Amelia masih sedikit syok mendengar suara di seberang telepon. Dia belum berani untuk mengeluarkan kata-kata lagi. Hingga suara berat dari pria itu kembali terdengar.
"Apa kabar Nona Amelia?"
"Ah... euh..baik."
Duh stupid, kenapa dengan suaraku ini. Amelia
"Apa saya mengganggu waktumu?" tanya suara di seberang.
"Tidak!"
Gadis itu memukul kepala nya sendiri atas tindakan bodohnya, yang menjawab pertanyaan Dirga dengan secepat kilat.
Terdengar suara tawa kecil dari Dirga. Amelia tahu itu.
"Maaf, ada perlu apa yah Tuan Dirga menelepon saya?"
"Tidak ada apa-apa Nona, saya hanya ingin mengetahui kabarmu saja."
"Oh baiklah, tapi bisakah anda tidak memanggil saya dengan sebutan nona. Rasanya tidak enak didengar."
"Lantas saya harus memanggilmu apa?"
"Amelia saja, seperti saat kita bicara di cafe tempo hari lalu."
"Oh.. baiklah. Amelia."
"Apa anda tidak sedang sibuk tuan? Pengusaha seperti anda tidak mungkin tidak ada pekerjaan bukan?" tanya Amelia terdengar sarkas.
"Apa kamu tidak suka saya menelepon kamu?"
"Ah tidak, bukan seperti itu. Saya hanya merasa tidak enak hati pada anda Tuan Dirga. Anda menelepon saya hanya untuk menanyakan kabar saya saja, rasanya aneh sekali."
"Bagi saya tidak aneh. Saya yang ingin meneleponmu, kenapa kamu harus merasa tidak enak."
"Maaf Tuan, saya.."
"Kamu sungguh tidak suka saya hubungi," potong Dirga tiba-tiba.
Ini orang kenapa sih. Amelia
"Tidak seperti itu," jawabnya mengklarifikasi.
"Jadi kamu suka?"
Heuh...Ya ampun, ini orang. Argh! Amelia
"Jadi kamu suka saya menghubungi kamu?" pria itu masih bertanya.
"Maaf Tuan. Apa sebetulnya yang ingin anda bicarakan kepada saya?"
"Seperti yang saya katakan tadi, saya hanya mau tahu kabar kamu."
"Tuan Dirga, kabar saya baik, baik sekali. Jika tidak ada lagi yang ingin anda sampaikan kepada saya, bolehkah saya tutup teleponnya?" gadis itu berusaha menahan nada suaranya yang sebenarnya sudah terbawa emosi.
Tuhan apa sebetulnya mau orang ini.
"Bolehkah saya mengunjungimu?"
"Apa? euhm, maaf Tuan Dirga saya tidak bisa."
"Kenapa? apa kamu sedang bersama seseorang?" terdengar nada tidak suka.
"Bukan, hanya saja saat ini saya sedang tidak berada di rumah."
"Kita bisa bertemu di suatu tempat."
"Eh, maaf Tuan tapi saya sedang mengunjungi kedua orang tua saya."
"Oh baiklah. Berapa lama kamu di rumah orang tuamu?"
"Saya belum tahu."
"Maaf Tuan, sepertinya tidak ada lagi yang harus kita bicarakan, boleh kah saya menutup teleponnya sekarang?"
"Ah Ya. Baiklah."
"Selamat siang Amelia, maaf sudah mengganggu waktumu."
"Selamat siang juga Tuan Dirga."
Sebenarnya mau orang itu apa sih. Lama-lama jadi bikin emosi. Untung aja mukanya ganteng, kalo nggak, udah mencak-mencak dari tadi kali. Amelia
"Muka kamu kenapa, Kak?" terdengar suara dari arah ruang depan, seketika Amelia menengok, ternyata suara Arga, sang adik yang baru pulang sekolah, masih lengkap dengan seragam putih abu-abunya.
"Gak kenapa-napa. Baru balik sekolah kamu, Ga?"
"Iya lah, gak lihat ini masih pakai seragam gini."
"Ish, orang nanya baik-baik juga," sungut Amelia kesal.
"Lagian basa-basinya basi, kaya yang lagi badmood gitu. Abis teleponan sama siapa sih?" tanya Arga sambil duduk mencomot cemilan yang tadi Bunda taruh di meja.
"Sama pria tampan."
"Siapa, Kak Bobby?"
"Ih, masa Bobby."
"Ya, sama siapa dong?"
"Ada deh. Mau tahuuuu aja," serunya sambil mengambil tas ranselnya dan berjalan ke arah kamar.
"Ah dasar. Awas loh Kak."
Yang dikatai hanya terdengar suara tawanya saja dari dalam kamar.
***
"Pak, ada Mbak Sisy di lobby, minta izin bertemu," Juna memberitahu Dirga ketika pria itu baru saja memutuskan hubungan teleponnya dengan Amelia.
Pria itu tidak langsung menjawab. Sebetulnya Ia sudah malas untuk melayani mantannya itu. Bukan karena benci, tapi Ia tidak mau memberikan harapan palsu, karena Ia tahu kalau wanita itu masih menaruh perasaan padanya.
"Pak Dirga?" tanya Juna kembali.
"Biarkan Dia masuk," kata Dirga pada akhirnya.
"Baik Pak."
Juna tahu mengapa Bos nya bersikap demikian. Ya, karena Ia adalah saksi dimana sang bos dikhianati oleh mantan kekasihnya itu.
Saat itu mereka sedang melakukan meeting dengan klien di salah satu ruangan sebuah restoran. Ketika meeting selesai dan mereka hendak pergi meninggalkan restoran, tanpa sengaja Dirga melihat Sisy bersama seorang pria duduk berdua dengan suasana yang tampak akrab bahkan cenderung mesra.
Meski awalnya Sisy mengelak, namun pada akhirnya dia mengakui kalau selama ini Ia telah berselingkuh di belakang Dirga. Lelaki yang sangat mencintainya setulus hati, namun Ia khianati hanya karena Dirga tidak pernah bersikap romantis dan mesra.
Selama mereka menjalin hubungan selama dua tahun lamanya, sikap mesra Dirga hanya sebatas memegang tangan dan mencium kening saja, tidak lebih dari itu.
Sisy merasa bahwa Dirga tidak serius mencintai dirinya. Dia berpikir Dirga mau menjalin hubungan dengannya hanya karena rasa tidak enaknya pada kedua orang tua mereka yang memang saling mengenal.
Sisy buta akan sikap perhatian dan kepedulian Dirga kepadanya. Yang Ia lihat hanya kekurangan lelaki itu saja. Walaupun Sisy akui, Dirga adalah lelaki yang baik dan ramah. Namun sisi lain dari seorang Sisy Pramesti, Ia membutuhkan juga belaian hangat dari seorang pria dan sayangnya Dirga tidak bisa memberikan itu.
Yang pada akhirnya, Ia berani bermain di belakang Dirga ketika kesempatan itu datang. Mario, teman kuliah nya dulu tanpa di duga hadir di tengah-tengah hubungan nya dengan Dirga yang Ia rasa hambar.
Disaat Dirga memilih untuk menyudahi hubungannya dengan Sisy, wanita itu tidak memaksa atau merajuk untuk kembali, Ia merasa apa yang dilakukan Dirga adalah keputusan yang tepat. Dan Sisy lebih memilih Mario kala itu. Lelaki yang membuat Ia merasa menjadi wanita seutuhnya, bukan hanya diberi perhatian semata namun kehangatan juga yang telah diberikan oleh lelaki itu yang membuatnya mengambil langkah demikian.
"Hai Ga..?" sapa Sisy ketika baru saja masuk ke dalam ruangan Dirga.
"Hai. Silakan duduk."
"Jangan terlalu formal gitu dong Ga. Nggak enak banget dengernya."
Dirga tidak mempedulikan perkataan wanita di hadapannya. Ia masih berkutat dengan tumpukan dokumen di mejanya.
"Kerjaan kamu masih lama?" tanya Sisy masih di posisi duduknya di atas sofa.
"Hem," jawabnya tanpa mengalihkan pandangan.
"Ga...Kamu belum makan siang kan, kita makan bareng yuk!" mencoba beranjak dan menghampiri Dirga.
"Maaf Sy, kerjaan aku masih banyak dan belum selesai. Kamu bisa makan siang duluan kalau kamu mau."
"Bukan begitu Ga. Aku ingin makan bareng aja sama kamu sekalian ngobrol-ngobrol."
"Sy, maaf banget. Kayanya untuk hari ini aku belum bisa. Mungkin lain waktu."
"Ga....apa kamu masih marah sama aku?"
"Marah? Karena apa?" masih terdengar santai.
"Karena perbuatan aku dulu ke kamu," jawabnya.
Dirga mulai mengambil posisi menatap wanita di depannya. Fokusnya beralih dari berkas pekerjaan yang sesungguhnya masih butuh perhatian darinya.
"Sisy, aku bukan tipe pria pendendam. Kamu tahu itu. Jadi kalau kamu masih menganggap aku marah dan juga kesal sama kamu. Kamu salah besar. Aku sudah melupakan peristiwa satu tahun lalu itu. Bagiku itu semua adalah cerita dan kenangan masa lalu saja. Tidak lebih."
"Lalu kenapa sikapmu kepadaku sungguh jauh berbeda sekarang?" terdengar suara yang sedikit parau.
Sisy mulai terbawa emosi dan berusaha menahan tangisnya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
GAK MALU BNGET NI SISY, UDH DI TENDANG MARIO YAA STELAH MARIO CICIPI TUBUH LOO, BODOH SANGAT KLO DIRGA MAU BALIKAN MA LOO,, APA YG BSA LO BRIKN KPDA DIRGA,, DLU DIRGA SANGAT MNCINTAI LO, MKANYA DIRGA GK MAU NGERUSA LO, TPI LO TRNYATA CEWEK GATAL, YG MNGHARAPKN PACARAN DGN MLAKUKN SEX BEBAS ALIAS BERZINA.. DN ITU LO DPTKN SAMA MARIO, YG BSA BRIKAN KHANGATN DIRANJANG,
NAHH SEKRG TUJUAN LO PNGEN TEMU DIRGA, MAU BALIKAN..???
2022-10-15
0
Mami Al Buchori Wiranta
Aduh mba Sisy udah tau mas Dirga ga mood masih aje nempel2 muluuu....
2020-09-29
3