Dua hari sebelum pernikahan, Adeline duduk di depan cermin, menatap wajahnya sendiri dengan frustrasi. Gaun pengantinnya yang elegan tergantung di balik pintu, siap untuk dikenakan. Tapi hatinya masih menolak.
Adeline Valencia Ardhinata
Aku tidak bisa melakukan ini, (gumamnya)
Malam itu, tanpa banyak berpikir, Adeline mengambil koper kecilnya dan menyelinap keluar dari rumah. Dengan taksi yang sudah ia pesan jauh-jauh hari, ia meninggalkan kota, berharap bisa terbebas dari pernikahan yang tidak ia inginkan.
Ketika pagi menjelang dan keluarga Ardhinata menyadari kepergiannya, suasana rumah berubah kacau. Marisela menangis histeris, sementara Leonardus tampak begitu marah hingga urat-urat di pelipisnya menegang.
Marisela Florence Ardhinata
Papa, kita harus menemukan Adeline!
(seru Marisela putus asa)
Namun Leonardus hanya diam sejenak sebelum mengalihkan pandangannya ke Celestia yang berdiri dengan wajah terkejut
Leonardus Ezra Ardhinata
Tidak ada waktu. Pernikahan ini harus tetap berlangsung. Celestia, kamu yang akan menggantikannya
Celestia Aurellia A.V
Apa?! Papa tidak serius, kan?
(Terkejut)
Leonardus Ezra Ardhinata
Aku sangat serius jika Adeline tidak ada, maka kamu yang harus menikah dengan Dominic. Ini bukan pilihan
(nada tegas)
Celestia ingin membantah, tetapi tatapan ayahnya begitu dingin, seolah tak memberi ruang untuk penolakan. Dalam sekejap, hidupnya yang selama ini ia rancang dengan rapi hancur berantakan.
Tanpa pernah menduga, ia akan menjadi istri pengganti
Langkah Celestia terasa berat saat ia berjalan menuju altar. Gaun pengantin putih yang dikenakan Adeline kini melekat di tubuhnya, tetapi rasanya seperti belenggu yang menjerat kebebasannya. Di hadapannya, seorang pria duduk di kursi roda dengan ekspresi dingin dan tak terbaca
Dominic Alastair Varellian.
Pria itu tampan, tetapi sorot matanya seakan memancarkan ketidakpedulian. Seakan ia sama sekali tak terkejut dengan pergantian mempelai di detik terakhir. Celestia menelan ludah, merasa nyali semakin menciut.
Pendeta mulai membacakan sumpah pernikahan. Suasana di dalam gereja begitu hening, bahkan suara napas pun terasa berat. Saat tiba pada bagian sakral, suara bariton Dominic terdengar untuk pertama kalinya
Leonardus Ezra Ardhinata
Ya, saya bersedia
Saat giliran Celestia, tenggorokannya terasa tercekat. Ia ingin menolak, ingin berlari seperti Adeline. Tetapi tatapan tajam ayahnya yang duduk di barisan terdepan membuatnya sadar tidak ada jalan keluar.
Dengan satu kalimat itu, hidupnya berubah selamanya.
Setelah cincin melingkar di jari mereka, Dominic menoleh sekilas ke arah Celestia dan berbisik dengan suara rendah,
Dominic Alastair Varellian
Jangan berharap aku akan memperlakukanmu sebagai istri
Celestia menggigit bibirnya, menahan perasaan yang berkecamuk. Pernikahan ini mungkin telah terjadi, tetapi hati mereka masih dipenuhi kebekuan dan ketidakpastian.
Comments