.
.
"...Mereka mau mengambil non Alma, den." Bi Ani mengakhiri penjelasannya.
Faizan terdiam mencerna setiap penjelasan Bi Ani. Ia sudah menemukan jawaban atas kebingungannya karena sikap aneh istrinya.
"oke, bi. Terima kasih."
"iya, den. Bibi kedalam dulu." pamit Bi Ani yang diangguki Faizan.
Faizan akan menunggu Naya untuk bercerita sendiri. Ia masih enggan untuk perhatian terlebih dahulu pada Naya mengingat sikap istrinya itu yang kini balik mengacuhkannya.
Faizan menghela napas. Pernikahan macam apa ini? Bagaimana mungkin sepasang suami istri hidup bersama namun tidak akur. Tidak ada kontak sama sekali. Ia menggeleng mengingat kehidupan pernikahannya yang konyol.
Ini semua karena ulahnya sendiri yang selalu mengacuhkan Naya semenjak menikah, bahkan sebelum menikah. Sejujurnya ia rindu pada gadisnya itu. Perhatian Naya, kebawelan istrinya itu dan semua tingkah manjanya dulu saat mereka masih akur.
Namun, apalah daya. Kini semua telah berubah. Dan penyebabnya adalah dirinya sendiri. Rasakanlah itu Faizan. Nikmati saja hasil yang kau tanam jika kau tak ingin berubah dan menurunkan egomu.
.
.
Naya tengah menangis sesenggukan saat Faizan memasuki kamar mereka. Ya, mereka masih satu kamar dan tidur di kasur yang sama meski saling diam. Konyol sekali.
Naya berusaha menghapus air matanya saat menyadari keberadaan Faizan. Ia berusaha bersikap biasa saja. Meskipun ia masih sesenggukan.
"Kenapa, sih? Nangis-nangis nggak jelas, gitu." Faizan sengaja menyindir Naya.
"udah malam, tidur sana. Kayak anak kecil tau, nggak. Nangis nggak jelas..."
Sebenarnya ia hanya ingin memancing agar Naya bercerita padanya. Namun, sepertinya keadaan emosi istrinya itu sedang tidak stabil.
"diam. Aku nggak butuh ejekan kamu ya, mas. Lebih baik kamu diam. Kamu yang harusnya tidur. Jangan nyuruh aku." Jawab Naya ketus.
Ia kembali menangis tanpa menyembunyikannya lagi dari Faizan.
"kamu nggak ngerti, mas. Hiks.. Kamu nggak ngerti perasaan aku. Alma mau diambil sama keluarganya, aku sayang banget sama dia.. Hiks, Hiks.. Coba lah kamu ngertiin aku. Hiks, hiks. Jangan bikin aku makin terpuruk. Hiks.. Hikss.." Lirih Naya.
Faizam benar-benar tak tega melihat Naya lemah seperti ini. Hatinya ikut teriris melihat wanita yang ia cintai menangis.
Ia harus membuang egonya untuk saat ini. Ia pun mendekati Naya dan menarik kepala gadis itu kepelukannya. Ia mengelus kepala Naya yang masih tertup jilbab instan.
Naya tak menolak. Ia membiarkan saja apa yang Faizan lakukan padanya saat ini. Memang ini yang ia butuhkan.
"Sorry.." Gumam Faizan namun masih bjsa didengan Naya dengan jelas.
"Ikhlasin. Karena dia masih punya keluarga." Kata Faizan datar.
Naya kembali terisak mendengar penuturan Faizan. Benar yang dikatakan suaminya. Ia harus merelakan Alma untuk kembali kepada keluarganya.
Setalah Naya merasa tenang, mereka pun tidur karena sudah hampir larut.
Paginya, mereka turun bersama ke ruang makan untuk sarapan. Pagi ini Bi Ani yang memasak.
Naya menghampiri Alma yang sudah berada di salah satu kursi makan. Ia mengecup kening anak itu lama yang diperhatikan oleh Bi Ani dan Faizan. Bi Ani benar-benar iba melihat Naya.
Wanita paruh baya itu menyadari dan telah merasakan ketulusan dan kebaikan Naya. Ia maklum saja jika Naya tak mau jika Alma diambil keluarganya. Karena Naya menyayangi Alma.
Mereka sarapan dengan tenang. Selesai sarapan, Naya membawa Alma ke ruang keluarga dan duduk di sofa diikuti Faizan. Hari ini adalah hari Minggu, karena itu Faizan tak pergi bekerja.
Cukup lama kegugupan melanda keduanya. Hingga Naya menatap Faizan memberi isyarat agar suaminya itu yang berbicara.
"Ehemm,, Alma. Ayah mau ngomong sesuatu yang penting." ujar Faizan.
"iya, ayah." jawab bocah itu.
"Begini. Seandainya, kalau keluarga kandung Alma datang dan jemput Alma, apa Alma mau ikut sama mereka?" tanya Faizan hati-hati.
"keluarga kandung itu apa, yah?"
Faizan menatap Naya datar. Kemudian, Ia kembali beralih menatap Alma.
"Keluarga kandung itu, adalah keluarga asli. Maksud keluarga orang yang melahirkan kita."
Alma mengangguk. Ia paham sedikit apa yang dijelaskan Faizan. Karena memang ia termasuk anak yang cepat tanggap.
"Apa keluarga kandung Alma itu mau datang, yah?" tanya Alma
"Mm, iya sayang. Kemaren tante sama om nya Alma datang kesini mau jemput Alma." Kali ini Naya yang menjawab setelah diberi isyarat oleh Faizan.
"berarti Alma nggak tinggal sama bunda dan ayah lagu dong?"
Naya tak sanggup menjawab. Ia menatap Faizan. Lelaki itu mendekati mereka dan berlutut di depan Alma.
"Alma. Kalau Alma udah tinggal sama keluarga kandung Alma. Nanti kita bisa ketemu lagi kok. Mungkin Alma yang kesini atau ayah sama bunda yang kesana. Jadi, jangan sedih ya. Tinggal sama keluarga kandung itu menyenangkan juga loh. Apalagi keluarga Alma itu baik-baik orangnya." jelas Faizan yang diangguki Alma.
Naya sudah meneteskan air mata. Alma yang menyadarinya berinisiatif menghapus tetesan itu dari pipi bundanya.
"bunda jangan sedih. Nanti Ama bakalan datang ke sini, kok. Bunda tenang aja." kata Alma dengan logat cadelnya.
Naya malah dibuat terkekeh karena gaya anak itu yang sudah seperti orang dewasa menasehatinya.
.
.
"Maaf saya baru datang kesini lagi, mbak. Karena kemaren saya harus meninjau proyek di luar kota." Kata Odi yang sudah berada di depan Naya.
Ya, benar. Setelah 5 hari baru Odi dan Lusi datang kembali. Namun kali ini mereka datang bertiga dengan Ibu mereka yang tak lain adalah Omanya Alma.
Oma Rini sangat ingin segera bertemu cucunya. Karena itu, ia bersikeras ingin ikut menjemput Alma meskipun harus menempuh perjalanan jauh.
"Maaf, nak. Alma nya boleh nggak kalau ketemu Oma?" tanya wanita tua itu.
Oma Rini terlihat sangat lembut dan penyayang. Jelas sekali terlihat harapan di matanya.
"mm. Iya, Oma. Tunggu sebentar. Alma sudah mau pulang kok, tadi dia jalan-jalan sebentar sama ayahnya. Mm, maksudnya suami saya." Naya terlihat tak enak.
"tidak apa-apa, nak. Kan memang selama ini mereka menjadi anak kalian. Harusnya kami yang minta maaf, nak. Kalian sudah sangat menyayangi Alma, tapi kami malah mengambilnya." Oma Rini terlihat tak enak hati juga pada Naya.
Mereka sadar, mungkin yang mereka lakukan ini akan menyakiti hati keluarga Naya karena mereka sudah terlanjur nyaman dengan keberadaan Alma. Namun, ini semata karena mereka juga menyayangi Alma dan karena wasiat itu mereka harus mengambil alih pengasuhan Alma.
Apalagi Oma dari dulu sangat menyayangi Alma. Ia bahkan tak menyangka anak dan menantunya akan pergi secepat itu.
"Assalamu'alaikum." ucap seseorang memasuki ruang tamu.
Itu Faizan yang baru saja datang bersama Alma. Mereka menjawab salam itu hampir bersamaan.
"Pak Oditya?" Ujar Faizan ke arah Odi dengan ekspresi tak percaya.
"Pak Faizan?" Odi ikut terkejut. "jadi, mbak Naya istri Pak Faizan?" tanya Odi tak menyangka.
Naya dan Lusi beserta Oma hanya mengernyit bingung.
" baik, saya jelaskan. Saya dan Pak Faizan adalah rekan kerja. Kami sudah menjalin hubungan kerja sama selama kurang lebih 5 tahun."
"iya, benar. Dan maaf, pak Odi. Saya tidak tau kalau ternyata Alma adalah anak Pak Erfan." Balas Faizan.
Mereka akhirnya mengobrol sebentar. Memberi penjelasan pada Alma tentang semuanya. Sampai akhrinya setelah lebih 1 jam mereka mengobrol, akhirnya mereka pamit pulang dan membawa Alma.
Mau tak mau, Naya terpaksa membiarkannya. Ia tak mau egois menahan Alma dan membuat hati keluarga kandung Alma tersakiti karena ia menahan cucu satu-satunya keluarga Sanjay untuk tetap bersamanya.
Odi dan kekuarganya sudah pergi. Sedangkan Naya dan Faizan masih setia duduk di ruang tamu dengan keadaan saling diam. Hingga Bi Ani datang untuk membereskan gelas dan piring sisa minuman dan cemilan tadi.
"Kamu nggak usah cemas kalau nanti keluarganya bakal nyakitin Alma. Mereka orang baik. Dan aku udah kenal Pak Odi cukup lama." Kata Faizan mencoba menghibur Naya.
Gadis itu hanya mengangguk dan menghelas napas pasrah. Ia harus menjalani hidupnya kedepan tanpa harus besedih.
.
.
Bersambung...
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 194 Episodes
Comments
Quora_youtixs🖋️
keren banget 👍
2021-07-10
1