.
.
Pagi ini, Naya sudah berada di rumah orang tuanya. Ia berniat ingin meminta tolong Bundanya untuk menjaga Alma karena ia ada keperluan di luar kota. Kemungkinan ia akan pulang malam.
"Kalo nanti kamu pulangnya agak malam, nggak usah jemput Alma ya. Biar dia nginap di sini." kata Bunda sambil mengelus kepala Alma.
"Iya, Bun. Oh, iya. Ini aku udah bawa obatnya Alma, bun." Naya menyerahkan kotak kecil ke Bunda.
"Kamu berangkatnya sendiri?" Tanya Bunda terlihat sedikit cemas.
"nggak, sama Yesi kok. Dia bisa nyetir mobil juga."
Bunda hanya mengangguk lega.
"trus berangkat jam berapa?"
"jam 9, bun. Masih agak lama sih."
"ohh. Kamu udah izin dulu kan, sama suami kamu? Kenapa nggak minta ditemenin dia aja?" Pertanyaan Bunda membuat hati Naya sebal karena teringat respon Faizan tadi padanya.
"Udah, Bun. Faizan kasih izin, kok. Tapi dia nggak bisa nganter, karena Naya baru tadi pagi ngasih taunya."?
"ya udah. Pokoknya kamu hati-hati aja di jalan."
Naya mengangguk.
"Nay, kamu masih panggil suami kamu pake nama?" tanya Bunda.
Naya menyengir lebar. Bunda yang melihatnya hanya geleng-geleng kepala.
"Suami itu harus dihormati. Apalagi Faizan itu lebih tua dari kamu. Dosa loh kalo nggak menghargai suami." nasehat Bunda sambil dengan ekpresi menggodanya.
Naya menghembuskan napas pasrah. "Naya ngehormatin Faizan kok. Buktinya kalo mau pergi Naya izin dulu."
"ya itu Bunda tau. Kan tadi Bunda bilang panggilan kamu ke dia. Aduh punya anak satu bandel banget." Oceh Bunda.
"iya, iya. Mulai sekarang Naya bakalan panggil Mas Faizan." Jawabnya penuh penekanan pada dua kata terakhir.
Bunda menahan untuk tidak tertawa mendengar perkataan Naya dan melihat wajahnya yang kesal.
"Ya udah, deh. Naya mau ke Cafetaria dulu." pamitnya mencium tangan Bunda.
"Alma sayang. Bunda berangkat dulu, ya. Alma sama Nenek disini." jelasnya pada sang anak.
"iya, Bunda."
Naya lalu mencium pipi dan kening Alma.
"hati-hati." pesan Bunda yang diangguki Naya.
******
Saat jam makan siang, Faizan mendatangi Cafetaria milik istrinya. Ia datang kesana bersama Rifan.
Sesampai di Cafetaria mereka langsung memesan makanan. Sembari menunggu, Faizan pergi ke toilet dan ia pamit sebentar pada Rifan.
Faizan berjalan menuju toilet. Namun, di pertengahan jalan ia bertemu dengan Laila, Karyawan kepercayaan Naya di Cafetaria ini.
"tunggu. Mmm, Kamu Laila, kan?" tanya Faizan.
Laila mengernyit dan kemudian mengangguk.
"ada apa ya, Pak?" tanya Laila heran.
"Mm, Saya cuma mau tanya Naya beneran pergi ke Bogor?"
"iya, pak."
"Oh." Faizan tiba-tiba salah tingkah karena tak tau lagi apa yang akan ia katakan.
Entah kenapa ia merasa konyol sendiri karena mencari tahu tentang istrimya secara diam-diam.
"mm, Saya boleh minta nomor hp kamu? Saya cuma mau kamu memberitahukan apa yang dilakukan istri saya di sini." Faizan sudah merubah wajahnya dan nada bicaranya menjadi tegas.
"ihh, aneh deh. Sama istri sendiri kok kaya nggak percaya banget." Laila membatin.
Dengan segera ia menyambut ponsel yang disodorkan Faizan padanya. Jemarinya mengetikkan dengan lincah di layar benda pipih itu.
Setelahnya, Laila mengembalikan ponsel Faizan yang direspon dengan senyum samar lelaki itu.
"udah, pak." Laila terlihat gugup.
"makasih." jawab Faizan dan berlalu pergi begitu saja.
Laila bernapas lega setelah kepergian Faizan. Namun, ia kembali tegang saat Faizan bersuara disampingnya.
"tunggu. Jangan pernah kamu bilang sama siapapun. Apalagi sama istri saya." peringat Faizan.
"i,,iya, pak."
Dan setelahnya lelaki itu benar-benar beranjak dari hadapan Laila.
"Hampir aja jantung gue copot."
Sebenarnya Laila sudah tahu dengan apa yang terjadi antara Naya dan Faizan. Sebelum menikah Naya sudah bercerita padanya mengenai masalahnya dengan lelaki yang sudah menjadi suaminya itu.
Jadi, ia tak terkejut dan heran dengan sikap Faizan barusan. Laila kemudian berlalu kembali ke meja kasir.
******
Malam hari, Faizan masih berkutik dengan pekerjaannya. Ia sengaja mengerjakan pekerjaan untuk besok malam ini, karena menunggu Naya pulang.
Rencananya ia akan menjemput sang istri. Walaupun ia tahu kalau Naya membawa mobil sendiri.
Tiba-tiba saja ia merasa bosan. Faizan lalu mengambil ponselnya dan mengutak atik isinya. Ia membuka aplikasi Instagram lau terus menggeser layarnya ke atas.
Ia mengernyit saat melihat sebuah postingan dari akun Nurhasbian... (disamarkan). Disana terlihat foto beberapa orang di sebuah restoran.
Darahnya tiba-tiba mendidih melihat setiap orang di gambar itu. Ia meremas kuat ponselnya. Yang membuatnya marah adalah keberadaan istrinya disana bersama mantan kekasihnya.
Faizan membanting ponselnya diatas meja. Ia lalu menyambar kunci mobil serta ponsenya tadi dan segera pulang tanpa membereskan meja kerjanya yang sedikit berantakan.
Hatinya benar-benar sakit melihat kedekatan sang istri dengan mantan kekasihnya. Apa mereka janjian untuk kesana? Faizan benar-benar marah.
Ia langsung pulang ke rumah. Sesampai di rumah ia langsung masuk ke kamar dan membanting pintu kamarnya. Ia melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul setengah 9 malam. Dan istrinya itu belum pulang.
Faizan tersenyum miring. "Jam segini kamu masih belum pulan. Awas aja kamu Nay." Gumamnya sendiri.
Faizan masuk ke kamar mandi untuk mencuci muka. Ia sudah shalat isya di kantor tadi saat masuk waktu shalat. Setelah keluar dari kamar mandi, terdengar pintu kamarnya terbuka.
Ia menoleh, dan mendapati istri yang masuk.
"wah, sudah pulang ya istriku. Gimana kencannya, menyenangkan. Oh, pasti sangat berkesan kan." Sindir Faizan sambil tersenyum miring.
Naya tentu saja bingung dan terkejut melihat sikap suaminya yang tiba-tiba aneh. Tunggu, tadi dia menyebut kencan. Apa maksudnya?? Pikir Naya.
"ma,, maksud kamu apa, mas?" tanya Naya gugup.
"halahh. Nggak usah sok baik, nggak usah sok sopan. Gue nggak akan terpengaruh sama kebaikan lo. Yang pasti lo itu penkhianat, udah itu aja." Faizan berkata setenang mungkin.
"mas. Maksud kamu apa, sih? Nggak jelas banget. Tiba-tiba kamu marah." Naya sudah mulai kesal.
Faizam mendengus. "gue nggak marah. Lagian apa pedulinya gue ya, mau lo jalan sama mantan lo atau mau balikan juga, terserah ya."
Naya semakin bingung dan juga marah mendengar perkataan sang suami yang seperti menyudutkannya.
"Mas. Kamu bisa ngomong jelas-jelas kan. Nggak kaya gini. Kamu nuduh aku yang nggak-nggak?" Tanya Naya.
"Gue nggak nuduh. Tapi, ini." Ucap Gian tegas sambil memperlihatkan layar ponselnya pada Naya.
Naya sontak melotot kaget. Ia tak tau kalau Hasbi memposting foto mereka setelah meeting tadi. Tapi, kenapa Faizan semarah ini?? Pikirnya.
"Mas, itu cuma, itu cuma foto. Dan aku juga ngga tau kalau utusan Klien aku itu Hasbi." Naya mencoba menjelaskan.
"Jangan sebut nama dia. Gue nggak suka lo ngomongin dia. Dan gue nggak butuh penjelasan lo, ya. Oh, gue yakin kalian janjian kan...." Tuduh Faizan.
"Nggak. Kami nggak..." ucapan Naya terhenti karena Faizan membentaknya.
"DIAM!!!" bentak Faizan marah.
Naya terkejut dan ia ketakutan mendengar suaminya membentaknya. Faizan sendiri ia tersadar bahwa apa yang ia lakukan sudah keterlaluan.
"ka,, kamu bentak aku?" ucap Naya tak percaya dan suaranya bergetar.
Matanya sudah berkaca-kaca dan siap untuk menumpahkan bulir bening itu. Hatinya sangat sakit mendengar bentakan Faizan, suaminya sendiri dan lelaki yang sangat ia cintai sejak dulu.
Faizan memilih keluar dari kamar meskipun ia merasa bersalah pada istrinya. Naya sendiri, ia terduduk lemas di pinggir ranjang sambil menangis.
Ia tak menyangka Faizan akan berbuat seperti tadi padanya. Sekalipun tak pernah sebelumnya, dan ini pertama kali, membuatnya benar-benar merasa sakit di hati.
.
.
.
Jangan lupa dilike ya reader...
Follow my account , @fuji_ps25 (Ig)
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 194 Episodes
Comments
Manoy Cagar
kabur aja lah nay,biar tau rasa tuh org
2024-01-26
1
Quora_youtixs🖋️
like hadir menyapa karyamu sukses selalu buat kakak SEMANGAT 👍
2021-07-10
2