Bab 19

" Kak Vino, Maora ada urusan sebentar dengan teman Maora. Kak vino Nggak apa kan pulang sendiri." Kata Maora.

"It's ok. Tapi apa tak sebaiknya kak Vino antar."

"Makasih atas tawarannya ya kak. Tapi Maora bisa sendiri kok."

" Baiklah, kalo begitu hati-hati ya. Kak Vino pulang dulu." Ujar kak Vino memakai helm dan pergi meninggalkan Maora. Maora menyeberang jalan dan menyetop taksi untuk mengantarkannya ke rumah Devian. Langkah Maora terhenti melihat tatapan mereka yang menuju ke arahnya.

"Kau darimana? Seharusnya kau menemani suamimu yang kondisinya seperti ini." Gerutu Ayah.

"Maaf Ayah, pasti pada laper kan? Nih Maora belikan sate." Maora yang membuka sate tersebut dan menyiapkan makan malam untuk mereka. Ketika mengambil piring, langkah Maora terhenti ketika melihat bungkusan spaghetti tergeletak di meja makan.

" Mereka sudah makan." Desah Maora mengembalikan piringnya. Maora menghampiri Ayah dan Devian sembari membawa sepiring nasi untuk ia makan sendiri.

" Kenapa hanya satu?" Devian yang melihat Maora memakan satenya sendiri.

"Apa kau mau makan?" Kata Maora yang melihat Ayahnya begitu sibuk menonton tv.

" Kenapa tidak, apalagi kau membelikannya untukku." Devian yang mengambil piring milik Maora.

" Makanlah, aku akan mengambil nasi lagi." Maora yang senang karena tak sia-sia ia membeli sate. Sehabis makan, Maora melihat Ayahnya yang terlihat begitu betah di rumah Devian. Semua orang pasti juga betah jika tinggal di rumah mewah seperti rumah Devian.

" Ayah, apa Ayah tidak pulang? Ini sudah malam." Maora yang duduk dekat Ayahnya.

" Kenapa Waktu berputar sangat cepat, padahal Ayah ingin berlama-lama disini." Gumam Ayah yang memakai jaketnya. Langkah Devian terhenti ketika menuruni anak tangga yang menjulang tinggi di rumahnya.

" Ayah, apa tak sebaiknya Ayah bermalam di sini?" Ujar Devian yang membuat Ayah senang.

"Dengan senang hati." Jawab Ayah senang bukan main. Maora tak habis pikir jika Devian mengijinkan Ayahnya untuk bermalam.

" Ayah bisa tidur di kamar Dev, dan Dev akan tidur di kamar Maora." Ujar Devian keceplosan. Maora terbelalak kaget dan langsung mengkode Devian dengan mata indahnya. Ayah mengernyitkan dahinya sembari menatap Devian dan Maora secara bergantian.

" Kenapa kau tidur di kamar Maora? Apa kalian pisah ranjang?" Tanya Ayah curiga.

"Tidak Ayah. Kami kan memiliki beberapa kamar. Tapi kami memiliki kamar Favorit sendiri. Jika kami bosan ke kamar satunya ya kami pindah ke kamar lagi." Ujar Maora tersenyum di buat-buat.

" Iya Ayah, mari Dev antar." Ajak Devian. Maora hanya menghela nafas akhirnya terbebas dari cecaran Ayahnya. Sesampai di kamar Dev, kedua mata Ayah seakan-akan berputar melihat kamar Dev yang sama besar seperti rumahnya.

"Selamat istirahat Ayah," kata Devian yang meninggalkan Ayah yang masih terpesona melihat betapa mewahnya kamar Dev. Devian melangkah pergi menuju kamar Maora yang jaraknya agak dekat dengan kamarnya. Maora tersentak kaget ketika Devian memasuki kamarnya tanpa permisi.

" Kenapa kau masuk tanpa mengetok pintu dahulu." Kata Maora yang terlihat begitu cemong.

" Kenapa aku harus mengetok pintu? Bukankah ini kamarku?" Devian merebahkan tubuhnya sembari melirik istrinya yang glepotan dengan alat pembersih make-upnya. Maora hanya mendesah karena tak mampu membantah apa yang di katakan Devian.

" Terserahlah." Singkat Maora melanjutkan make-upnya. Sesaat Maora melirik Devian yang tertidur pulas di ranjang tempat tidurnya.

" Jika dia tidur disitu, aku harus tidur dimana?" Ujar Maora mondar-mandir kesana kemari sembari berpikir.

"Tidurlah di sampingku," lirih Devian dengan mata yang sangat lelah.

" Aku akan ti..." Kata Maora terpotong.

" Kau tau kan tanganku cidera? Dan tak mungkin jika aku menyentuhmu. Meskipun tanganku tak cidera, aku juga tak berani menyentuhmu. Tidurlah..." Ujar Devian kembali memejamkan kedua matanya. Maora terdiam sejenak sembari berpikir.

" Kenapa aku berpikir jika terjadi sesuatu padaku?" Kata Maora menepuk jidatnya.

" Benar yang dikatakannya, tak mungkin dia menyentuhku." Kata Maora mulai merebahkan diri di samping Devian dengan hati-hati. Waktu seakan berjalan melambat, kedua mata Maora tak berhenti memandangi wajah Devian yang terlihat begitu tampan.

"Tampan, kaya, jenius. Makanya mereka selalu memuji dirimu. Kau punya segalanya." Kata Maora memuji sembari memejamkan matanya. Keesokan harinya Devian terbangun dari tidurnya dan terkejut melihat Maora yang menyiapkan segala sesuatu untuknya. Mulai dari baju, sepatu dan alat untuk mengobati lukanya.

" Kau sudah bangun?" Tanya Maora yang sudah terlihat cantik dan bersiap untuk ke kantor.

" Apa kau masuk kerja?" Tanya Devian.

" Aku tak mau pekerjaanku menumpuk gara-gara kau menyuruhku berdiam diri di rumah. Mandilah!" Kata Maora menyerahkan handuk untuk Devian.

"Bisakah kau melepas kaosku ini?" Tanya Devian yang membuat Maora terperangah.

" Jika kau tak mau, biar aku minta tolong saja pada Ayah." Kata Devian yang membuat Maora tidak bisa menolak. Devian memakai sandalnya dan beranjak dari tidurnya meninggalkan Maora yang masih terdiam.

" Tunggu!" Kata Maora yang menghampiri Devian dan menyuruhnya untuk duduk. Maora melepaskan kaos Devian begitu hati-hati. Jantung Maora berdetak begitu cepat ketika melihat badan Devian yang berotot di depannya.

" Apa kau mulai tertarik denganku?" Tanya Devian yang mengagetkan Maora yang melamun.

" Apaan sih, aku siapkan makan dulu." Kata Maora pergi. Devian hanya tersenyum manis sembari melihat tubuh perfectnya yang memantul cermin besarnya. Di meja makan Maora menyajikan teh hangat untuk Ayahnya.

" Wah, Ayah tak menyangka kamar Dev semewah itu."

"Ayah, berhentilah bersikap seperti itu."

" Benar, apalagi liat fotomu dan Dev terpajang besar. Wuih, Ayah takjub melihatnya."

"Ayah melihatnya?" Tanya Maora yang duduk di samping Ayahnya.

" Iya, bilang sama Dev. Ayah ingin di buatin seperti itu. Seperti televisi di pencet muncul dan hilang. Ayah kepingin seperti itu." Ujar Ayah tersenyum. Maora menggigit bibirnya dan berpikir.

" Aku dan Ayah melihatnya, berarti itu bukan halusinasiku. Seperti televisi? Pa itu ada remotenya?" Gumam Maora dalam hati. Maora berjalan menuju kamarnya Devian ,melihat foto yang ia maksud. Ceklek!

Maora memasuki kamar Devian, dengan hati- hati Maora mencari remote yang di maksud Ayahnya.

" Mana? Tak ada." Kata Maora terhenti melihat sepatu yang ia siapkan. Dari bawah ke atas, Maora menutup mulutnya karena terkejut melihat Devian ada di depannya.

"Ada apa?" Tanya Devian.

" Tidak," jawab Maora gugup.

" Bisakah kau memakaikannya?" Ujar Devian menyodorkan dasinya.

" Ya tentu saja." Kata Maora dengan cepat memakaikan dasi untuk Devian.

"Apa kau mencari sesuatu?" Tanya Devian memandang Maora.

" Tidak." Singkat Maora melirik Devian.

"Jika kau ingin mencari sesuatu, katakanlah! Siapa tau aku bisa membantu?" Ujar Devian yang mengambil remote kecil di atas televisi dan ia masukkan ke saku celananya. Maora melirik sampai- sampai tak berkedip.

Terpopuler

Comments

Nur hikmah

Nur hikmah

Debian baik hati....CEO lain dari yg lain..membiarkan Syah mertuaku TDR dkmry sendri....sslut

2021-01-16

2

Isti Ibunya Arkan

Isti Ibunya Arkan

wah keren

2021-01-14

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!