"Apa karna ini kau..."
" Aku mengerti, kamu pasti terharu. Tapi itu hanya boneka." Devian bingung melihat Maora menitikkan air mata. Kenapa menangis?" Ujar Devian yang mencoba mengusap air mata istrinya.
"Aku akan menyiapkan teh hangat untukmu." Ujar Maora pergi meninggalkan Devian.
"Dia benar-benar menyukainya, tak sia-sia aku mendapatkannya." Ujar Devian tersenyum senang sembari merebahkan diri di sofa. Di dapur Maora mengaduk teh sembari memandangi boneka Teddy bear yang ia letakkan di dinding dapur. Perasaan senang, terharu, kini masih menyelimuti hatinya.
" Apa dia benar menyukai diriku?" Tanya batin Maora menarik nafas dan beranjak menghampiri Devian yang berada di ruang tamu. Maora meletakkan tehnya di meja dan sesaat dia duduk sembari melihat Devian yang terlihat tampan dalam keadaan tidur. Sejenak Maora terkejut ketika Devian menggigil kedinginan dan bergeming tiada henti. Maora menempelkan telapak tangannya ke kening Devian.
"Ya Tuhan, panas banget." Ujar Maora melepaskan tangannya dan bergegas mengambil obat di kotak P3K dan alat untuk mengompres. Langkah Maora terhenti ketika melihat beberapa bungkus obat tergeletak di meja makan.
"Obat apa ini? Apa ini dari rumah sakit?" Kata Maora berpikir sejenak dan memfoto obat tersebut. Beberapa menit kemudian Maora mengangkat telepon dari Mike.
"Iya, itu obat dari rumah sakit. Jika rasa nyerinya belum hilang, kau bisa hubungi Dokter Galuh." Ucap Mike.
"Dia demam, apa ini juga ada obat untuk demam?"
"Katanya ada, coba suruh minum. Jika demamnya tak reda, hubungi Dokter Galuh. Jangan bawa dia ke rumah sakit." Jelas Mike. Maora berlari menghampiri Devian yang masih terbaring lemas dengan bibir mulai memucat.
"Pak... Ayo bangun. Makanlah sedikit dan minum obat." Kata Maora membangunkan Devian. Akiibat efek samping obat yang di minumnya Devian kembali tertidur pulas.
" Selama 8 tahun bersamanya, baru kali ini dia lemah tak berdaya." Gumam Maora mengompres Devian. Maora mengambil selimut yang ada di kamar Devian, selama 8 tahun juga Maora menginjakkan kakinya di ruang pribadi atasannya itu. Kedua mata Maora seakan tak mau memandang arah lain. Sebuah foto besar dirinya dan Devian terpampang jelas di atas kamar tidur Devian. Foto waktu ia di angkat menjadi seorang sekretaris pribadinya. Langkah kakinya seakan terkunci tak bisa di gerakkan ketika mendapati foto pernikahan dirinya terpajang di meja samping.
"Ya Tuhan sedalam itukah rasa cintanya kepadaku?" Ujar Maora mengusap air matanya. Maora menggerakkan kakinya dan beranjak mengambil selimut. Perlahan Maora menghampiri Devian dan memakaikan selimut untuknya.
"Bukankah kau orang paling sempurna di SAMCO, kenapa kau begitu bodoh dalam mencintai seseorang." Gerutu Maora mencibir dan berpikir jika tak masalah baginya berbicara keras. Toh, Devian tertidur sangat pulas dan tak mungkin mendengarkannya. Maora beranjak pergi tetapi langkahnya terhenti ketika tangan Devian memegangnya.
"Sebelum kau pulang, tunggulah disini sebentar saja." Ujar Devian dengan mata yang sayu. Maora kembali duduk memegang erat tangan Devian sembari tersenyum. Keesokan harinya Devian terbangun dan tersenyum senang melihat Maora tidur duduk di lantai dengan memegang bekas kompres.
"Ingin rasanya Aku seperti ini setiap hari, dan aku rela diserempet berkali-kali asal kau selalu bersamaku."gerutu batin Devian yang pergi meninggalkan Maora. Ketika terbangun dari tidurnya, Maora menoleh kesana kemari mencari Devian yang tak ada di sampingnya. Dengan rambut berantakan, tanpa menggunakan alas kaki. Maora mencari Devian di sekeliling rumahnya. Maora menghela nafas melihat Devian duduk di depan kolam renang.
" Kau sudah bangun?" Tanya Devian melirik istrinya duduk di sampingnya.
"Bagaimana keadaan ba...maksudku bagaimana keadaanm.kamu?" Tanya Maora tersenyum tipis dan membuat Devian tersenyum senang akan kata-kata Maora yang lucu.
"Apa sekarang kau mulai mencemaskanku?" Goda Devian.
"Bukankah setiap hari, setiap detik, setiap menit, setiap saa kau membuatku cemas." Gumam Maora keceplosan dan dengan spontan menutup mulutnya.
"Benarkah?" Tanya Devian senang.
"Mak...sudku bu...kan begitu." Jawab Maora gugup dan membuka ponsel yang berdering di tangannya. Devian yang mengetahui itu dari Vino, dengan cepat meraih ponsel Maora.
"Ada apa pagi-pagi kau menelponnya?" Ketus Devian. Maora hanya menggigit bibirnya melihat Devian berdebat dengan Vino di telpon.
"Jika tidak ada yang penting. Aku akan menutupnya, karena kami sedang di tengah perbincangan yang sangat penting." Ujar Ega menutup teleponnya.
"Apa yang kau lakukan?" Kata Maora mengambil ponselnya.
"Bukankah dulu aku sudah bilang padamu, jika berbicara padaku. Fokuslah!" Kata Devian.
"Dan aku juga pernah bilang kan, kalo dia teman baikku." Jawab Maora menjelaskan.
"Tapi aku tak suka jika kau bersamanya." Ujar Devian yang membuat Maora mendesah.
" Itulah yang membuatku berpikir untuk tidak menerimamu." Keluh Maora pergi meninggalkan Devian. Sesaat kemudian Maora kembali dan menaruh segelas teh hangat di meja untuk Devian. Senyum manis kembali terpancar di wajah tampan Devian saat pujaan hatinya duduk di sampingnya kembali. Maora hanya terdiam sembari melihat Devian meminum teh buatannya.
"Bukankah kau bersaudara dengannya?"
"Apa dia berkata seperti itu?" Tanya balik Devian dan melihat Maora menganggukkan kepalanya. "Iya, kami bersaudara." Jawab Devian tersenyum tipis.
"Syukurlah, aku pikir kau hidup sebatang kara." Kata Maora tertawa kecil sembari memegang dadanya.
"Hidup ini yang terpenting adalah keluarga. Kita harus mengutamakan keluarga daripada diri kita sendiri. Bahkan pekerjaan membutuhkanku untuk mengutamakan orang lain. Itulah kenapa, aku tak terbiasa di perhatikan oleh orang lain. Dulu, sejak SMA kak Vino selalu melindungiku. Itulah hal yang terbaik seseorang untukku. Jadi aku harap kau tak melarangku jika aku menemui kak Vino." Jelas Maora beranjak pergi meninggalkan Devian. Langkah Maora terhenti ketika Devian memanggilnya.
"Kau boleh dapatkan apa yang kau inginkan. Aku akan berusaha mengerti. Kau juga bisa melakukan apa yang kau mau, Maora. Dan aku yakin, aku bisa memikul perasaan ini.... untukmu." Sesaat tubuh Maora seakan bergetar mendengar ucapan Devian yang membuat wajahnya juga merasakan getaran itu. Devian dan Maorah menoleh ke arah pintu yang terdengar suara bel memanggil.
"Biar aku saja." Kata Devian pergi untuk membuka pintu. Sesaat Maora menatap langkah Devian dari belakang dan duduk santai menghirup udara segar di pagi hari. Devian hanya tersenyum melihat wajah Ayahnya celingak-celinguk di layar Cctv.
"Ayah...." Sapa Devian membuka pintu rumahnya.
"Bagaimana ini bisa terjadi padamu?" Tanya Ayah yang begitu panik melihat perban menempel di tangan kiri menantunya.
"Tidak apa Ayah. Silahkan masuk..."kata Devian yang begitu santun.
"Tidak apa bagaimana, luka separah ini kau bilang tak apa." Ujar Ayah menuntun menantunya duduk bersama.
"Darimana Ayah tau?" Tanya Devian senang akan kehadiran Ayah mertuanya. Seakan-akan dia kembali mendapatkan kasih sayang orang tuanya kembali.
"Tadi malam Maora telepon dan dia bilang...." Ujar Ayah bercerita.
"Ayah, mungkin Maora tidak bisa menginap di rumah. Devian kecelakaan dan Maora tidak bisa meninggalkan dia seorang diri."kata- kata Maora saat menelpon Ayahnya.
"Benarkah dia bilang seperti itu?" Tanya Devian yang seakan tak percaya dengan cerita Ayahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Kokoy Yuhaikay
mora kayanya udah mulai ada rasa cinta
2022-03-08
0