.
.
Hari ini cuaca lumayan panas. Semua orang terlihat kurang beraktifitas karena suhu panas yang biaa dibilang sedikit lebih dari biasanya. Karena memang tak banyak awan, karenanya terik matahari akan langsung terasa membakar kulit.
Seorang wanita paruh baya terlihat memasuki Cafetaria sambil menenteng kantong kresek putih di tangannya.
Bu Fara, ibu mertua Naya yang sedang mengunjunginya. Sesampai di dalam, Bu Fara menghampiri meja kasir dan bertanya pada salah satu pelayan apakah menantunya ada atau tidak.
"Selamat siang, bu." sapa salah satu pelayan.
"iya. Siang. Naya ada?" tanya Bu Fara sopan.
"ada, bu. Silahkan langsung masuk aja, bu." Kata pelayan itu mempersilahkan.
Bu Fara pun mengangguk dan mengucapkan terima kasih. Setelahnya wanita paruh baya itu melenggang pergi.
Tok tok tok... Suara ketuka. pintu mengalihkan perhatian Naya dari pekerjaannya. Ia sedang memeriksa laporan keuangan Cafetarianya.
"Assalamu'alaikum, sayang." Sama Bu Fara yang membuat Naya terkejut dengan kedatanga ibu mertuanya.
Pasalnya wanita paruh baya tersebut tak memberitahukan padanya terlebih dahulu mengenai kunjungannya ke Cafetaria Naya. Sontak Naya tersenyum bahagia menyambut kedatangan Bu Fara.
"Wa'alaikumsalam, Mama.." Kata Naya yang bangkit dari duduknya.
Mereka lalu bersalaman dan berpelukan. Tak lupa ciuman di pipi kiri dan kanan.
"Mama kok nggak ngabarin Naya kalau mau kesini? Kan bisa Naya siapin makanan atau apa gitu."
Bu Fara terkekeh mendengar penuturan Naya. "nggak usah, sayang. Mama sengaja datang kesini nggak bilang, biar surprise." Jawab Bu Fara.
Mereka lalu mengobrol di sofa setelah Naya meminta pelayannya membawakan makanan untuk sang mertua.
"Nay, gimana? Udah ada tanda-tanda, belum?" tanya Bu Fara dengan wajah penuh harap.
Namun, wajah Naya berubah tegang. Sepertinya gadis itu kebingungan harus menjawab apa.
"mm, belum, mah. Mungkin belum rezki kita." Jawab Naya pelan dengan wajah sendu.
"Gimana mau hamil kalau anak Mama masih benci banget sama Naya, Mah." lirih Naya dalam hati.
"Udah. Nggak papa. Kamu yang sabar aja, ya." Bu Fara mengelus bahu Naya.
Mendengar jawaban Naya membuat wanita paruh baya berhijab itu menjadi berpikir. Anaknya memang tak salah menikah dengan Naya. Naya benar-benar gadis yang baik.
Ya memang Bu Fara tau kalau Naya masih gadis. Ia tahu bagaimana keadaan rumah tangga anak dan menantunya ini. Semuanya ia tahu.
Mulai dari sikap Faizan yang selalu mengabaikan Naya, kasar pada Naya dan bahkan ia tak pulang dan tak mengabari Naya saat keluar kota setelah Alma dibolehkan pulang dari rumah sakit.
Darimana Bu Fara tahu? Dari Gilang. Bu Fara meminta Gilang menceritakan bagaimana kehidupan anaknya setelah menikah dengan gadis yang ia benci sekaligus cintai itu.
Gilang dengan senang hati menceritakan pada Bu Fara karena ia tak tega melihat sahabatnya menyakiti istrinya. Karena ia tahu, Naya adalah gadis yang baik yang seharusnya dijaga hati, perasaan dan raganya oleh Faizan. Bukan disakiti seperti saat ini
Bu Fara sengaja bertanya pada Naya karena ingin tahu apa jawaban menantunya ini. Apakah Naya akan mengatakan kelakuan Faizan selama menikah atau tidak. Dan ternyata Naya menyembunyikannya.
Waktu berjalan, dan tak terasa sudah hampir satu jam Bu Fara mengobrol dengan sang menantu. Ia pun pamit untuk pulang.
"Mama pulang dulu ya, Nay. Udah kelaman ngobrolnya. Nanti kerjaan kamu keganggu lagi."
"Eh, nggak kok, Mah. Naya nggak sibuk kok." Jawab Naya tak enak.
Bu Fara tersenyum. " Ya udah, ya Nay. Mama pergi, ya."
"iay, mah. Hati-hati."
"iya, sayang. Makasih. Assalamu'alaikum." pamitnya.
"Wa'alaikumsalam."
Setelah Bu Fara berlalu, Naya terpaku dalam lamunannya. Pertanyaan Bu Fara tadi kembali terngiang di pikirannya. Ia menghela napas panjang.
.
.
Seminggu berlalu. Dan keadaan masih sama. Naya dan Faizan masih saling diam. Hanya sesekali berbicara, saat Naya memberitahukan sarapan sudah siap atau saat mengobrol dengan Alma. Memang semenjak pagi itu, Faizan selalu memakan sarapan yang disediakan istrinya.
Hari ini Naya ke Cafetaria agak siang. Ia akan menghabiskan waktu dengan membereskan kamar dan melakukan pekerjaan yang lain untuk meringankan pekerjaan Bi Ani, katanya.
Naya bukanlah tipe gadis pemalas yang hanya akan mengandalkan asisten rumah tangganya dalam mengurus rumah. Ia sudah diajarkan oleh orang tuanya untuk menjadi anak yang rajin dan bertanggung jawab akan kewajibannya. Bukan hanya menjadi anak manja yang pemalas.
Naya tengah mendepak bantal sofa ruang tengah kala bel rumah berbunyi. Ia pun meminta tolong Bi Ani untuk membukakan pintu.
"Mbak Naya, ada yang mau ketemu sama mbak." Kata Bi Ani.
Naya terlihat berpikir. Siapa yang ingin bertemu dengannya?
"Siapa, bi?" tanya Naya.
"Nggak tau, mbak. Baru kali ini datang ke rumah." Kata Bi Ani.
"oke. Makasih, bi." Naya pun beranjak menuju ruang tamu.
Sesampai disana, Naya terlihat memelankan langkahnya. Ia heran, siapa kira-kira dua orang lelaki dan wanita yang sedang berkunjung ke rumahnya saat ini? Ia tak mengenalnya sebelumnya.
"Maaf, buk, pak. Dengan siapa, ya?" tanya Naya sopan saat telah berada di hadapan kedua orang ini.
"Ya, mbak. Perkenalkan saya Lusi dan ini suami saya Odi. Saya adalah keluarga almarhum Erfan dan Tyas." jelas si wanita.
Sontak hal itu membuat detak jantung Naya serasa berhenti. Tidak. Ia tidak mau melepaskan Alma. Ia sangat menyayangi anak itu.
Ya, Tyas dan Erfan adalah orang tua Alma yang telah meninggal karena kecelakaan 3 tahun yang lalu. Dan saat itu tak ada keluarga yang bisa dihubungi. Alhasil, Naya dan para pengurus Panti menawarkan untuk mengasuh Alma.
Ia benar-benar sangat menyayangi gadis kecil itu. Dan ia tak akan bisa untuk rela melepaskan Alma sekiranya keluarganya mengambilnya kembali.
"maaf, mbak. Kami sudah mendengar semua tentang Alma. Juga tentang Alma yang telah mbak angkat menjadi anak mbak." Kali ini Odi yang bicara.
Mereka lalu mulai menceritakan bagaimana mereka bisa sampai ke rumah Naya. Mulai dari saat peristiwa tiga tahun lalu. Saat itu mereka yang medengar kabar tentang kecelakaan yang dialami pasangan suami istri itu, sangat syok.
Namun, Mereka tak bisa berbuat apa-apa. Karena saat itu Odi sedang ada perjalanan bisnis ke luar negeri. Ia baru tahu kabar itu setelah seminggu kejadian.
Odi dan Erfan adalah tiga bersaudara. Satu lagi perempuan dan sekarang tengah menyelesaikan studi pendidikannya di luar negeri. Dan kini tinggal ia yang harus mengemban tanggung jawab menjaga anak adiknya karena ia sendiri belum memiliki momongan sama sekali.
Setelah mengetahui kabar kecelakaan itu, Odi datang ke Jakarta untuk mencari keberadaan keponakannya. Karena ia dan istri beserta adiknya, Laras tinggal di daerah yang berbeda dengan Erfan.
Setelah mendatangi rumah sakit, ia tak mendapati apa-apa. Ia hanya dapat info bahwa keponakannya dibawa pulang oleh seorang wanita paruh baya. Namun, pihak rumah sakit tak tau jika Alma dibawa ke panti.
Setelah 3 tahun mencari meski sempat terhentu karena pekerjaan Odi terbengkalai, akhirnya ia menemukan info lengkap, bahwa Alma sudah diangkat oleh seseorang.
Bukannya ia jahat karena ingin merebut Alma dari orang tua angkatnya. Namun, ia mendapat wasiat dari sang adik untuk merawat Alma.
"karena itu, mbak saya berusaha sekuat tenaga mencari Alma. Saya tak mau mengecewakan almarhum adik saya dan istrinya." Jelas Odi mengakhiri ceritanya.
Naya yang mendengar kan cerita itu dari awal, sudah tak bisa menahan air matanya. Ia terharu melihat perjuangan sepasang suami istri ini, namun, ia juga tak mau melepaskan Alma.
Oh, Ya Allah. Bagaimana ini? Apa yang harus Naya lakukan? Ia mungkin tak akan kuat jika harus berpisah dengan Alma.
"maaf sebelumnya. Apa saya boleh minta waktu dulu sebelum kalian membawa Alma?" lirih Naya.
Odi dan Lusi saling pandang. Mereka mengertu dengan kondisi Naya. Mereka melihat dengan jelas guratan kecemasan akan kehilangan di wajah Naya. Mereka sadar bahwa Naya sangat menyayangi Alma.
.
.
Sebuah mobil berhenti di depan sebuah rumah minimalis. Lalu pintu depan terbuka diikuti seorang lelaki keluar dari sana. Lelaki itu kemudian membuka pintu sebelahnya lagu, dan membantu seorang anak untuk keluar.
Lelaki itu tampak menggendong anak perempuan itu penuh kasih sayang. Sesekali ia menciumi wajah imut nan menggemaskan itu.
"geli, ayah.." keluh si anak karena yang dipanggil ayah terus menciumi pipinya dengan gemas.
Setelah sampai di dalam rumah lelaki itu yang tak lain adalah Faizan menurunkan Alma dari gendongannya dan mengusap salam.
"Assalamu'alaikum." ucapnya yang diikuti oleh Alma.
Mereka baru saja dari rumah mertua Faizan menjemput Alma.
"Bundaaa.." teriak Alma mencari Naya.
Naya yang dipanggil pun menyudahi kegiatannya menyiram bunga di halaman belakang. Ia bergegas menghampiri Alma.
"Sayang.." ujar Naya memeluk Alma erat.
Hal itu membuat Faizan mengernyit. Naya memeluknya lama dan seperti enggan melepaskan anak itu. Matanya juga terlihat meneteskan bulir bening.
Namun, Faizan berusaha bersikap biasa saja meskipun dalam hati ia benar-benar heran dan penasaran melihat tingkah istrinya.
"Alma, Bunda sayang sama Alma. Jangan tinggalin bunda ya." kata Naya.
"Ama juga sayang bunda. Ama nggak akan ninggalin bunda." Jawab Alma.
Naya semakin mengeratkan pelukannya, tangisnya juga semakin menjadi. Namun, ia tiba-tiba menyadari keberadaan Faizsn yang menatapnya penuh tanya.
"Kita ke kamar, yuk sayang. Biar bunda mandiin Alma. Pasti bau, nih." ujar Naya mengalihkan.
Ia pun membawa Alma ke kamar. Sementara Faizan, ia merasa tersentuh melihat tangis Naya tadi. Namun, ia mencoba untuk tak peduli.
Tiba-tiba rasa keingintahuannya semakin menjadi. Kebetulan, Bi Ani tengah membawa pakaian yang baru diangkat ke ruang setrika. Ia pun memanggil Bi Ani untuk mencari tahu.
"Bi. Tunggu bi. Saya mau bicara." kata Faizan.
.
.
Bersambung....
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 194 Episodes
Comments
Quora_youtixs🖋️
semangat lanjut 👍
2021-07-10
1