...BAB 6...
...「Kota Malefic dan Idealisme....
...Elizabeth」pt.1...
"Ugh..."
"Apa yang telah terjadi?"
Terbangun dari tidurnya melihat neraka kecil di sekitarnya disertai matahari yang baru saja terbit, dia sangat terkejut, saking terkejutnya dia meminta tolong.
Tapi tidak ada siapa-siapa. Semuanya sudah mati.
"Ti-tidak."
"Siapapun itu! Jika kalian masih hidup! Jawablah aku!"
"Kenapa. Kenapa. Kenapa. Kenapa. Kenapa. Kenapa. Kenapa. Kenapa. Kenapa. Kenapa"
"Kenapa!!"
Mendekap kedua kepalanya dengan tangan kotor berdarahnya, suaranya habis karena dia tidak bisa menahan pemandangan neraka ini.
"Aku sama sekali tidak paham!"
Elise mulai menyadari kesalahannya. Kesalahan yang fatal dan dapat semua orang sadari.
"Sebenarnya kenapa aku melakukan ini?"
"Sebenarnya aku ini siapa? Aku ini apa? Kenapa aku punya kekuatan seperti ini?!"
Dia sangat ingin tahu siapa dirinya, siapa orang tuanya, kenapa dia bisa ada di kandang kuda, dan terpenting adalah bagaimana dia bisa memiliki kekuatan seperti itu. Apa itu adalah berkat? Atau mungkinkah sebuah kutukan?
Banyak hal terjadi dengan cepat namun terasa lambat. Cerita yang ditulisnya sangatlah sedikit, namun sangatlah lama baginya untuk dilalui seperti itu. Bagaikan disiksa oleh waktu yang berulang. Takdir mengerikan orang lain. Dia sangat mempedulikannya, meski itu bukanlah satu dari urusannya. Dia tidak bisa menerima kenyataan yang diutarkan oleh Barit. Dia ingin membuktikan bahwa idealismenya dapat terwujud. Dia akan mengatakan bahwa Barit itu salah.
"Aku harus meminta bantuan Lylith. Dia seharusnya bisa memberitahuku sesuatu."
"PUTAR ULANG-"
Sesaat semuanya bergerak mundur segalanya mundur dengan sangat cepat.
"Aku harus berbicara dengan Lylith, mungkin saja dia tahu apa yang bisa kulakukan."
Pecahan cahaya kecil dan dalam jumlah sangat banyak, dia melihat keindahan itu lagi. Keindahan pertamanya di dunia asing itu. Saat matahari terbenam, mereka menghilang dengan sangat cepat. Para penduduk mati dan berekspresi kaku itu mulai terlihat di mata Elise.
"Lylith!"
"……"
"Eh? Ada apa?"
"Siapa kamu? Kamu mengetahui nama panggilanku? Tapi bagaimana caranya?"
Suara wanita lembut yang tidak cocok di wajah pucat pasi bagaikan hantu, wajah kaku dan ekspresi yang dipaksakan.
"Maaf, kami hanya punya air biasa, kami juga tidak memiliki apapun untukmu makan, sayangnya."
"Itu tak apa, ngomong-ngomong namaku ini Elizabeth, atau disingkat menjadi Elise."
Memperkenalkan dirinya kepada Lylith, bukanlah hal yang pertama kali dia lakukan. Rasanya agak aneh memperkenalkan dirinya pada orang yang sama lagi, pikir Elise.
"Rambut hitam nan halusmu, mata oranye mu itu, aku tidak pernah melihat orang seperti itu."
"Yah, kurasa tidak juga."
"Jika kamu mengetahui pasal kami, sepertinya aku tidak perlu memberitahu kondisi kami ya."
"Iya, tentu saja. Aku punya banyak pertanyaan untukmu, namun aku tidak tahu jika aku bisa menjawab pertanyaanmu nanti, soalnya aku sendiri tidak tahu banyak tentang dunia luar."
Elise tahu bahwa Lylith ingin mengajukan pertanyaan, namun Elise tidak ingin repot-repot menjawab hal yang sama lagi.
"Begitu. Silahkan tanyakan apapun, kami akan menjawabnya sebisa kami."
"Bisa ceritakan soal Kota Malefic?"
"Ah."
Lylith menutup mata, menyiapkan apa yang akan dikatakannya, wajahnya sedikit cemberut, namun masih dia paksakan untuk tersenyum sedikit. Kelihatannya bibirnya berada pada garis horizontal, memberikan kesan wajah yang aneh.
"Ceritanya dimulai lama sekali, sekitar 40 tahun lamanya."
"Hmm..."
"Kota ini adalah kota yang sangat damai saat itu. Kami sangat jarang, sangat jarang berinteraksi dengan orang luar. Jadinya kami tidak tahu banyak soal dunia luar kota kami. Namun jika soal kota kami, kamilah yang paling tahu. Kota ini dikutuk oleh penyihir bernama Viel. Dia mempunyai julukan "Sang Pembawa Makhluk Neraka" dia mengendalikan banyak monster yang sangat mengerikan. Terutama cacing-cacing menjijikannya."
Mengatakan kata cacing-cacingnya, ekspresi Lylith menjadi sakit.
"Kamu tak apa?" Tanya Elise.
"Ahh, maafkan aku, tidak perlu khawatir, asal kami dapat membantumu, kami merasa lega."
"Begitu."
Dengan wajah yang masih agak khawatir, Elise mendesah, kemudian Lylith melanjutkan ceritanya.
...×××...
"Ibu Lylith!"
Memanggil dari jauh sambil melambaikan tangan, anak itu mendekati ibunya.
Tubuh pendeknya, bocah itu memeluk Lylith saat masih hidup.
"Ibu! Ibu! Aku akan membantu ibu masak malam ini!"
"Ah, betapa manisnya kamu ya Renard, tentu saja, kamu boleh membantu ibu memasak ya, tapi apa kamu bisa mencari kacang di hutan? Jangan terlalu jauh juga carinya ya."
"Baik ibu!"
Pergilah Renard ke dalam hutan, anak yang sangat berbakti pikir Lylith.
"Anak yang sangat baik ya, aku kasih dia hadiah saja saat balik nanti."
Tertawa cekikikan Lylith memikirkan apa yang ingin diberikannya, dan juga kira-kira apa ya reaksinya.
"Anak-anak, apa kalian sudah mengerjakan tugas kalian di gereja?"
Melihat kedalam gereja, anak-anak yatim yang baru saja selesai membersihkan gereja itu datang kepada Lylith. Jumlah anak-anak itu ada sekitar 11 anak. Dari umur yang bervariasi, ada yang 11 tahun juga ada yang masih 7 tahun sebagai yang paling muda disitu.
"Kami sudah selesai membersihkan tugasnya bu." Kata salah satu gadis cilik itu.
"Begitukah? Baguslah kalo gitu, nanti kita akan makan malam bersama, tapi sekarang Renard sedang keluar mencari kacang."
"Renard pergi kedalam hutan?"
Gadis kecil yang sama itu bertanya pada Lylith, memastikan apa Renard pergi kedalam hutan.
"Itu benar, tenang saja, dia akan baik-baik saja kok. Lagipula ibu sudah melarangnya untuk pergi terlalu dalam hutan."
"Begitu, kalau begitu ayo ibu, berceritalah kepada kami."
Bocah yang lain berkata demikian, meminta ibunya membacakan sebuah cerita. Cerita apa ya pikir Lylith.
"Hmm, benar juga ya, jika kamu mau ibu bercerita, kira-kira kamu mau cerita yang mana?"
"Aku mau cerita soal legenda pahlawan."
"Tapi, itukan sudah berkali-kali, apa tidak ada yang lain yang mau kamu dengar? Masih banyak cerita bagus selain itu lho."
Lylith tertawa sedikit, melihat anaknya ingin mendengar cerita yang sudah diceritakan berulang-ulang. Tapi, pikir Lylith dalam hati, jika anak bocah itu ingin menjadi seorang pahlawan.
"Kalau begitu, aku mau cerita soal ibu saja."
"Ehhh? Umm, yah baiklah kalau begitu."
Memiringkan kepalanya, Lylith tidak menyangka anak itu akan berkata demikian. Menceritakan soal dirinya sendiri memang akan mudah, juga Lylith memang tidak pernah cerita banyak soal dirinya.
Semua anak-anak berkumpul, Lylith duduk di bangku didepan mereka semua agar dapat melihat ibunya dengan lebih jelas. Siang menjelang sore itu, ibu angkat mereka mulai bercerita.
"Ibu kalian ini, sejak dulu memiliki sebuah mimpi lho."
"Mimpi?"
"Benar, mimpi ibu itu untuk terbang di langit yang sangat luas. Seperti seekor burung atau naga."
"Woah." Kata semua anak-anak itu.
"Ibu memang berharap bisa seperti itu, namun sepertinya ibu akan menyerahkan mimpi itu pada orang lain saja."
"Orang lain?"
"Ah, kalian pasti kurang paham maksud ibu, maksudnya ibu akan memberikan harapan ibu kepada orang lain, kemudian orang lain itu yang akan mewujudkannya untuk ibu. Jadinya ibu tidak perlu pergi ke langit, tapi orang yang ibu berikan mimpi ibu kalian ini."
"Tapi, kenapa? Ibu akan memberikan harapan ibu pada siapa?"
"Hmm, itu karena ibu sudah mempunyai mimpi lain ya. Mimpi itu adalah agar kalian bisa menjadi orang yang baik sesaat kalian sudah menjadi semakin dewasa."
"Orang yang baik?"
"Itu benar, kalian harus menjadi orang yang baik untuk mewujudkan mimpi ibu kalian ini ya."
"A-Aku berjanji untuk menjadi orang yang baik nanti dewasa!"
"Ahh, betapa senangnya ibu mendengar hal itu."
"Aku juga!"
"Benar, kami akan mewujudkan harapan ibu."
Anak-anak itu mulai menyatakan janji itu kepada ibu mereka. Hal itu membuat Lylith tersenyum bahagia.
"Baguslah, kalian memang anak-anak ibu yang baik."
"Tapi, soal mimpi ibu buat terbang itu, akan diberikan sama siapa?"
Gadis kecil itu bertanya hal demikian. Itu adalah pertanyaan yang belum dijawab oleh Lylith.
"Soal itu, ibumu belum tahu akan memberikannya kepada siapa ya, namun itu tidak terlalu penting lagi, jika ada seseorang yang ingin mewujudkannya untuk ibu, mungkin ibu akan memberikannya kepada orang itu. Yah, tidak perlu terlalu dipikirkan ya, jika kalian selalu menepati janji kalian, itu sudah cukup untuk ibu."
Malam hari telah tiba, namun Renard masih belum kembali juga dari kepergiannya, membuat semua orang termasuk Lylith sangat khawatir.
"Ibu! Ada banyak cacing diluar!"
"Jangan mendekati jendela!"
Mengambil anak itu, memasukannya lebih dalam, kedalam gereja. Lylith punya firasat yang sangat buruk soal cacing-cacing itu. Mereka ada dimana-mana, seperti invasi cacing dikotanya. Dan setelah Lylith mengantar anak tadi, Lylith melihat orang asing.
"I-Ibu."
Mulutnya bergerak seakan mengatakan hal tersebut. Tidak, dia memang berkata demikian. Anak yang berada di tanah, dikerumuni cacing, merangkak menuju jendela gereja.
Renard mengatakannya dengan penuh rasa sakit namun ia tidak dapat berteriak karena cacing-cacing yang menggerogoti tenggorokannya. Tubuhnya yang bolong-bolong, keluar-masuk cacing dari tubuhnya dapat membuat semua orang berlari ketakutan. Mengerikan sekali, namun Lylith tidak berpikir panjang untuk pergi keluar dan mengambil anak yang malang itu. Memeluknya, meskipun tahu bahwa cacing-cacing itu akan memakannya juga.
"fuu~ fuu~ kasihan sekali ya~"
Didepannya ada seorang gadis kecil yang hanya menggunakan pakaian dalam. Rambut yang panjang dan acak-acakan, wajah yang seperti orang belum tidur selama berminggu-minggu, dia sungguh mengerikan dan menyedihkan disaat yang sama.
"Kenapa? Apa kamu yang melakukan ini?"
"fuu~ fuu~ Itu benar, akulah sang pembawa makhluk neraka, namaku Viel."
"Kenapa kamu melakukan ini? Dan juga Finsil bukannya nama kerajaan? Bagaimana bisa kamu ada disini?"
"fuu~ fuu~ aku memang orang kerajaan, tapi jangan samakan aku dengan sampah seperti mereka, dan juga aku melakukan ini karena anak-anakku sedang kelaparan fuu~ fuu~"
"Anak-anak? Mereka hanyalah cacing yang memakan manusia!"
Lylith mulai memanas, dia tidak dapat menahan amarahnya saat melihat seseorang telah membunuh salah satu anaknya dengan cara yang sangat mengerikan, dan alasannya karena menganggap bahwa cacing menjijikan itu anaknya yang sedang kelaparan membuat Lylith semakin marah dan sedih secara bersamaan.
"Kenapa memangnya? Bukanya memberi makan anak-anaknya itu tugas seorang ibu? Lagipula rasanya menyenangkan melihat sampah sepertimu mati perlahan fuu~ fuu~"
"Memangnya itu harus?!"
"fuu~ fuu~ Aku mengataskan kebahagiaan anak-anakku dan kebahagian diriku lebih dari apapun, lagi pula semua orang juga akan melakukan segalanya untuk mencapai kesenangan seperti ini kan?"
Kesimpulan hedonis yang diutarkannya. Tidak ada satupun orang didunia ini kecuali dirinya, sang pembawa makhluk neraka, yang memiliki kesimpulan seperti itu.
"Baiklah anak-anakku tercinta, kalian tidak boleh bermain-main bersama makanan kalian, juga aku tidak boleh berbicara pada makanan ya fuu~ fuu~"
...×××...
"Aku tidak perlu menceritakan kelanjutannya kan? Dan juga nama lengkapnya adalah Viel von Finsil."
"Eh, iya, aku bisa menebak apa yang terjadi."
Jawab Elizabeth dengan wajah yang ngeri, dia tidak ingin tahu rasanya mati dengan cara itu, memikirkannya saja tidak mau.
"Baiklah, jadi apa lagi yang ingin kamu ketahui?"
Lylith langsung menanyakan Elise apa ada pertanyaan lagi, agar dia tidak terlalu memikirkannya, juga Lylith sepertinya sangat enggan saat dia menceritakannya, jadi menurut Elise, lebih baik jika dia langsung ke poin selanjutnya.
"Soal itu, aku ingin menanyakan sesuatu tentang kekuatanku, meski kamu mungkin tidak mengerti."
©Copyright by Yunus Sutanti.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Celeste
Diedit* (Sen, 28 Sep 2020, 23:37)
2020-09-29
1