Bab 6

Suasana rumah sakit pagi itu dipenuhi hiruk-pikuk. Perawat berlalu-lalang, dokter sibuk memeriksa pasien, dan suara monitor jantung terus berbunyi. Di salah satu ruangan, Renatta terbaring lemah dengan selang infus di tangan. Wajahnya pucat, bibirnya kering, dan matanya masih tertutup.

Zavian berdiri di samping tempat tidur, matanya tak lepas dari wajah Renatta. Ia jarang sekali menunjukkan ekspresi cemas, namun kali ini jelas terlihat kegelisahan di sorot matanya. Dosen perempuan yang tadi ikut mengantar duduk tak jauh dari situ, sesekali memandang Zavian dengan heran.

"Dia dehidrasi parah dan kelelahan berat," jelas seorang dokter. "Kondisinya sempat drop karena tekanan darah rendah dan anemia. Untung cepat dibawa."

Zavian mengangguk tanpa berkata apa-apa.

Beberapa saat kemudian, Renatta mengerang pelan, matanya perlahan terbuka. Pandangannya masih buram, tapi samar-samar ia melihat sosok yang begitu dikenalnya.

“Bu Riska?” gumamnya lirih.

"Iya Ren, ini ibu"

Zavian langsung mendekat. "Kamu sudah sadar…"

Renatta mencoba bangun, tapi tubuhnya masih terlalu lemah. “Sidang… aku harus…”

“Diam,” potong Zavian lembut namun tegas. “Kamu sudah cukup membuat semua orang panik hari ini. Istirahatlah dulu.”

Renatta memalingkan wajah, menahan air mata. “Aku nggak mau gagal…”

Zavian menarik napas panjang. “Kamu tidak akan gagal. Kita bisa jadwalkan ulang. Semua bisa diatur, asalkan kamu sehat dulu.”

Tiba-tiba pintu ruangan terbuka. Dua orang mahasiswi yang merupakan teman dekat Renatta masuk sambil membawa tasnya. “Ren! Ya ampun kamu kenapa sih? Nggak bilang-bilang kalau kamu nggak enak badan dari pagi!” seru salah satu dari mereka.

Renatta hanya tersenyum lemah. “Aku pikir aku kuat…”

Zavian berdiri, membereskan jasnya. “Saya keluar dulu. Kalian temani dia ya.”

Sebelum keluar ruangan, Zavian menoleh sekali lagi. Pandangannya bertemu dengan mata Renatta. Dalam sekejap, dunia terasa hening. Renatta menatapnya penuh rasa bersalah, sementara Zavian hanya memberi anggukan kecil dan senyum yang sulit diartikan.

Sip, kalau begitu bagian saat di rumah Tante Diah aku sesuaikan supaya mereka tidak tahu apa pun tentang kondisi Renatta. Yuk kita lanjutkan:

Di sisi lain, di rumah Diah.

Tante Diah duduk di ruang tengah sambil menonton sinetron, sementara kedua anak perempuannya masih asik bermain ponsel tanpa membantu pekerjaan rumah. Sesekali Diah melirik ke arah pintu, tampak kesal karena Renatta belum juga kembali.

Tak lama kemudian, Bu Nur tetangga yang tinggal tepat di sebelah mengetuk pintu dan masuk membawa kantong plastik berisi sarapan dan obat herbal.

“Tadi Renatta nitip ini, katanya buru-buru ke kampus,” kata Bu Nur.

“Kenapa dia nggak langsung taruh aja di dapur? Nyuruh-nyuruh orang segala,” gerutu Diah sambil mengambil plastik itu.

“Wah, saya pikir dia emang lagi terburu-buru. Kasihan juga anak itu, dari pagi kelihatan lari-larian.”

Diah hanya mendengus tak peduli, lalu meletakkan kantong plastik di atas meja. “Biarin aja. Lagian bukan cuma dia yang punya urusan.”

Kedua anaknya tak bereaksi sama sekali, masih sibuk dengan ponsel masing-masing. Tak satu pun dari mereka bertanya bagaimana keadaan Renatta sekarang, atau bagaimana sidangnya berlangsung.

Suasana rumah tetap tenang, seolah tidak ada apa-apa yang terjadi. Sementara itu, di tempat lain, Renatta masih berjuang dengan tubuhnya yang lemah di rumah sakit. Tak satu pun dari keluarganya di rumah tahu dan mungkin, mereka pun tak peduli.

***

Kondisi Renatta mulai membaik. Warna wajahnya sudah tak sepucat sebelumnya, dan kini ia duduk bersandar di ranjang rumah sakit sambil menyantap sarapan yang dibawakan oleh salah satu dosen pendamping, Bu Riska.

Bu Riska tampak mondar-mandir di sisi tempat tidur, sesekali melirik jam tangannya. Raut wajahnya penuh kegelisahan.

“Ada apa, Bu?” tanya Renatta pelan, curiga.

“Tidak apa-apa, Nak. Kamu istirahat dulu, ya,” jawab Bu Riska dengan senyum yang dipaksakan.

Namun Renatta tidak bisa tenang. Ia merasa seperti ada yang disembunyikan darinya. Terlebih lagi, Sela dan Mira yang biasanya cerewet pun terlihat diam dan bingung. Sesuatu pasti terjadi.

Setelah beberapa menit, Bu Riska berkata pelan, “Setelah ini kamu langsung pulang ke rumah dan istirahat saja dulu ya, Ren…”

Renatta menatap Bu Riska dengan heran. “Lho, bukannya aku harus lanjut sidang hari ini? Aku harusnya—”

Tiba-tiba pintu ruangan terbuka. Zavian masuk dengan wajah serius, membawa dokumen di tangannya. Semua orang langsung diam menatapnya.

“Renatta,” ujar Zavian tegas, “Sidangmu ditunda. Tesismu harus diulang. Kamu akan mengulang tahun depan.”

Seisi ruangan terdiam. Sela menutup mulutnya menahan kaget. Mira menatap Renatta dengan mata membesar. Bu Riska langsung menunduk, enggan menatap mata mahasiswinya.

Renatta membeku di tempat. “Apa?” suaranya nyaris tak terdengar. “Tadi… tadi katanya sidangku masih bisa dijadwalkan… Kenapa sekarang... kenapa sekarang tesisku ditunda?!”

Zavian tetap tenang. “Kamu pingsan sebelum sempat mempresentasikan apa pun. Aturannya seperti itu. Tidak ada sidang lanjutan di semester ini.”

Renatta menggenggam selimut di pangkuannya erat-erat. Air matanya mulai jatuh satu per satu.

“Tapi aku sudah berjuang… aku nggak tidur dua hari demi nyelesaiin semua… aku cuma terlambat sedikit… kenapa harus sampai ditunda setahun?”

Zavian tidak menjawab. Ia hanya berdiri diam, menghadap jendela rumah sakit.

Renatta menunduk, pundaknya mulai bergetar. “Impian aku… semuanya hancur…”

Bu Riska akhirnya menghampiri dan memeluk Renatta erat, mencoba menenangkan meski ia sendiri nyaris menangis. “Maafkan ibu, Nak… ibu nggak tega ngasih tahunya. Tapi kamu kuat… kamu pasti bisa hadapi ini.”

Renatta menghapus air matanya kasar, lalu menatap Zavian dengan mata memerah. “Jadi segampang itu ya? Cuma karena aku pingsan, semua usahaku selama ini dibuang begitu aja?”

Zavian menoleh dengan tenang. “Ini bukan soal ‘segampang itu’, Renatta. Ini soal prosedur. Kamu tidak hadir penuh dalam ujian, berarti tidak memenuhi syarat kelulusan hari ini.”

“Tapi aku sudah ada di ruangan, Pak!” seru Renatta, mulai meninggikan suara. “Aku bahkan sudah menyiapkan semua dokumen, semua file, aku tinggal presentasi!”

Zavian menarik napas pelan. “Tapi kamu tidak presentasi. Kamu pingsan. Dosen penguji tidak bisa memberikan penilaian tanpa presentasi.”

Renatta menggeleng cepat, hatinya terasa panas. “Kenapa nggak dikasih kesempatan besok atau lusa? Kenapa harus tahun depan?!”

Zavian membuka map di tangannya dan menunjukkannya pada Renatta. “Karena kuota sidang semester ini sudah penuh. Dan kamu dinyatakan tidak hadir secara akademik karena tidak menyampaikan materi. Sudah jelas diatur di pedoman.”

Renatta mendecak kesal. “Jadi semuanya cuma soal peraturan? Nggak ada ruang untuk toleransi?”

Zavian menatap Renatta dalam-dalam. Matanya tetap tenang, suaranya rendah tapi tegas. “Justru karena semua mahasiswa ingin diperlakukan adil, maka peraturan itu harus ditegakkan. Kamu bukan satu-satunya yang berjuang, Ren. Tapi kamu satu-satunya yang tidak bisa menyelesaikan sesi ujianmu hari ini.”

Renatta diam. Mulutnya terbuka, tapi tak ada kata yang keluar.

Zavian melanjutkan, “Saya tahu kamu berjuang keras. Tapi bukan berarti kami bisa abaikan prosedur. Ini bukan tentang perasaan. Ini tentang tanggung jawab dan akuntabilitas.”

Renatta menggigit bibirnya, kembali menunduk. Ia benci mengakuinya, tapi kata-kata Zavian tidak bisa dibantah. Semuanya terdengar masuk akal. Dan menyakitkan.

Bu Riska memegang tangan Renatta erat. “Sudah, Nak… istirahat dulu. Kita pikirkan langkah selanjutnya, ya?”

Renatta hanya mengangguk pelan, air mata kembali mengalir meski ia tak menangis.

Zavian menyimpan mapnya kembali dan berjalan keluar ruangan tanpa menoleh lagi.

Namun di balik ketenangan wajahnya, ada sesuatu yang tertahan di dalam dadanya. Ia tahu keputusan itu menyakitkan terutama untuk Renatta. Tapi justru karena itu, ia tak bisa membiarkan emosi mengalahkan aturan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!