Bab 11

Keesokan paginya, cahaya matahari menyusup malu-malu melalui tirai tipis kamar Renatta. Ia membuka matanya perlahan, lalu menggeliat sambil menguap panjang. Begitu menyadari apa yang terjadi semalam Zavian, makanan, dan ekspresi malu-malunya pipinya langsung bersemu merah.

"Aduh... semoga dia nggak ilfeel," gumamnya sambil menutup wajah dengan bantal.

Setelah sedikit drama pagi dengan dirinya sendiri, Renatta akhirnya bangkit dan bersiap. Ia membuat teh hangat dan duduk di teras depan rumahnya yang mungil tapi nyaman. Tak lama, suara gerbang rumah sebelah terdengar.

Zavian.

Ia keluar rumah dengan kemeja lengan panjang yang digulung hingga siku, celana bahan abu, dan tas selempang. Pasti mau ke kampus, pikir Renatta.

Zavian sempat melirik ke arah Renatta yang duduk di teras, lalu tersenyum dan menghampirinya.

"Selamat pagi, Tetangga," sapa Zavian santai sambil menyender sebentar di pagar pembatas rumah mereka.

Renatta tertawa kecil, "Pagi..."

Zavian menunjuk ke gelas teh yang dipegang Renatta. "Santai banget, kamu gak ke kampus?"

Renatta pura-pura jutek, "Ke kampus sebentar lagi"

Zavian ikut tertawa. "Kamu terlalu santai, kalau kamu terlambat saya nggak akan izinkan kamu masuk kelas saya"

Renatta sangat kesal, mengapa sih dia masih harus datang ke kampus. menyebalkan sekali.

Zavian melihat jam tangannya, "Saya ke kampus dulu ya"

"Iya silahkan"

Zavian tersenyum lebih lebar.

Ia melambaikan tangan dan melangkah pergi. Renatta hanya bisa menggeleng pelan, lalu masuk ke rumahnya dengan perasaan aneh yang tak bisa ia jelaskan.

Mungkin... pagi-pagi begini, bukan cuma matahari yang mulai hangat.

***

Renatta bersiap dengan wajah kesal. Ia masih kesal mengingat ucapan Zavian tadi pagi.

"Kamu terlalu santai, kalau kamu terlambat saya nggak akan izinkan kamu masuk kelas saya."

Ancaman yang dilontarkan dengan senyum itu terasa lebih menyebalkan daripada jika disampaikan dengan marah. Padahal seharusnya Renatta hanya tinggal menunggu waktu sidang ulang tahun depan, tapi Zavian bersikeras agar ia tetap mengikuti kelas sebagai syarat tambahan. Mau tak mau, Renatta menurut. Demi kelulusannya, tentu saja.

Dengan langkah berat, ia berangkat ke kampus.

Sesampainya di sana, ia sempat bertemu dengan Mira, Sela, dan Arya di taman kampus sebelum kelas dimulai.

"Ren! Astaga, lo masuk lagi? Kirain udah libur panjang!" seru Sela sambil menepuk lengan Renatta.

"Aku juga mikirnya gitu, tapi Pak Dosen Neraka itu nyuruh gue balik kelas. Katanya biar refleksi diri lah, biar makin siap sidang lah... Nggak logis banget," keluh Renatta sambil menghela napas panjang.

Arya menahan tawa. "Dosen Neraka? Maksud lo Pak Zavian?"

Mira langsung membulatkan mata. "Tunggu... Pak Zavian? Jangan bilang... lo masih sekelas sama dia?"

Renatta mendesah. "Lebih parah. Sekarang gue tetanggaan sama dia."

"TETANGGAAN??" seru mereka bertiga kompak.

Renatta buru-buru menoleh ke sekeliling. "Ssht! Bisa nggak sih kalian ngomongnya pelan-pelan? Mau kedengeran sekomplek?"

Sela langsung menutup mulutnya sambil tertawa geli. Mira mendekat, berbisik penuh semangat. "Serius? Rumah lo sebelahan gitu?"

Renatta mengangguk pelan. "Sebelah persis. Dinding ke dinding."

Arya menahan tawa sambil menyenggol lengan Renatta. "Wah, ini sih sinetron banget. Cinta berawal dari sebelah rumah."

Renatta menyipitkan mata. "Gue bakar rumah lo bertiga kalau lanjut ngomong kayak gitu."

Tapi meskipun mulutnya ngomel, rona merah pelan-pelan naik di pipinya. Ia membuang muka ke arah taman, mencoba menutupi senyumnya sendiri.

Sela langsung nyengir nakal saat melihat ekspresi itu.

"Wah... pipinya merah tuh!" goda Sela.

"Apasih Lo..." elak Renatta sambil mengipas-ngipas wajahnya dengan buku catatan.

Mira nyenggol Arya sambil berbisik, “Fix nih, bentar lagi bakalan ada cinta lokasi.”

Arya menimpali dengan gaya dramatis, "Tiap pagi saling lempar senyum dari balkon... terus sarapan bareng. Duh, manis banget."

Renatta langsung menyodorkan buku ke arah kepala Arya. "Gue lempar beneran nih buku catatan kalau lo makin ngaco!"

Arya tertawa, melindungi kepalanya. "Aduh, jangan dong, nanti pas sidang ulang gue butuh lo buat contekan."

"Gue nggak bakal kasih contekan kalau masih ngatain gue gitu!" Renatta memelototkan matanya.

"Eh udah deh kalian... Eh Terus-terus... Apa yang terjadi?"

"Emmm dia bawain gue makanan"

Mereka bertiga kompak menutup mulut dengan ekspresi terkejut.

"Seriusan? dianterin makanan?" tanya Mira tak percaya.

"Iya... Dia masak sendiri"

"Oh my god, dosen yang terkenal cuek dan dingin itu bersikap kayak gitu ke lo?"

"Jangan-jangan dia batalin sidang lo karena mau pdkt sama Lo Nat" kekeh Arya.

Mira tertawa paling kencang. "Sekarang lo ngaku deh... Pasti pas Pak Zavian nganterin makanan semalam lo senyum-senyum sendiri kan?"

"Nggak, gue biasa aja tuh" Renatta membela diri.

"Tapi kenapa tiba-tiba pak Zavian baik banget sama Lo?"

Renatta terdiam sejenak, lalu berusaha bersikap tenang. "Itu… bentuk sopan santun sebagai tetangga baru. Titik.

Sela melipat tangan di dada, "Yaelah, kalau sopan santun doang nggak bakal dibales masakan juga. Hayo, semalam masak apa?"

Renatta mendesah, pasrah. "Pasta… "

"Aaaaa~" ketiganya serempak menggoda sambil tertawa puas.

Renatta akhirnya ikut tertawa juga, walau tetap sambil mengeluh. "Udah udah, stop. Gue nggak mau ada gosip gue deket-deket sama dosen sendiri."

Arya mengangkat alis, “Eh tapi kalo nanti kejadian beneran, jangan lupa undang kita ke resepsi ya.”

"ARYA!!" teriak Renatta dengan wajah merah padam.

Tawa pun kembali pecah di antara mereka, membuat suasana pagi yang tadinya melelahkan terasa lebih ringan bagi Renatta.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!