncul dari tanah, Viel membawa Elise dan pergi meninggalkan desa.

Semua penduduk desa hanya menatap kepergian mereka dengan tatapan marah dan jijik, seperti mengatakan kalau mereka adalah orang yang tidak tahu diri.

Dan yang dilihat Elise saat ini adalah Otis, pastor yang memuja dewi Sphinx.

"Sang Dewi Sphinx akan memberikan hukuman ilahi kepada kalian!!!" teriak pastor Otis.

...×××...

"Eli~se tidak mu~ngkin berbo~hong, aku akan meme~nuhi harapan~nya." ucap Viel. 

Viel sedang dalam pencarian untuk mencari Axel, bocah itu tidak seperti apa yang dipikirkan oleh Viel.

"Ada apa Bishop? Apa ka~mu menci~um bau yang an~eh?"

Bishop mencium bau darah Axel, tapi masih ada satu hal lagi yang dicium oleh Bishop, itu adalah bau besi karatan.

"Be~si? Kalau begitu, kita pergi ke situ, dia pasti sedang mela~kukan sesuatu."

Vie melihat cahaya lentera dari sebuah gua kecil, Viel menyuruh Bishop untuk menggunakan mode tanpa suara.

"Apa yang tengah dilakukannya? Apa dia sedang mengasah sesuatu?" pikir Viel dalam hati.

Viel mencoba melihat lebih dekat, namun dia tidak bisa melakukannya tanpa mendekat, tapi jika dia mendekat, kemungkinan dia akan ketahuan juga lebih tinggi.

"Aghh, aku ini b€go apa?! Aku disini untuk membawanya kembali, bukannya malah memata-matainya!"

Viel berteriak kepada dirinya sendiri, menyadari kalau pemikirannya sudah melenceng dari tujuannya, lalu Axel terkejut dan mengatakan "Siapa disana?!" selagi memegang sabit besar di tangan kanannya.

"Dasar bocah! Cepat kembali kepada ibumu!"

"Juliet…? Apa yang kamu lakukan disini? Bagaimana bisa kamu ada disini? Kenapa kamu datang kesini? Tidak. Tidak. Tidak. Ini tidak seharusnya terjadi, ini tidak masuk akal."

Axel mulai menggila terhadap kedatangan Viel. Cara bicara Viel pun sudah memasuki mode serius.

"Berisik! Lebih baik kau ikut denganku! dasar psikopat!"

"Memangnya kau tau dari mana?" (Bold) ucap Axel dengan suara berat.

"Jangan sok jadi bocah, beruntungnya aku tidak akan membunuhmu, lebih baik kau bersyukur karena masih bisa hidup lebih lama."

"Bersyukur? Padahal lebih baik jika semua orang mati."

Itu adalah kalimat yang mungkin akan diucapkan oleh Viel sebelum dia bertemu dengan Elise, gadis yang telah mengubah pandangannya terhadap dunia, penyelamatnya.

"Lalu kenapa kau ingin menghidupkan ayahmu? Memangnya kau sebodoh itu apa?!"

"Ayahku… bagaimana bisa kamu tau soal itu?" 

"Temanku, Elise yang memberi tahunya, dia mengetahuinya."

"Ibuku… dia pasti yang memberi tahunya."

Bagaimana caranya Elise mengetahuinya tidak dijelaskan oleh Viel, lagipula, Axel tidak bertanya bagaimana dia bisa tahu, Axel hanya berasumsi kalau Elise mengetahuinya dari Mia.

"Kau ini, ingin menghidupkan ayahmu, namun juga ingin membunuh ibumu, kau memang sudah gila ya."

"Eh?" Axel kebingungan.

"Hmph, biar kutebak, kau juga telah melakukan hal yang sama kepada ayahmu, lalu karena kau menyesal, kau ingin menghidupkannya lagi, percuma saja kau melakukan itu,  kau hanya akan menambah penyesalanmu."

"Hal yang sama… apa maksudnya?"

Viel tidak sengaja mengatakan sesuatu yang dapat membocorkan rahasia tentang kekuatan Elise, Viel mengatakan "Dasar mulut bodoh" dalam pikirannya berulang-ulang.

"Hmph, jika kau tidak mau kembali kepada ibumu, aku akan memaksamu."

"Tidak akan kubiarkan…"

"Hmm?"

Axel mencoba untuk menyerang Viel dengan sabit besarnya, tapi Viel menghindari serangannya dengan mudah.

"Tidak akan kubiarkan. Tidak akan kubiarkan. Tidak akan kubiarkan. Tidak akan kubiarkan."

Setiap kali dia menyerang Viel, Axel menuturkan kalimat yang sama, dan setiap kali serangannya dihindarkan oleh Viel, dia menyerang sekali lagi.

"Tidak akan kubiarkan. Tidak akan kubiarkan. Tidak akan kubiarkan. Tidak akan kubiarkan."

"Lebih baik kau menyerah saja, kau terlalu payah untuk melukaiku."

Axel tidak berhenti menyerangnya meski Viel sudah berkata demikian, dia pantang menyerah untuk membenarkan apa yang menurutnya salah.

Axel tidak menyerah sama sekali sejak satu jam lalu, Viel jadi merasa kasihan, betapa menyedihkannya bocah ini, pikir Viel.

"Axel! Sudah cukup!" bentak Viel.

Viel menangkap tangan kanannya yang memegang sabit besar itu. Lalu, Viel memanggil seekor ular iblis untuk melilitkannya di batang pohon.

"Dasar, jika ayahmu sudah mati, yah sudahlah, kau pikir dia bisa dihidupkan begitu saja?! Meski kau tau cara menghidupkannya kembali, memangnya kau bisa melakukannya apa?!"

"Ugh…"

"BERHENTILAH MENJADI ANAK CENGENG, BOCAH!!!"

Viel sudah kehabisan kesabaran untuk mengurusi seorang bocah yang tidak pernah berpikir dewasa selama satu jam, Viel terpaksa menggunakan cara yang kasar.

"Tolong maafkan aku ibu... aku, aku tidak tahu apa lagi yang harus kulakukan." ucap Axel selagi dia mengeluarkan air mata.

"Sudah kubilang untuk tidak menjadi anak yang cengeng, kau malah menangis. Menyebalkan sekali…"

"Memangnya kenapa?! Aku sama sekali tidak mengerti apa-apa saat itu! Aku kelaparan, aku terpaksa memakannya."

Ayah Axel tewas saat Axel masih kecil, mungkin maksudnya, Axel membunuh ayahnya saat dia masih kecil, dia tidak tahu apa-apa soal penyesalan saat itu, dan sekarang dia telah dihantui oleh penyesalan masa lalunya.

"Memakan? Apa maksudmu memakan?"

"Aku… aku, aku memakan ayahku sendiri."

Mata Viel membelalak terhadap jawabannya. Rasanya seperti sebuah takdir Axel bertemu dengan Viel. 

"Tidak masuk akal…"

"..."

Anak-anak Viel adalah hewan-hewan iblis, Viel memberinya makan manusia agar mereka tidak kelaparan, dan dihadapannya adalah seorang bocah manusia yang memakan sesama manusia.

"Cih, lepaskan saja dia."

Ular yang tadinya melilit Axel, melonggar dan melata di tanah, menghilang ke dalam hutan yang gelap.

"Kalau begitu, minta maaf lah kepada ayah dan ibumu atas apa yang telah kau lakukan, dan atas apa yang akan kau lakukan kepada ibumu nanti. Cintailah mereka, meskipun ayahmu sudah tiada, aku yakin kalau ayahmu tetap mencintaimu, begitu juga dengan ibumu."

"Kenapa tiba-tiba kamu berkata begitu?"

"Aku tidak yakin kenapa, tapi aku yakin jika Elise memiliki ingatannya akan orang tuanya, dia akan mengatakan hal demikian."

"Mana mungkin aku sanggup melakukannya."

Sulit rasanya, meminta maaf karena telah membunuh, meminta maaf karena ingin membunuh orang tuanya sendiri, itu gila, pikir Axel.

"Jika tidak, aku yang akan membunuh mereka." ucap Viel dengan tatapan yang sangat mengerikan, lebih mengerikan dari tatapan psikopat Axel.

"Eh…?"

"Namaku Viel von Finsil, aku adalah ibu dari segala hewan iblis, makhluk pembawa neraka."

Axel terkejut, dia bergemetar hebat ketika mendengar nama itu.

"Bishop, kita kembali ke desa." perintah Viel.

"Ah, eh? Apa-a, i-itu…"

Bishop menarik baju Axel dengan taringnya, membawanya seperti induk kucing yang memindahkan anaknya yang baru lahir.

...×××...

Elise dan Viel sudah kabur dari desa, diantara pohon, mereka duduk di tempat gelap nan dingin bersama Bishop, harimau vampirnya.

"Viel… apa yang telah terjadi?" tanya Elise.

"Tanpa orang jahat, maka tidak akan ada orang yang baik. Maaf, karena aku harus menjadi orang jahat itu agar ada yang menjadi orang yang baik." ucap Viel.

"Eh?"

"..."

Elise tidak terlalu memahaminya, tapi dia yakin kalau Viel telah melakukan hal yang benar.

"Begitu… baiklah kalau begitu. Aku percaya kalau Viel tidak akan melakukan hal yang buruk."

"Hmm..."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!