.
.
"Naya...." Rengek Refina dengan nada dibuat-buat manja.
Refina baru saja datang dan langsung menghampiri Naya di ruang kerjanya. Refina Azzura, sahabat Naya semenjak mereka SMA.
"kenapa, sih Re? Kok manyun gitu?" Tanya Naya heran melihat tingkah sahabatnya.
"Gue sebel sama Lian. Masa gue nggak boleh kerja lagi. Hwaa..." Tangisnya pecah.
Naya mengernyit sambil menatap geli Refina yang terlihat aneh menurutnya. Sahabatnya itu bukan tipe wanita manja dan cengeng yang akan menangis merengek ketika hal kecil yang ia inginkan tak terpenuhi.
Tapi kali ini, Refina benar-benar berbeda. Nya saja sampai heran dibuatnya.
"Reee.. lo apaan, sih? Jangan cengeng deh." keluh Naya.
Refina malah menatapnya tajam dan semakin memajukan bibirnya. Naya yang sudah berada disebelahnya memutar mata malas.
"lo aneh, deh. Biasanya juga gak cengeng begini. Kenapa, sih? Cuma gara-gara Lian larang lo kerja, lo jadi korslet gini?" Kata Naya yang sukses membuat Refina menatapnya sinis.
"isshhh. Naya. Nggak pengertian banget, sih. Sahabat lo gue apa Lian, sih? Kok lo malah ngejek gue. Hwaa.. Naya jahat..." Ia kembali menangis.
Naya menjadi panik dan tak tau harus berbuat apa. "duh, Re. iya deh maaf. Lo sekarang berhenti dong nangisnya."
Setelah membujuk beberapa lama, akhirnya Refina biaa diam. Ia pun mulai mencurahkan isi hatinya pada Naya.
"Lian gak ngebolehin gue kerja lagi. Padahal kan gue udah nyaman banget sama kerjaan ge sekarang. Lagian kan, dia yang minta gue jadi sekretarisnya dulu. Sekarang malah disuruh berhenti." Ia diam sejenak.
Namun, tiba-tiba matanya melotot seperti teringat sesuatu.
"hah?? Apa jangan-jangan dia mau selingkuh ya sama cewek-cewek seksi yang bakal jadi sekretarisnya?" ucapnya.
Naya membungkam mulut Refina dengan telapak tangan. Membuat gadis itu melotot dan berontak melepaskan tangan Naya dari mulutnya.
"ihhh, tangan lo." kesal Refina.
"ya lagian lo sembarangan ngomong. Jangan negatif gitu pikirannya. Coba yang baik-baik aja. Karena mungkin Lian nggak mau lo susah-susah lagi kerja. Dan juga dia mau waktu lo cuma buat dia, nggak ngurus kerjaan lagi." Nasehat Naya.
"Ya, tapi kan..."
"udah. Terima aja. Dosa ngebantah suami."
Refina menghembuskan napas pasrah. Memang benar apa yang dikatakan Naya, ia harus mematuhi perintah suaminya selagi itu baik untuknya.
Naya terdiam menatap Refina. Ada yang terlihat berbeda dari penampilan sahabatnya ini, tapi ia tak tau apa. Naya menggeleng saat tersadar dari keterdiamannya.
Ponsel Refina berdering dan ia langsung mengangkatnya. Ia memajukan bibirnya saat melihat nama yang tertera di layar ponselnya.
"APA??" ucapnya garang.
Naya menautkan alisnya heran.
"iya, iya.. " Refina menutup panggilannya.
"Nay. Gue pulang dulu."
"loh. Kok langsung pulang?"
"Lian jemput. Isshh, padahal gue lagi sebel banget. Ya udah, deh."
Refina bangkit dan diantar Naya sampai ke depan Cafetarianya. Ia melihat Lian berdiri memandang ke arah mereka.
Naya tersenyum ramah menyapa Lian.
"Sory ya, Naya. Gue bawa Rere dulu."
"gak papa. Hati-hati ya." Ucap Naya sebelum mereka masuk ke mobil dan berlalu.
Naya bernapas lega melihat interaksi pasangan suami istri itu. Lagi-lagi membuatnya terenyuh.
******
Malam telah larut saat Naya menyibak gorden jendela depan. Ia mendengar suara mobil. Dan benar saja dugaannya. Suaminya baru saja pulang.
Ia bersyukur melihat kedangan Faizan meskipun sudah larut. Pukul 11 malam, dan lelaki itu terlihat lelah. Ia berjalan sembari menenteng tas kerjanya.
Naya menghampirinya ke teras rumah. Saat mata mereka bertemu, Faizan sedikit terkejut dan menatap Naya datar dengan alis terpaut.
"Kamu, udah makan?" tanya Naya ragu.
Faizan terpaku. "Zan." panggil Naya lagi.
"hmm. Belum." jawabnya berusaha sebiasa mungkin.
"Ya udah. Aku siapin makanan dulu. Kamu ganti baju aja. Udah kemaleman." Kata Naya sembari tersenyum simpul.
Faizan berlalu begitu saja tanpa menjawab perkataan Naya. Sedangkan Naya, ia hanya menatap sendu kepergian suaminya.
Seketika ia teringat dengan perkataan Bundanya. "Walau bagaimanapun nantinya sikap suami kamu, kamu harus tetap menjadi istri yang baik. Perlakukan ia dengan baik, jangan pernah melawan kata-katanya. Karena istri itu berkewajiban taat dan patuh pada suami."
"hufftt.. Walaupun sikap kamu dingin begitu. Aku akan tetap mencoba menjadi istri yang baik buat kamu." lirih Naya.
Setelah beberapa lama, terlihat Faizan menuruni tangga. Ia sudah bergantinpakaian dengan kaos lengan pendek dan celana santai.
Faizan langsung duduk di salah satu kursi. Naya pun mengambilkan makanan untuknya. Faizan hanya diam tanpa berkata.
Keheningan terus terasa sampai Faizan menyelesaikan makan malamnya. Setelahnya ia berlalu pergi ke kamar tanpa berkata sepatah pun pada Naya.
Naya hanya memandangnya. Ia lalu membereskan piring dan sisa makanan.
"Sejujurnya aku nggak suka kamu diemin aku kaya gini, Zan. 5 tahun, dan kamu masih belum berubah. Sakit rasanya, Zan,,." Naya membatin.
Selesai dengan beres-beresnya, Naya langsung ke kamar menyusul Faizan. Ia mendapati suaminya itu tengah bersandar di kepala ranjang sambil memainkan ponselnya. Naya memilih untuk menaiki tempat tidur dan berbaring disana.
Ia ingin tahu kemana Faizan kemaren dan kenapa lelaki itu tidak pulang. Dan bahkan tak mengabarinya.
Setelah ia pikir lama, akhirnya Naya memberanikan diri untuk beratanya pada Faizan.
"Zan. Kamu kemaren kenapa nggak pulang?" tanya Naya.
Faizan menghentikan aktivitasnya. Ia menatap ke depan dengan wajah datar.
"bukan urusan kamu. Dan nggak penting juga kan buat kamu." Jawab Faizan kemudian ia memilih merebahkan diri dan maenarik selimutnya.
Naya merasa sesak setelah mendengar jawaban Faizan. Namun ia menahan amarahnya dan memilih menenggelamkan dirinya ke alam mimpi.
.
******
.
Waktu menunjukkan pukul 1 malam. Terdengar suara ketukan pintu di kamar Faizan dan Naya. Faizan terbangun mendengar suara anak kecil memanggil Bunda.
Hal itu membuat Faizan mengernyit. Ia berusaha memperjelas pendengarannya. Dan benar saja, suara pintu kamarnya yang diketuk dan suara anak kecil dari balik pintu.
Naya ikut terganggu dengan suara itu. Dan ia juga bangkit dari tidurnya setelah Faizan berjalan ke arah pintu.
"ckk, siapa sih?" Faizan berdecak sedikit kesal.
Faizan terbelalak melihat sosok kecil yang berdiri di hadapannya saat ini. Alma, gadis kecil itu mampu membuat Faizan terkejut dengan keberadaannya.
"Alma? Alma ngapain disini tengah malam?" tanya Faizan yang sudah berjongkok mensejajarkan dengan tinggi Alma.
"Alma takut, Om. Alma mau tidur sama Bunda aja. Nanti hantunya makan Alma, lagi." ucap gadis itu membuat Faizan sedikit tertawa.
"hantu? Mana ada hantu sayang. Alma mimpi buruk?" tanya Faizan yang diangguki Alma.
"ya udah. Yuk masuk. Tidur bareng Bunda." ajak Faizan.
Mereka pun berjalan menuju ke tempat tidur dengan Alma digendongan Faizan. Gadis kecil itu terlihat memeluk leher Faizan membuat Naya terheran melihatnya.
"Alma. Kenapa sayang?"
"Alma takut, bunda. Tadi Alma mimpi ada hantu mau makan Alma." kata gadia itu terdengar menggemaskan.
Naya tersenyum mendengar jawaban Alma.
"sini. Bunda peluk." ujar Naya mengulurkan kedua tangannya.
Faizan tersenyum melihat interaksi kedua perempuan berbeda umur itu. Jujur saja dalam hati ia sangat bahagia melihat sifat keibuan Naya. Ia semakin jatuh hati pada istrinya.
Setelah Alma masuk ke pelukan Naya, Faizan juga ikut berbaring. Ia memutar tubuhnya menghadap ke Alma dan Naya. Ia pun mengusap kepala Alma membuat Alma berbalik dan melepaskan pelukan Naya.
"kok Om ganteng tidur disini juga?" Alma tiba-tiba bertanya.
Faizan gelagapan tak tau harus menjawab apa. Ia pun menatap Naya meminta bantuan.
"mm, karena Om ganteng itu kan suami bunda. Jadi, tidurnya boleh bareng."
Alma terlihat mencerna perkataan Naya. "suami itu apa, bunda?"
"mm, suami itu pasangan istri. Istri itu untuk panggian perempuan, kalo suami panggilan untuk laki-laki. Karena mereka berpasangan."
"Alma berarti istri dong?" tanya Alma.
"bukan, sayang. Istri dan suami itu untuk orang dewasa dan sudah menikah. Alma kan masih kecil."
"sama kaya Melati dong bunda. Tapi, bunda Melati pasangannya Ayah, bukan om ganteng." Alma kembali membuat Naya dan Faizan kebingungan harus menjelaskan apa.
Kali ini Faizan tak ingin diam. "Alma, kamu masih kecil. Jadi belum ngerti. Sekarang kan udah tengah malam. Alma tidur ya sekarang."
"iya deh, om." jawab Alma yang kemudian kembali tidur.
Sejujurnya Faizan tersentuh mendengar pertanyaan pertanyaan Alma tadi. Namun, ia berusaha menepisnya dan bersikap biasa saja.
Ia pun kembali tidur menyusul Alma dan Naya ke alam mimpi.
.
******
.
"Zan, aku minta izin mau ada meeting sama orang yang ngajakin kerjasama Cafetaria. Pulangnya mungkin agak malam. Anterin aku ke rumah Bunda, ya. Aku mau nitip Alma." Naya menatap Faizan menunggu jawaban dari lelaki itu.
Faizan terlihat mengacuhkan Naya hingga Naya pun kembali bersuara.
"Zan. Boleh gak, sih? Kamu kok diam aja? Aku lagi ngomong sama kamu." Naya menahan kesal.
"pergi aja, sih. Bawel." Jawab Faizan Datar.
Naya mendelik kesal karena ia merada Faizan benar-benar tak menghargainya. Setelahnya, Faizan berlalu begitu saja setelah selesai bersiap-siap.
Naya mengikuti langkah suaminya itu. Namun, ia ternganga melihat suaminya yang malah berjalan keluar rumah. Faizan mengabaikan sarapan yang sudah terhidang di meja makan.
Setelah Faizan pergi, Naya menuju meja makan menghampiri Alma yang tengah menikmati sarapannya. Setidaknya masih ada Alma yang akan mengobati kesedihannya dan masih menganggapnya ada.
Sementara Faizan terdiam di mobil. Ia berangkat kali ini diantar supirnya. Ia menatap kosong ke luar jendela sembari mengingat sikapnya tadi pada istrinya.
"apa gue udah keterlaluan ya?" batinnya bertanya.
.
.
Bersambung....
.
Maaf ya, updatenya lama...
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 194 Episodes
Comments
Quora_youtixs🖋️
lanjut kk
2021-07-10
1