APA PEDULI MU ?
❤❤❤❤❤❤
Santai dan tenang, seperti itulah Feya menjalankan mobilnya menuju kantor Leya. Sore ini, Feya sengaja memilih bergesa pulang setelah jam kantor selesai. Dia sangat ingin berjumpa dengan Leya, hati kecilnya merasa ada yang tidak beres dengan sikap Leya sebelum menutup telepon secara sepihak.
Jalan sore ini cukup ramai, mungkin karena jam pulang kantor sehingga Feya pun terjebak di dalamnya. Cukup terasa lama hingga waktu sampai Feya di kantor Leya pun membutuhkan waktu satu jam, tidak seperti saat jalan sepi dan lancar.
"Sukurlah ada Ibu Feya di sini", Tiwi, sekretaris Leya sangat senang melihat kedatangan Feya. "Saya sudah mulai panik Bu. Pak Hadi tidak bisa saya telepon dari tadi". Sepertinya Tiwi cukup cemas.
"Ada apa Tiwi? Kenapa kamu begitu kawatir?" Feya heran dengan sikapTiwi.
"Bu Leya, Bu. Sudah dari tadi berkurung di dalam. Beliau melarang siapa saja masuk, bahkan saya pun di larang Bu. Saya panik bu, saya takut memberi tahu karyawan yang lain. Jadi saya coba menghubungi Pak Hadi, tetapi teleponnya tidak aktif". Tiwi berbicara sambil meremas jari-jarinya sendiri. Feya dapat melihat Tiwi sangat cemas saat ini.
Mendengar cerita Tiwi, Feya pun mulai merasa sedikit takut. Apa ngerangan yang terjadi pada Leya, berarti inilah arti perasaan cemasnya tadi terhadap Leya.
"Memangnya kenapa Leya?" Feya berusaha mencari lebih banyak informasi. "Kenapa mendadak dia seperti itu, apa pemicunya tadi?" Feya harus mencari tahu kalau ingin menolong Leya.
"Saya juga tidak tau Bu, dari pagi Presdir memang seperti kurang bersemangat. Saya pikir mungkin beliau sedang kurang sehat. Beliau tetap bekerja bu, seperti biasa. Tetapi tadi, mungkin lebih kurang dua jam lebih yang lalu, Bu Leya menerima telepon atau menelepon. Saya tidak tau pasti, yang jelas setelah telepon di tutup terlihat Bu Leya sangat sedih dan dia melarang siapa saja untuk masuk ke ruang kerjanya, bahkan saya juga Bu. Padahal ini sudah lewat dari jam pulang. Bagaimana ini Bu? Saya sudah berusaha memanggil beliau, tetapi tidak ada sahutan. Dan, dan tadi Bu, tadi saya sempat mendengar suara tangis dari ruangan Bu Leya" Tiwi meminta solusi pada Feya.
Berarti dia nangis dan mengurung diri di dalam setelah menutup telepon tadi. Apakah selama dua jam ini dia terus menangis?
"Terima Kasih Tiwi, sekarang kamu pulanglah. Hari sudah mulai malam, Leya percayakan saja pada saya. Saya hanya minta kepada kamu, tolong rahasiakan kejadiaan ini dari siapapun".
"Ibu yakin? Saya nggak papah kok Bu di sini dulu".
"Sudahlah kamu pulang saja, Leya percayakan padaku". Feya sekali lagi meminta Tiwi agar pulang.
"Baiklah Bu, saya akan pulang. Tapi, kalau ada apa-apa tolong kabari saya ya Bu". Pinta Tiwi pada Feya.
Feya menganggukan kepalanya dan tersenyum pada Tiwi. Setelah Tiwi pergi meninggalkannya sendiri, Feya pun segera menuju ruang kerja Leya.
Tok, tok, tok. Terdengar suara pintu ruang kerja Leya yang di ketuk oleh Feya. "Le, ini aku. Aku masuk ya?" Ujar Feya dari sisi luar pintu.
Feya diam mendengar jawaban dari dalam. Menunggu beberapa saat, tetapi hanya senyap. Akhirnya Feya mencoba membuka pintu tersebut dan ternyata tidak terkunci. Feya masuk ke dalam ruang kerja Leya, pelan dan berhati-hati melangkah sambil mencoba mengamati sekitar.
Dimana Leya?
Feya berusaha mencari, tetapi dari sudut pandangnya saat ini tetap saja keberadaan Leya tidak bisa ditemukan oleh Feya. Feya berjalan semakin ke dalam ruangan sambil melihat ke arah sofa, tetapi tidak menemukan Leya. Dari sofa, arah pandangan Feya beralih ke sisi kanan dan kiri ruangan.
Tidak ada.
Feya kemudian berjalan mendekati meja kerja Leya, ternyata Leya tengah terduduk di kursi kerjanya dengan posisi kepala direbahkan di atas meja yang beralaskan tangan kanannya sendiri. Feya tidak bisa melihat wajah kembarannya, tetapi dia dapat memastikan kalau Leya saat ini bukan tertidur.
"Le", panggil Feya, tetapi yang di panggil diam saja.
"Le, ini aku", Feya kembali memanggil Leya sambil berjalan mendekati kursi tempat Leya duduk. Di sentuhnya rambut Leya dan membelainya lembut.
"Ada apa?" Feya masih berusaha mengajak Leya berbicara.
"Pergilah", hanya kata itu yang terucap dari mulut Leya.
"Kamu kenapa? Hey, coba lihat aku dulu". Feya berusaha membuat Leya menatap padanya.
"Aku minta padamu, pergilah". Suara Leya terdengar serak.
"Kamu nangis? Kenapa Le?" Feya yakin suara serak Leya yang didengarnya itu pasti karena Leya habis menangis.
"Apa peduli kamu?" Leya menjawab sekenaknya.
Deggggg, entah kenapa, entah dari mana. Tiba-tiba ada rasa menyesak di hatinya Feya, rasanya sakit sekali bagi Feya. Sakit yang berasal dari mendengar perkataan Leya barusan. Tanpa disadarinya ada mendung dimatanya, rasanya hatinya terluka mendapati Leya begitu tega mengatakan tentang rasa pedulinya pada Leya. Leya saudara kembarnya sendiri, saudara satu-satunya bagi Leya, saudara yang selalu dibelanya. Dia selalu ada buat Leya, selalu ada buat hidup Leya dan sekarang, sekarang begitu mudah Leya bilang dia tidak punya perasaan. Sepertinya sekarang mendung di mata Feya mulai menebal, seakan sebentar lagi akan ada bulir-bulir hujan yang jatuh membasahi di sudut matanya.
Rasanya sakit, pertanyaan konyol itu datang dari mana? Sebenarnya ada apa ini?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 170 Episodes
Comments