MENYERAH
❤❤❤❤❤❤
Feya berusaha menarik nafas panjang, menghembuskanya sambil mengelus dada. Feya sedang berusaha keras menguatkan dirinya sendiri agar tidak menjatuhkan bulir-bulir hangat di dalam awan mendung di mata indahnya.
"Apa perlu aka jelaskan betapa pedulinya aku sama kamu? Apa kamu sudah kehilangan ingatan sampai setega itu berbicara sama aku?" Feya berbicara sambil berusaha mengatur nafasnya, dia harus tenang.
Sabar, enggak boleh nangis. Sabarrrr Fe.
Leya diam, tidak merubah posisinya saat ini. Tangannya tetap menjadi bantal penopang kepalanya di atas meja. Sepertinya dia memang tidak berkeinginan untuk berbicara dengan Feya. Entahlah, dia sedang tidak ingin mendengar Feya, dia sedang kesal pada Feya. Setelah semalam, tadi siang Leya sengaja menelpon Feya untuk kembali meminta kembarannya itu agar mau membantunya, membantu dia untuk bermain peran seperti masa sekolah dulu. Leya bahkan sampai memohon pada Feya, tetapi Feya bertahan dengan kata tidak. Tidak kemaren malam walaupun Leya sudah bersimpuh memohon, tidak pula hari ini yang lagi-lagi dia telah memohon.
Kesal
Leya sangat kesal saat ini, hatinya terlalu sedih mendapati Feya tidak berkeinginan membantunya, padahal semua ini penting bagi Leya, sangat penting. Tetapi Feya tidak ingin membantunya. Jadi wajar saja bukan, kalau Leya bertanya apa pedulinya Feya pada dirinya?
Bagi kamu bukan masalah besar, karena kamu bisa segalanya. Kamu pintar masak, masakkanmu enak. Lah aku? Aku tuh bentar lagi mau nikah Fe, aku nggak bisa masak tauuuu. Jangankan masak, bedakan rempah-rempah dapur aja aku nggak bisa. Aku bukan nikah sehari dua hari Fe, aku berdoa pada Tuhan ini adalah pernikahan pertama dan terakhirku, aku berharap selama hayat berjodoh sama Hadi. Lantas, seumur hidup pernikahan kami, aku nggak bisa buatkan apa-apa untuk suamiku? Untuk anakku? Kamu ngerti nggak Fe? Kamu mana ngertikan rasanya takut membuat kecewa laki-laki yang kamu cintai. Kamu sih jomblo kelamaan, jadinya mana ngerti perasaan aku. Ihhhhh Feya, aku kesal.
"Mau berapa lama kamu maki aku, hah?" Feya seakan tahu apa isi hati Leya saat ini.
Leya menegakkan kepalanya, duduk dengan menyandarkan kepalanya pada sandaran kursinya sambil menatap mata Feya lekat.
Nah, itu tahu aku lagi gomong apa. Tapi tetap aja jawabanmu adalah enggakkan, tega.
"Aku dihadapanmu, gomong itu langsung aja. Jangan mengerutu di dalam hati, gomong jujur". Lagi, sepertinya Feya tahu apa yang tengah dirasakan hati Leya saat ini.
"Percuma gomong, kamu mana mau bantu aku. Kamu mana peduli sama aku, tega". Leya berbicara sambil memonyongkan bibirnya maju ke depan.
"Pake mencebek aku lagi". Feya menggelengkan kepala melihat tingkah Leya.
"Duduk di sofa yuk, kita bicara di sana aja. Aku capek berdiri melihat bibir jelekmu itu". Ajak Feya.
Leya hanya diam dan mengikuti langkah kaki Feya menuju sofa. Dia pun mengambil posisi duduk di sebelah sisi kiri Feya. Duduk diam, hanya menyandarkan kepalanya ke sandaran sofa sambil menatap langit-langit ruang kerjanya. Sepertinya Leya enggan menatap Feya saat ini, mungkin karena hatinya masih kesal pada kembarannya itu.
"Kamu yakin hanya bermain peranlah solusi masalah masakmu?" Tanya Feya serius.
Leya menganggukan kepalnya tanpa menoleh ke arah Feya apa lagi bersuara.
"Sudah kamu pikirkan? Ini bukan masalah sederhana Le, kamu sudah dewasa bahkan kamu akan segera menikah. Aku tau, tujuan kamu melakukan semua itu baik, sangat mulia. Aku juga seorang wanita Fe, aku pun juga punya impian tentang keluarga bahagia saat aku menikah nanti. Tetapi dengan memintaku berganti peran dihadapan Hadi? Itu sangat konyol, Hadi loh Le, calon suamumu. Tunangan yang akan mengikatmu menjadi istrinya. Tolonglah berpikir jernih". Feya berbicara dengan lembut pada Leya.
"Aku sudah memikirkan semuanya Fe, aku tau banget kamu saudaraku. Aku percaya sama kamu dan aku percaya sama Hadi. Tidak akan ada masalah dengan ideku, aku tau Fe". Jawab Leya tetap tanpa merubah posisi duduknya.
"Yakin? Kamu nggak bakalan menyesal? Dua minggu itu lama Le, segalanya bisa terjadi di rentan waktu dua minggu. Apa kamu mikir sejauh itu?" Feya masih berusaha berbicara lembut.
"Tidak lama kok, lagian kamu tuh gak tiap jam ketemu Hadi. Hanya saat tertentu saja dan itu pun aku jamin enggak bakal sampai berjam-jam". Jawab Leya tegas.
Feya mengusap kasar wajahnya, sepertinya dia telah mengeluarkan semua isi hatinya. Dan jawabannya yang di dapatnya adalah keyakinan diri Leya. Sekarang Feya memilih diam, berpikir dan berpikir.
Semoga memang semua semudah jalan pikiranmu Le, semoga kamu tidak akan pernah menyesal. Aku sayang banget sama aku, Tuhan lindungi aku. Jangan sampai hal-hal buruk menimpa hubungan Leya dan Hadi karena aku, karena permainan peran bodoh ini.
"Baiklah, aku menyerah". Terdengar suara Feya pelan.
"Apa Fe?" Leya merasa tidak terlalu jelas mendengar suara Feya barusan.
Feya diam dan menarik nafas panjang, sepertinya dia harus memenuhi rongga paru-parunya dengan begitu banyak oksigen agar dia tidak kehabisan nafas untuk bersuara saat ini. Sulit baginya untuk mengulang kata-kata tadi, tetapi Leya terus mendesaknya. Otaknya sangat ingin menolak, tetapi hatinya tidak tega melihat Leya yang sedih teramat sangat. Saat ini tangan Leya sudah sibuk menguncang lengan Feya, memintanya kembali mengulang apa yang diucapnya tadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 170 Episodes
Comments
Rievya
is gua gemes banget deh sama leya, terlalu egois.
2021-05-22
1
ulfah
lanjut...
2020-02-15
3