"stt,, Zan. Naya, tuh.." bisik Lian padaku sambil menunjuk ke arah Naya dengan dagunya.
Aku mengernyit menatapnya.
"ckk,, lo nggak capek apa, masih diam-diaman begini?" kali ini Gilang yang bertanya.
Jujur saja aku memang sudah bosan seperti ini. Bertahun-tahun aku mengabaikannya, tak memberinya ruang untuk berbicara denganku. Membuatku merasakan iba sekaligus sakit melihatnya yang selalu berakhir dengan wajah sendu.
Aku ingin memperbaiki hubunganku dengannya, kembali menjadi sahabat baik. Namun, setiap kali aku menatapnya bayangan ketika ia menerima bunga dari Hasbi selalu muncul. Itu membuatku semakin membencinya.
"Zan.. Zan.." sahutan Gilang membuyarkan lamunanku.
"hmm?" jawabku dengan deheman.
"Zan, lo jangan begini, deh. Lama-lama gue jadi ngeri liat lo. Ngelamun aja kaya ayam..iiiiiihh" ujar Gilang yang mencoba menggodaku.
Lalu, Rio dan Liam tertawa. Mereka membuatku jengkel, bukan menghibur.
"ckk... udah deh. Pesen buruan. Keburu lapar gue hilang, nih." kataku menatap mereka acuh.
"hahahahha..." Mereka kembali tertawa.
Gilang memanggil waitres, dan memesan makanan untuk kami berempat. Setelahnya aku hanya mendengar obrolan-obrolan mereka sampai makanan datang.
***
Saat tengah menikmati makanan mereka, tiba-tiba perhatian keempat pemuda itu teralihkan oleh seseorang yang berjalan cepat dan tergesa-gesa.
Mereka pun menjeda acara makannya dan terdiam dengan gaya masing-masing. Lian yang tengah mengaduk minumannya dengan sedotan, Gilang yang tengah mengunyah mi, dengan mi yang masih menggantung di bibirnya. Lalu, Rio yang untungnya tidak terlalu terpengaruh keadaan, ia biasa saja dan bersikap santai.
Faizan.. Ya, Lelaki itu seperti biasa selalu cuek dan biasa saja. Kini, ia hanya melihat kepergian Naya dengan wajah datar. Meskipun jauh di lubuk hatinya, ada rasa penasaran bercampur cemas melihat gelagat gadis itu.
"kenapa, tuh?" ujar Gilang penuh tanya.
"iya, Naya kayak cemas banget gitu." sahut Lian.
"udah.. lanjut makan aja. Nggak penting." kali ini, Faizan yang berujar, membuat ketiga temannya itu menatapnya bersamaan.
"nggak penting, tapi ntar kepikiran sampe bikin lo nggak bisa tidur." Rio mengejeknya.
"nggak akan. ckk. Jam istirahat mau habis. Kalian bertiga mau ngapain abis ini? Kalo gue mau balik ke kantor. Jadi, gue duluan." jelas Faizan sambil tersenyum simpul.
Yaaa, meskipun ia cuek dan acuh, tapi Faizan bukan orang yang sombong. Ia selalu tersenyum pada siapapun, Kecuali Naya. Yap, begitulah dirinya.
Rio, Gilang dan Lian kembali menatap Faizan bersamaan dengan wajah cengo mereka. Ketiganya dibuat kesal sekaligus geregetan dengan sikap sahabat mereka itu.
"eh, iya. Jangan lupa, ya Lang. Hari ini lo yang traktir." ucapnya sebelum berlalu pergi dengan alis yang dinaik turunkan.
"iya. Gue Tau." jawab Gilang kesal sedikit berteriak.
******
Naya menatap sendu ke arah brankar di depannya. Ia sangat iba melihat bocah kecil yang terbaring lemah di hadapannya kini.
Gadis kecil lucu nan lugu itu, tak ada tawa diwajahnya saat ini. Melainkan bibir pucat dan mata cekung yang memenuhi wajahnya. Naya kembali meneteskan bulir bening itu dari matanya.
Ceklek.. terdengar bunyi pintu dibuka. Seorang wanita paruh baya berhijab lebar memasuki ruang rawat tersebut dan berdiri di sebelah Naya.
"Bu..." sapa Naya sembari memaksakan tersenyum.
Bu Siti mengelus lengan Naya, menguatkan gadis itu. Naya sontak menghambur ke pelukan wanita paruh baya tersebut dan tak bisa lagi menahan tangisnya.
"sssttt,," bisik Bu Siti sembari mengusap lembut punggung Naya.
Bu Siti paham bagaimana perasaan Naya. Gadis itu sangat kasihan terhadap Alma, gadis kecil itu. Dia yatim piatu yang diasuh oleh Bu Siti dan partnernya di panti.
Sungguh malang nasibnya, masih kecil ia harus dirawat dengan berbagai alat medis karena mengalami kecelakaan.
Ya, beberapa jam yang lalu, Alma menjadi korban tabrak lari di persimpangan dekat panti. Saat dihampiri warga, ia sudah dalam keadaan penuh luka di tubuhnya. Kepalanya mengeluarkan banyak darah.
Setelah dibawa ke rumah sakit, dokter menyatakan ia masih belum bisa sadar untuk kurang lebih 2 minggu kedepan. Bisa dikatakan Alma menalami koma.
Hal itu yang membuat Naya sangat terpukul. Ia sangat menyayangi Alma seperti adiknya sendiri. Bahkan, Naya memperlakukan Alma seperti anaknya sendiri.
Alma baru berusia 5 tahun setengah, dan masih sangat kecil dan disayangkan mengalami hal seperti ini.
"Bu.. Naya khawatir sama Alma. Gimana kalo Alma gak bangun lagi?" Tanya Naya dengan sangat cemas.
"jangn ngomong gitu Nay. Sebaiknya kita doakan Alma agar cepat sembuh. Minta sama Allah yang terbaik. Kamu sayang kan sama Alma?" Bu Siti meyakinkan Naya.
"iya Bu. Naya sayang banget sama Alma." jawab Naya masih dengan tangisannya.
"ya udah. Jangan meratap. Allah gak suka." Nasehat Bu Siti yang diangguki Naya.
Naya tiba-tiba teringat sesuatu. Ia belum menghubungi keluarganya. Terutama Bunda.
"Naya telpon Bunda dulu, Bu." ucap Naya yang dijawab anggukan oleh Bu Siti.
******
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 194 Episodes
Comments
Bunga Syakila
menyimak aothor
2021-03-07
4