.
.
Pagi ini suasana di ruang makan terasa sedikit mencekam. Hanya dentingan sendok yang menghiasi keheningan antara sepasang suami istri itu. Untuk pertama kali nya semenjak menikah, Faizan memakan sarapan yang disiapkan Naya.
Mereka hanya saling diam. Bi Ani yang melihat itu dari pintu dapar hanya memandang heran. Kenapa kedua majikannya itu seperti sedang perang dingin? Bi Ani hanya menggelengkan kepala melihatnya.
Mengingat kejadian percekcokan mereka malam itu, sudah dua hari berlalu. Dan Faizan masih tetap mendiamkan Naya tanpa mau mendengar penjelasan istrinya itu.
"Mm,, Mas. Aku mau ngomong sesuatu sama kamu." Ujar Naya takut-takut.
Faizan yang mendengar Naya bersuara menghentikan kegiatan makannya. Ia menaruh sendok yang dipegangnya dengan sedikit kasar. Lalu lelaki itu beranjak meninggalkan meja makan.
"Mas.." panggilnya yang tak dihiraukan oleh Faizan.
Faizan masih tetap melangkah hingga keluar rumah. Sedangkan Naya, gadis itu hanya menatap sendu kepergian Faizan.
Sakit. Itulah yang ia rasakan. Faizan benar-benar telah membuatnya kecewa. Suaminya itu tak mau mendengarkan penjelasannya sedikitpun.
"Baik. Kalau ini yang kamu mau. Aku nggak akan menuntut kamu untuk mendengarkan aku. Dan kita jalani kehidupan kita sendiri-sendiri. Aku nggak akan peduliin kamu lagi." Naya membatin masih menatap ke arah pintu depan.
Ia tak sekuat dan sesabar itu untuk bisa menerima perlakuan Faizan padanya yang selalu mengacuhkannya. Bahkan, dari awal menikah pun suaminya itu tak pernah bersikap baik padanya.
Naya tertawa hambar. Miris sekali. Bukankah dari awal ia tidak menginginkan pernikahan ini? Lalu apa yang kamu harapkan Naya? Bukankah dia sudah merencanakan dulu untuk membuat hidupmu menderita dengan pernikahan ini?
Oohh. Lelaki itu sudah membuktikannya.
Naya menyudahi acara sarapannya yang hanya setengah jalan. Ia lalu menuju kamarnya. Ia mengambil tas dan ponselnya karena ia akan menjemput Alma di rumah orang tuanya.
Sesaat sebelum pergi ia menyempatkan berpamitan pada Bi Ani.
"Bi, Naya mau ke rumah Bunda. Abis itu langsung ke Cafetaria ya, bi." pamitnya.
Bi Ani yang sedang membereskan meja makan mengalihkan perhatiannya melihat Naya.
"Iya, mbak. Hati-hati ya, mbak."
"Iya, Bi. Makasih." Naya tersenyum.
******
Faizam membanting pintu rungannya dengan sangat kasar. Ia berjalan mendekati meja kerjanya dan menyambar kalender.
Kalender yang ia ambil itu langsung ia lemparkan ke arah pintu yang langsung mengenai wajah Rifan yang baru saja memasuki ruangannya.
"Aduh.." Pekiknya tertahan.
Faizan hanya menatapnya sesaat dan kembali mengambil pulpen dan melemparnya ke sembarang arah.
"Bos.. Kenapa, sih? Pagi-pagi udah ngamuk aja." Godanya berusaha menghentikan kekesalan Faizan.
"ckk.." Hanya decakan itu yang keluar dari bibir Faizan.
Faizan lalu duduk di kursinya dengan wajah kusut.
"Bu Naya lagi?" tanya Rifan.
"ckk.. Jangan bahas itu. Saya lagi pusing. Batalkan semua meeting hari ini. Karena saya nggak mau ngapa-ngapain hari ini." perintahnya pada Rifan yang membuat sekretarisnya itu melongo heran.
Ada apa dengan bosnya ini? Tak biasanya Faizan bersikap begini. Dan Rifan yakin penyebabnya adalah istri bos nya itu.
"aneh. Istrinya baik, tapi malah gak dihargai. Lah trus ngapain dulu dinikahin?"
"oh, iya Pak."
Waktu berjalan. Dan kini sudah memasuki makan siang. Faizan masih saja betah di kursi kebesarannya memainkan game online di ponselnya. Tak seperti biasanya. Biasanya lelaki muda tampan itu tak akan membuang waktu untuk bermain game di kantornya. Ia hanya akan bermain game bersama teman-temannya.
Ceklek... suara pintu dibuka mengalihkan perhatian Faizan. Ia menatap malas dua orang yang memasuki ruangannya tanpa mengetuk pintu.
"what.." Gilang melongo tak percaya melihat apa yang sedang dilakukan sahabatnya itu.
Sedangkan Rio hanya terkekeh takjub pada Faizan. "haha.. Seorang Alfaizan main game saat jam kerja. Gila. Udah berubah prinsip lo?"
Faizan seketika langsung meletakkan ponselnya di meja sambil berdecak malas.
"kenapa lo? Ada masalah?" tanya Rio.
Faizan menggeleng. Ia memang tak ada masalah. Hanya saja kejadian Naya bertemu Hasbi saat itu masih mengganggu pikirannya.
"Zan. Lo gak bisa bohong sama kita. Gue yakin sekarang lo lagi ada masalah sama Naya kan? Kalau nggak, nggak mungkin lo bakal uring-uringan begini." Gilang coba menerka apa yang terjadi pada sabatnya.
"udah lah. Gue nggak mau bahas ini sekarang."
Rio mencebikkan bibirnya. "ya udah, sih. Yuk makan siang. Gimana kalau kita ke Cafetaria aja." Pancing Rio yang mendapat tatapan tajam dari Faizan.
"Ya udah, sana. Pergia aja lo berdua. Gue bisa pesan makan siang disini." ujar Faizan seperti merajuk.
Rio dan Gilang tertawa bersamaan melihat tingkah sahabatnya yang aneh itu. Mereka sengaja memancing Faizan agar lelaki itu mau bercerita tentang apa yang mengganggu pikirannya.
Sejujurnya mereka sudah tau bahwa Faizan sempat marah beberapa hari yang lalu setelah ia melihat foto Naya dan Hasbi di Bogor.
Naya sudah mengatakan pada Refina bahwa ia bertemu Hasbi dan Faizam marah. Gadis itu juga sudah meminta solusi pada sang sahabat. Refina yang merasa kesal mendengar cerita sahabatnya bahwa Faizan marah, juga menceritakan kekesalannya pada sang suami. Alhasil, Lian juga mengatakan keluhannya pada Rio dan Gilang.
Mereka memilih diam sampai Faizan mau menceritakannya sendiri. Namun, sepertinya Faizan masih enggan.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 194 Episodes
Comments
Quora_youtixs🖋️
like
2021-07-10
1