Perjalanan dari rumah kontrakan ke rumah orangtua Amelia memang bukan jarak yang jauh layaknya orang mudik pada umumnya. Rumah orangtuanya, masih berada di ibukota hanya posisinya yang mengarah agak ke pinggiran.
Sepanjang perjalanan di dalam taksi online yang ia pesan, pikiran nya terus berkelana mengingat bingkaian-bingkaian peristiwa sepanjang waktu kemarin.
"Jadi kamu udah ketemu sama Pak Dirga, Mel?" tanya Boby saat tiba di kediamannya tadi pagi.
"Hem," dibalas dengan anggukan kecil sembari mengisi perutnya dengan sepiring nasi goreng, setelah acara bersih-beraih rumah selesai.
"Terus gimana, ada cerita apa?" Boby bertanya sambil ikut menikmati santapan yang sudah Amelia siapkan juga untuknya.
"Yaa..pada intinya nggak terjadi apa-apa antara aku sama Pak Dirga waktu itu," jawabnya santai, menenggak segelas air putih hingga habis.
"Serius?"
"Jadi dia ngapain bawa kamu ke hotel?"
"Karena dia nggak tahu rumah aku lah Bob, yang terlintas dipikiran dia saat itu, yaa bawa aku ke hotel terdekat, yang kebetulan juga adalah hotel tempat biasa ia menginap."
"Prok... prok.. prok.."
Amelia mengernyitkan dahi nya, melihat tingkah sahabatnya itu.
"Luar biasa, di zaman sekarang ini masih ada pria yang tahan berdua-duaan dengan perempuan di dalam kamar hotel tanpa berbuat apa-apa. Salut aku Mel."
"Sialan kamu Bob, emang kamu berharap dia ngapa-apain aku gitu?" sambil menjitak kepala sahabatnya dengan sendok bekas ia pakai.
"Aduh!"
"Bukan gitu Mel, aku cuma lagi ngomongin sikap Pak Dirga yang ternyata bisa kuat menahan cobaan di depan matanya."
"Sama aja Boby."
"Coba kamu bayangin deh, seandainya dia nggak kuat iman. Wah, pasti kamu udah abis malam itu Mel," sambil tertawa geli, yang sengaja menggoda sahabatnya.
"Booooobbbbby.... Stop it!" dengan cangkir di tangan yang siap gadis itu lempar.
"Hahaha... ampun, Mel," berusaha berlari meninggalkan meja makan.
"Meeeel...Aku berangkat yah. Titipan buat Ibu aku taro di sofa!" teriak Boby dari arah ruang tamu.
"Iya. Ongkirnya mana?" berjalan dari arah dapur sambil menyodorkan telapak tangannya.
"Kamu do'ain aku biar keterima kerja hari ini. Tar gajian aku gantiin ongkirnya, hehehe..."
"Ah, kelamaan. Mending diterima," sambil memeletkan lidahnya keluar.
"Aduh itu mulut, tolong dikondisikan yah. Omongan itu doa Mel. Ngomong tuh yang baik-baik kenapa. Gimana aku mau gantiin ongkirnya kalo nggak didoain yang baik sama kamu," berkata sambil pura-pura menampakkan wajah sedih.
"Iya deh iya. Aku do'ain semoga hari ini adalah hari yang baik buat kamu Bob. Semoga kamu lolos tes hari ini."
"Aamiin...."
"Udah yah aku berangkat. Makasih nasi gorengnya. Jangan lupa titip salam buat Bunda sama Ayah."
"Siap," sambil mempraktekkan tanda hormat di kepala.
***
"Mbak, posisinya betul di sini?" sang supir berhenti dan menanyakan alamat pasti yang di tuju oleh Amelia.
"Rumah pagar cat hitam itu Pak," katanya sambil menunjukkan pada si bapak supir.
Mobil kembali melaju, hanya maju sedikit dari posisi tadi.
"Terimakasih yah Pak," ketika gadis itu membayar ongkos taksi.
"Sama-sama, Mbak. Jangan lupa kasih bintang nya Mbak."
Amelia hanya menjawab dengan mengangkat jari jempolnya.
Perjalanan yang Ia tempuh tidak lebih dari dua jam. Seharusnya satu jam setengah adalah waktu yang cukup, tapi weekend seperti ini banyak kendaraan yang melaju ke arah pinggiran ibukota untuk liburan. Sehingga jalanan cukup padat bahkan macet.
Dilihatnya rumah yang tidak terlalu besar di depannya sekarang. Rumah tempat Ia menghabiskan masa kecil hingga remajanya. Rumah dengan dominasi warna putih dan abu-abu. Ada sedikit area taman dengan sedikit rumput hijau di depan teras dan sebuah pohon mangga yang tidak terlalu tinggi dengan daun yang cukup lebat. Terdapat beberapa pohon bunga mawar di atas pot-pot berukuran sedang. Bunga favorit Bunda.
"Assalamu'alaikum..." sembari membuka pintu pagar yang tidak di kunci.
Sebelum gadis itu masuk, seorang wanita cantik yang belum terlihat tua, keluar dari dalam rumah.
"Waalaikum salam. Kok kamu nggak ngabarin Kak, kalo udah di jalan," Bunda membalas salam dari buah hatinya.
Amelia mencium takzim telapak tangan bundanya, kemudian memeluk penuh kehangatan. Meski beberapa waktu lalu mereka bertemu saat kedua orang tuanya menghadiri acara wisuda kelulusannya. Tetap saja ada rasa rindu bila tidak bertemu dengan kedua orang tuanya juga Arga, sang adik.
"Ayah masih ngantor yah, Bun?" tanya nya ketika sudah duduk di atas sofa ruang keluarga.
"Iya. Paling juga sebentar lagi pulang. Biasa, hari sabtu gini kan ngantornya cuma setengah hari."
Amelia mengangguk sedangkan tangan dan mata nya sibuk mencari remote TV.
"Arga juga belum balik sekolah?" memencet tombol remote, mencari acara yang bagus.
"Belum. Nanti paling bareng sama Ayah nongolnya," bicara sambil membawa beberapa cemilan dari arah dapur.
Menaruh nampan di meja. Dan ikut nimbrung dengan anak gadis nya sambil mata melihat ke arah televisi.
"Udah ada panggilan dari perusahaan yang kamu lamar, Kak?"
"Udah ada beberapa. Ada yang tinggal tunggu hasil, ada juga yang masih harus beberapa kali tes lagi, Bun."
"Yaa.. yang mana saja. Kamu nggak usah terlalu maksa dan terburu-buru. Yang penting tempat kerja kamu nanti bisa membuat kamu nyaman dan tentunya sesuai dengan kemampuan kamu."
"Iya Bun. Amelia juga nggak sembarangan masuk-masukin lamaran kok."
"Di tempat kamu kerja part time, kamu sudah berhenti?"
"Belum Bun. Sebelum ada pekerjaan yang pasti, Amelia belum mau keluar kerja dulu."
"Terus hari ini?"
"Oh...Amelia izin sama atasan, selama tiga hari ini nggak masuk kerja."
"Oh.. Baik banget, udah kerjanya emang cuma tiga hari, eh izin pula," kata ibu sambil sedikit tertawa.
"Gini-gini walau pegawai part time juga, Amelia kan pegawai part time teladan Bun," membusungkan dadanya, bangga.
"Ah mana ada. Bisa-bisanya kamu aja," Bunda masih tertawa geli.
"Kamu mau makan sekarang apa nanti bareng sama yang lain?" tanya bunda lagi, ambil posisi berdiri.
"Tar aja deh Bun, bareng sama Ayah dan Arga. Amelia masih kenyang," katanya sambil merubah posisi duduknya menjadi tiduran.
"Ya sudah, Bunda tinggal bentar yah ke warung. Ada yang lupa Bunda beli."
"Iya."
Sepeninggal Bunda, lama-lama menatap televisi ditambah posisi yang pas dan nyaman, Amelia dihinggapi rasa kantuk tiba-tiba.
Namun baru saja ia akan berlabuh ke alam mimpi, terdengar suara dering telepon yang berasal dari ponselnya. Amelia terkejut dan reflek bangun dari posisi tidurnya.
Dicarinya benda berbentuk pipih di dalam tas ranselnya. Dengan mata yang masih sedikit belum tersadar, Ia melihat sebaris nomor yang tidak ada dalam daftar kontak.
"Nomor siapa ini?"
Disentuh nya ke atas tanda telepon berwarna hijau.
"Hallo..!" Sapa Amelia.
"Hallo. Selamat siang Nona Amelia."
Kesadarannya tiba-tiba pulih seratus persen. Suara di seberang terdengar berat dan seksi, menurut otak gadis itu.
Pria ini. Ya ampun, mau apa lagi dia. Dan juga kenapa cuma denger suaranya aja, aku jadi deg-degan begini. Amelia.
"Iya selamat siang," jawab Amelia.
"Masih ingat dengan suara saya?"
"Ehm..Ya, Tuan Dirga."
Hei, ini hati kenapa nggak karuan kaya gini sih.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
Atik Winarni
baru jg denger suara nya yg seksi udah deg2 an, gimana kalau lg ber hadap2 an,,,!!!
2021-01-04
3