Di dalam sebuah taksi online yang di pesannya dari hotel, gadis itu mencoba menggali ingatan kembali tentang peristiwa semalam.
"Sial! Kemana teman-teman yang lain, kenapa aku bisa di tinggal sendirian ditempat itu."
Sambil berkata sendiri tanpa memperdulikan tatapan mata supir dari kaca depan, Amelia terus saja mengoceh dengan sekali-kali mengeluarkan umpatan yang sedikit kasar.
Keinginan kuatnya mencari tahu, malah semakin membuatnya kesal karena ponsel miliknya ternyata mati karena habis baterai.
"Ya ampun.. Sial banget sih."
Mobil taksi itu masih terus melaju hingga memasuki daerah kawasan perumahan. Bukan perumahan elite atau perumahan mewah yang banyak berserakan di pusat-pusat kota, hanya perumahan biasa yang berada di pinggiran ibukota.
Dibukanya pintu mobil setelah membayar ongkos tarif taksi.
"Makasih yah Pak."
"Sama-sama Mbak. Oh iya, jangan sering-sering ngomong sendiri lagi loh Mbak," kata Pak supir sambil menampakkan senyum usilnya.
Amelia hanya bisa tersenyum garing mendengar penuturan si supir taksi.
Pertama kali masuk ke dalam rumah yang cukup asri berukuran sedang itu, Amelia langsung merebahkan tubuhnya di sofa yang ada di ruang TV.
Rumah yang Ia sewa, yang selama ini Ia tinggali selama menempuh pendidikan kuliahnya.
Banyak teman-temannya yang menanyakan, kenapa Ia tidak menyewa kos-kosan seperti layaknya mahasiswa-mahasiswi yang lain.
"Kalau tinggal di kos an, aku nggak berasa tinggal di rumah. Selama ini Aku kan nggak pernah jauh dari orang tua. Jadi takut tiba-tiba kangen rumah."
Begitulah alasannya.
Meski sewa rumah lebih mahal sedikit di banding Ia tinggal di kos an, tapi Ia tidak perduli. Selain Ia berusaha cari rumah sewa yang lebih miring harga nya, Ia juga tidak begitu saja mengandalkan uang kiriman orang tuanya yang di dapatnya tiap bulan. Setiap weekend, dari hari Jum'at sampai minggu Amelia kerja part-time di sebuah restoran cepat saji milik "Paman Sam". Dia kerja dari pukul dua siang sampai pukul sepuluh malam.
Diambilnya charger ponsel yang tergeletak di atas meja TV. Dinyalakan ponsel yang sudah terhubung dengan aliran listrik tersebut.
Beberapa notifikasi masuk ketika ponsel itu menyala. Ada chat dari Bunda yang menanyakan kapan akan pulang setelah acara kelulusan selesai. Ada juga beberapa chat berasal dari teman-temannya yang semalam ikut nongkrong di cafe.
"Mel."
"Kamu di mana?"
Isi chat salah satu temannya, Anya. Menanyakan keberadaannya.
"Mel, kamu gak apa-apa kan?" isi chat yang lain dari Boby teman masa kecilnya yang juga satu tempat kuliah dengannya.
Dan beberapa chat grup memenuhi daftar Whatsapp nya.
Dia akhirnya mencoba untuk menghubungi Boby sahabatnya.
"Hallo Bob," setelah teleponnya terhubung.
....
"Aku baik-baik aja."
....
"Ada di rumah."
....
"Bob, ada hal yang harus kamu ceritain tentang kejadian semalam. Apa sebenarnya yang terjadi denganku?" cecarnya kemudian.
....
"Ok, aku tunggu kamu di rumah sekarang."
....
"Bye..."
Terlalu banyak hal-hal yang ingin Amelia tanyakan kepada sahabatnya itu. Ia tidak ingin berprasangka buruk terhadap apa yang terjadi pada dirinya sampai ia tahu kejadian yang sebenarnya. Minimal ia tahu dari orang-orang yang terakhir bersamanya. Meski sedikit ada rasa kecewa pada Boby, karena membiarkan Ia sendirian berada di dalam kamar hotel semalaman. Namun Ia menghilangkan ego nya sementara untuk mengetahui kejelasannya.
Setelah menutup sambungan teleponnya, lantas dilihatnya notifikasi lain dari pesan masuk email.
Pemberitahuan panggilan interview di salah satu perusahaan yang beberapa waktu lalu Ia lamar.
Jadwalnya besok pagi jam sepuluh.
Syukurlah, masih ada beberapa waktu untuk mempersiapkan dirinya menghadapi interview besok.
Sambil menunggu Boby datang, Ia beranjak pergi ke dapur mengolah bahan makanan untuk mengganjal isi perutnya yang sedari pagi cacing-cacing di dalamnya minta di beri makan.
Dibuka kulkasnya, masih ada beberapa telur dan sekotak susu cair. Di atas meja makan mini karena hanya terdiri dari dua tempat duduk dan satu buah meja panjang menghadap dapur, masih ada sebungkus penuh roti tawar.
Akhirnya gadis itu memutuskan untuk membuat Omletee dan French toast. Ia membuat masing-masing dua porsi, jaga-jaga kalau sahabatnya Boby juga belum sarapan.
Boby terkadang memang suka ikut numpang makan di rumahnya, baik saat hendak berangkat ke kampus atau ketika pulang. Orang tua mereka saling mengenal karena di lingkungan rumah tempat mereka tinggal mereka adalah tetangga. Amelia sudah menganggap Boby seperti seorang kakak baginya. Karena kelakuan buruk dan baiknya mereka sudah saling mengetahui.
Dua porsi menu sarapan ditambah Teh hangat tawar telah selesai Amelia buat tepat saat bel rumah berbunyi.
"Ting.. tong.."
"Iya, sebentar," teriaknya dari dalam.
Sebelum membuka pintu, Ia melirik dari balik gorden jendela rumah. Orang yang ditunggunya akhirnya datang.
"Kamu ngebut yah, Bob. Cepet amat kamu sampenya," selidiknya pada lelaki itu saat pintu dibuka.
"Hehhe, nggak kok Mel, kebeneran aja jalannya agak lengang. Jadi cepet sampe."
"Jangan kebut-kebutan mulu Bob, Ibu kamu udah sering bilang sama aku buat selalu ingetin kamu kalau lagi bawa motor."
"Iya iya.. Tapi bener kok, tadi aku gak ngebut. Jalanannya emang gak terlalu padat kaya biasanya."
Mereka bicara sambil melangkahkan kaki menuju ke arah dapur.
"Kamu udah sarapan belum?" Amelia mendudukan bokongnya di atas kursi meja makan.
"Tahu aja kamu Mel, kalo aku belum sarapan," kekehnya merasa mendapat hujan duit demi melihat sepiring hidangan yang menggiurkan di hadapannya.
"Jadi, hal apa yang pingin kamu ceritain ke aku Bob? Jujur aja aku belum tenang kalo belum dapat penjelasan dari kamu," sahut Amelia tidak sabar.
"Tenang Mel. Kamu tenang dulu. Aku bakal cerita sedetail-detailnya. Sebatas versi yang aku ketahui."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments