" Bukankah kau tak mau tidur bersama?" Tanya Devian menatap Maora tajam.
"Saya sudah menyiapkan tidur buat bapak." Jawab Maora yang menarik kasur yang ada di bawah tempat tidurnya.
"Nah,,, sekarang bapak tidur di atas dan saya tidur di bawah." Ujar Maora mengambil bantal dan guling untuk dirinya.
"Baiklah..." Kata Devian berbaring di ranjang sembari melihat tubuh Maora yang membelakanginya.
"Selamat malam pak?" Kata Maora mengagetkan Devian yang diam-diam memperhatikannya. Kedua mata mereka seakan sama-sama tak mau memejamkan mata. Yach, karena ini merupakan sejarah dalam mereka tidur dalam satu kamar. Sesaat diam-diam Maora melirik Devian yang berpikir sesuatu sembari menatap atap rumahnya.
"Maora, apa kau sudah tidur?" tanya Devian yang membuat Maora memejamkan matanya sembari merangkul guling yang ada disampingnya.
"Kau benar-benar tidur? Heh kenapa diriku tak bisa tidur sepertimu." Gerutu Devian dengan posisi duduk sembari membuka handphonenya.
"Sebenarnya aku juga tak bisa tidur Pak?" Ujar Maora dalam hati, Betapa terkejutnya Maora ketika pandangan matanya terlihat begitu gelap. Sekejap ia memeluk erat guling dan menenggelamkan kepalanya di bantal.
"Ada apa ini? Kenapa lampunya bisa mati?" Kata Devian beranjak dari tempat tidur dan membuka jendela kamar. Taburan bintang begitu indah menghias langit di malam hari. Devian tersenyum sembari melipat kedua tangannya di dada.
"Lampu mati?" Kata Devian yang teringat akan takutnya Maora dengan kegelapan. Devian melangkahkan kakinya menghampiri Maora yang terlihat begitu gemetar.
"Maora, kau tak apa?" tanya Devian menyenteri Maora dengan handphonenya.
"Tenanglah, saya akan ada di sampingmu sampai lampunya menyala lagi." Ujar Devian yang berbaring di sisi Maora. Maora memegang dadanya dan merasa lega waktu Devian berada di dekatnya. Jantung Maora berdetak begitu kencang ketika punggungnya bersentuhan dengan punggung Devian.
"Tidurlah, jangan berpikir yang tidak-tidak. Saya hanya ingin memastikan tidurmu pulas malam ini." Ujar Devian merasakan kehangatan di tubuh Maora yang menempel di punggungnya.
" Karena dia berkata seperti itu, menolaknya justru terkesan sangat aneh. Apalagi masih mati lampu lagi." Gerutu batin Maora memejamkan matanya dan tertidur pulas. Sedangkan Devian tak bisa tidur dan selalu mengelap keringat yang keluar dari keningnya. Devian duduk dan mengangkat telepon dari Mike.
"Ada apa? Kenapa Kau malam-malam menelponku?" Tanya Devian dengan nada tinggi.
"Bukankah Kau tidur sendirian? Kenapa kau marah jika diriku menghubungimu?" Ujar Mike nyerocos tak mau di salahkan. Devian melirik Maora yang mulai tertidur dengan pulas.
" Pak Dirga mengajukan meeting besok dan sebagai partner yang berkompeten Aku sudah mengirim semua laporan ke emailmu."
"Baiklah, Aku akan melihatnya." Jawab Devian mematikan ponselnya dan berjalan mengambil laptopnya yang ada di ruang tamu. Devian mematikan senter handphonenya ketika melihat semua lampu menyala dan hanya lampu penerang kamar Maora yang mati.
" Ternyata ini dia masalahnya, bisa-bisanya mengganggu istriku." Kata Devian menyalakan lampu kamar yang tak kunjung menyala. Devian mengambil laptopnya dan kembali duduk di samping Maora. Ketika mengerjakan laporan, kedua mata Devian mengerling menatap tangan Maora melingkar di perut Devian yang begitu sispex. Sembari tersenyum, perlahan tangan Devian memegang tangan mulus Maora. Cahaya matahari pagi menyinari wajah Maora yang masih terpejam. Desiran angin pagi berhembus mengenai rambut Maora yang menutupi wajah cantiknya. Perlahan Maora membuka kedua mata indahnya dan terkejut tak melihat Devian di sampingnya.
"Bukankah tadi malam dia menjagaku." Kata Maora duduk sembari memegang kedua pipinya. Dengan langkah yang masih setengah sadar Maora mengikat rambutnya dan mencuci mukanya.
" Meskipun akhir-akhir ini dia terlihat aneh tapi dia adalah bossku yang selalu menjagaku selama ini. Meskipun cara bicaranya selalu membuatku marah." Kata Maora keluar dari kamar mandi dan mencari Devian di semua sudut rumahnya.
"Ayah... apa Ayah melihat...?"
"Suamimu?" Tanya Ayah sembari menyeduh kopi yang masih panas.
"I...ya." jawab Maora tersenyum tipis dan merasa begitu aneh jika Devian sekarang adalah suaminya.
"Dia bilang ada rapat yang mendesak." Jawab Ayah sembari membuka lembaran koran yang ada di meja.
"Kenapa Aku tak mengetahuinya." Gerutu batin Maora yang duduk di dekat Ayahnya.
"Ayah sangat beruntung punya menantu seperti dia. Ayah tak menyangka dia memiliki sifat sopan dengan orang tua." Puji Ayah yang selalu membanggakan Devian. Maora hanya tersenyum tipis melihat Ayahnya selalu memuji Devian. Di kamar Maora mengambil handphonenya dan menghubungi bossnya.
"Pak, kenapa Anda pergi?" Tanya Maora dalam pesan chatnya.
"Pak Dirga memajukan meetingnya hari ini. Karna besok, beliau akan pergi ke Malaysia."
"Kalo begitu, saya akan berangkat kesana."
"Kau istirahatlah, saya akan segera kembali." Kata-kata Devian yang membuat Maora tersenyum sembari merebahkan tubuhnya di ranjang tempat tidurnya.
"Sekarang dia benar-benar memperhatikan diriku." Ujar Maora tersenyum simpul sambil memandangi chat Devian yang membuat dia sungguh teramat diistimewakan oleh bossnya. Sesaat Maora mengangkat telepon dari Vino.
"Maora, jika ada waktu. Kita keluar bersama."
" Iya, aku akan datang kak." Jawab Maora. Di kantor Devian dan Mike keluar dengan senyuman karena kerjasama mereka berhasil.
"Akhirnya kita bisa menggungguli perusahaan-perusahaan lain."kata Mike dengan bangga.
"Itu berkat kerja kerasku selama ini, kau tahu itu kan." Kata Devian sombong.
"Ya...ya..."
"Apa kau ada waktu?"
"Kenapa? Apa kau mau mentraktirku?" Tanya Pak Roy yabg yang senang melihat sahabatnya menganggukkan kepalanya. Di tengah makan siang bersama, Devian terdiam sembari memandangi makanan yang ada di depannya.
"Kenapa?" Tanya Mike penasaran.
"Ada batu di makananku..."jawabnya singkat sambil membuang batu yang ada di makanannya. Mike berdiri, hendak memanggil pelayan dan bersiap memarahinya habis -habisan.
"Kau mau apa?" Tanya Devian melihat Mike dengan wajah seriusnya.
"Ya complain lah! Masak iya kau makan batu?" Gerutu Mike.
"Sudahlah...tak apa." Ujar Devian yang membuat Mike seakan tak percaya akan kemurahan hati temannya.
" Aku baru tau, atasanku sangat bermurah hati. Apa ini efek dari pernikahan?" Gumam Mike tersenyum tipis.
"Setiap orang pasti mempunyai kesalahan." Tutur Devian yang membuat Mike tertawa lepas.
"Apa ada yang salah?" Devian bingung melihat sahabatnya tertawa terbahak- bahak.
"Tampaknya kau begitu bahagia. Apa Maora menerima cintamu?" Tanya Mike penasaran.
"Begitu sulit meruntuhkan hatinya. Setiap Aku menyatakan perasaan kepadanya. Dia bilang Aku bukan tipenya. Bukankah Aku tampan, kaya dan punya segalanya? Tapi kenapa dia bilang aku bukan tipenya ."
"Kau terlalu terburu-buru menyatakan perasaanmu. Tahap demi tahap. Jika kau selalu bertanya seperti itu, bisa-bisa dia akan pergi meninggalkanmu." Tutur Mike yang terlihat bijaksana. Sebelum pulang ke rumah Maora, Devian berniat pulang ke rumahnya dan mengambil beberapa baju santainya dan baju kerjanya. Sesampai di rumah, langkah Devian terhenti ketika melihat saudara tirinya yang tak lain adalah Vino, sahabat dari istrinya yang duduk di teras rumah.
"Bagaimana kabarmu?"
"Kau Sekarang lebih sukses dari apa yang ku bayangkan." Ujar Vino sinis.
"Mau apa kau kemari?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Kokoy Yuhaikay
wah rebutan tuh
2022-03-08
0
Kenzi Kenzi
wahhhhh...perang sodara
2021-11-05
0