bab 14

"Maaf...apa ka..mu menungguku lama?" Tanya Maora hati-hati.

"Aku pikir kamu tak akan datang. Tadinya mereka mau menunggu, tapi Aku sungkan pada mereka. Ayo aku antarkan pulang." Kata Devian tersenyum tipis. Maora merasa sangat bersalah melihat Devian membuka pintu mobilnya.

"Masuklah, ini sudah malam." Ujar Devian tersenyum meskipun di dalam hatinya sangat kecewa. Devian terkejut ketika Maora menutup pintu mobil dan menarik tangannya.

" Kita mau kemana?" Tanya Devian penasaran.

"Kita akan merayakannya di tempat favoritku." Kata Maora tersenyum tanpa melepaskan tangan Devian. Kedua mata Devian mengerling menatap tangan mulus Maora menggenggam tangannya begitu erat.

"Seharusnya kita pakai mobil saja biar cepat." Kata Devian.

"Bentar lagi sampai, tuh dah kelihatan." Kata Maora menunjukkan warung pinggir jalan. Dalam hati Devian mendesah dan mengeluh sambil mengikuti Maora yang berlari menuju warung tersebut.

"Ini yang membuatku ingin pulang." Desah Devian sembari mengipaskan tangannya ketika asap sate mulai mengenai wajah gantengnya.

"Sini!" Kata Maora melambaikan tangan pada Devian. Terlihat jelas Devian begitu kikuk, kakinya yang panjang membuatnya tak sengaja menendang meja yang ada di depannya. Maora hanya tersenyum tipis melihat atasannya bertingkah lucu seperti itu. Yach Maora memakluminya karena ini merupakan untuk pertama kalinya Devian makan di pinggir jalan.

"Apa Bapak baik-baik saja? Maksudku apa kamu baik-baik saja. Jika merasa tidak nyaman, kita bisa cari tempat makan lain." Ujar Maora.

"Jika kau ingin makan disini, aku akan menurutinya meskipun itu sangat bertentangan dengan gayaku." Jawab Devian tersenyum melihat Maora yang juga tersenyum kepadanya.

"Apa kamu suka makan disini?" Tanya Devian memandangi sekeliling orang yang begitu terlihat nyaman.

"Ya, ini tempat favoritku dulu." Ujar Maora.

"Benarkah?" Tanya Devian melihat Maora menganggukkan kepalanya.

"Dulu sebelum Ayah terlilit hutang pada rentenir, kami sering makan disini. Dan makanan ini merupakan makanan favorit Ayah." Cerita Maora.

"Apa ini alasan kamu tidak meneruskan untuk kuliah dan memilih bekerja?" Tanya Devian penasaran.

" Daripada Aku kuliah, Ayah selalu di kejar-kejar rentenir lebih baik bekerja kan bisa membayar hutang Ayah."

"Apa kau tak merasa iri dengan Kakak?"

" Tidak, justru aku bersyukur bisa meringankan beban mereka. Makasih ya Bu," ujar Maora yang senang ketika beberapa tusuk sate ada di depannya. Devian hanya melihat Maora yang memakan sate begitu lahapnya. Maora melirik Devian yang dari tadi memperhatikannya.

"Kenapa tak makan? Bukankah kamu bilang meskipun itu bertentangan dengan hatimu kau akan menuruti apa yang aku mau?"

"Apakah ini kambing mati?" Tanya Devian yang membuat Maora tertawa lepas. Devian menoleh kesana kemari melihat semua orang memperhatikan istrinya.

"Aku pikir orang jenius seperti kamu, tak bisa berpikir bodoh." Kata Maora cekikikan.

"Apa kau menyukainya?" Tanya Devian yang melihat Maora menganggukkan kepalanya sembari meminum es teh manisnya.

" Ayo makan, dari dulu kalo sudah jadi sate. Kambingnya tuh pasti mati karena di sembelih. Sini, aku suapin." Kata Maora yang membuat Devian terlihat begitu bahagia. Sepulang dari makan, Devian melepaskan jasnya dan memakaikannya pada Maora yang terlihat begitu kedinginan.

"Aku tak apa, pakailah!" Kata Maora yang tersenyum melihat Devian membuka pintu mobil untuknya.

"Masuklah, aku akan mengantarmu." Ujar Devian tersenyum. Sesampai di rumah Maora melambaikan tangannya ke arah Devian yang pergi dengan mobil kesayangan bossnya itu. Kedua mata Maora terbelalak kaget melihat Ayah yang tertidur di teras rumahnya.

"Ayah...bangun...ni Maora bawa sate kesukaan Ayah. Ayah menggeliat sembari mengusap-usap matanya yang masih sayu.

"Bukankah ini sate mang ujang?" Tanya Ayah yang mengenali pembungkusan satenya.

"Menantu Ayah yang membelikannya,"

"Jadi Dev yang beli? Kenapa dia tidak tidur disini?" Tanya Ayah yang melahap satenya tanpa nasi.

" Heem... dia banyak pekerjaan Ayah, besok pasti kesini."

" Dulu waktu Ayah menikah sama ibu kamu. Ayah selalu pingin berdua sama ibu, dan tak bisa jauh darinya." Ujar Ayah menyindir putrinya. Maora hanya tersenyum tipis ketika Ayah menyindir dirinya. Keesokan harinya Devian tiba di rumah Maora pagi buta. Devian membuka kamar dan tersenyum manis melihat istrinya tidur masih memakai jas yang ia pakaikan tadi malam.

"Meskipun cara tidurmu berantakan, aku sangat menyukainya."kata Devian yang berbaring di belakang Maora sembari membelai rambut indah istrinya itu.

"Andai saja saat ini aku menjadi suami yang sesungguhnya." Gerutu Devian melihat atap dinding kamar Maora. Jantung Devian berdegup kencang ketika kepala Maora tidur di dadanya diikuti tangan melingkar di perut Devian yang sispex. Keringat dingin mulai mengalir di tubuh Devian, dan rasanya sangat sulit untuk menelan ludahnya sendiri. Drt...drt... Getaran ponsel membuat Devian menyingkirkan Maora dari tubuhnya.

"Jika tak penting, awas kau!" Ujar Devian menggertak tulisan nama Mike yang tertera di ponselnya.

"Ada apa?" Ketus Devian.

"Pak Gatot ingin mengajukan meeting sekarang." Tanya Mike.

" Bukankah ini masih jam 5 pagi?" Tanya Devian melihat jam tangannya yang melingkar.

"Sudah buruan, jika kita tidak cepat, Pak Gatot akan membatalkan semuanya.

"Baiklah aku akan kesana." Kata Devian mematikan ponselnya. Sesaat Maora terbangun dan kaget melihat Devian berkaca di cermin riasnya yang terlalu kecil buat Devian.

"Kenapa kaca ini sangat sulit untuk bercermin. Bagaimana bisa istriku memakai cermin yang ukurannya setengah dari tubuhnya." Gerutu Devian berdiri membenarkan jasnya tanpa berdasi dan pergi begitu saja. Dengan mata yang masih sayu Maora melirik jam bekernya yang masih menunjukkan jam setengah 6 pagi.

" Kapan kesini? Kenapa tiba-tiba di kamarku?" Tanya Maora duduk dengan rambut yang acak-acakan.

"Bukankah ini kamarku juga. Tak ada yang bisa melarangku kan? Ya sudah aku berangkat dulu ya. Kutunggu kau di kantor." Ucap Devian pergi dan sesaat terhenti.

"Kenapa?" Tanya Maora bingung ketika Devian menghampirinya.

"Bukankah menurutmu auraku tak terpancar jika diriku tak memakai dasi."ujar Devian tersenyum melihat Maora mengambil dasi dan memakaikannya.

"Kenapa menatapku seperti itu?" Tanya Maora melirik Devian yang menatapnya.

"Bukankah kau ini istriku?" Gurau Devian.

" Berhentilah memanggilku seperti itu." Kata Maora sinis.

"Ok, jika itu membuatmu bahagia. Aku akan lakukan." Kata Devian pergi meninggalkan Maora.

"Bisa-bisanya dia begitu enteng dan penuh bangga jika aku ini istrinya." Kata Maora yang baru menyadari jas Devian melekat di tubuhnya.

"Kenapa masih kupakai hufh..."kata Maora memanyunkan bibirnya sembari melepas jasnya. Sesudah rapat Devian terhenti melihat permainan yang kemarin dilakukan bersama Maora.

"Kenapa berhenti?" Tanya Mike.

"Kau ke kantor saja dulu, aku ada urusan." Ujar Devian menuju ke permainan tersebut. Mike hanya menggelengkan kepalanya melihat sahabatnya begitu aneh.

"Sejak kapan dia menyukai boneka." Ujar Mike mengikuti Devian.

" Kenapa kau mengikutiku?" Tanya Devian yang menyusun strategi untuk mendapatkan boneka dengan mesin capit itu.

"Bagaimana aku pulang, aku tak bawa mobil. Lagian ngapain kamu kayak anak kecil seperti ini. Kau kan kaya, kau bisa membeli semua boneka yang ada disini." Gerutu Mike.

"Jika kau mengganggu konsentrasiku lebih baik enyah dari hadapanku." Ketus Mike yang terdiam. Setengah berlalu akhirnya Devian berjalan sembari membawa boneka Teddy bear berwarna coklat.

" Ah...emang dasar kalo lagi orang jatuh cinta." Gerutu Mike terkejut ketika Devian jatuh tersungkur berguling-guling di depannya.

" Hei ...." Teriak Mike yang meneriaki orang yang menyerempet Temannya kabur begitu saja.

Terpopuler

Comments

Kenzi Kenzi

Kenzi Kenzi

amnesia dah

2021-11-05

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!