“Panggilan untuk Aldo kelas XII IPS3 segera menghadap Ibu Irma diruangannya,” panggilan dari speaker membuat seluruh murid yang berada di kelas IPS3 termasuk guru yang sedang mengajar menatap ke arah Aldo.
“Aldo?” panggil bu Mira, guru Matematika yang baik dan sabarnya kebangetan itu memberikan tatapan tajamnya pada Aldo, sementara laki-laki itu hanya cengengesan, lalu bangkit dari duduknya.
“Saya permisi dulu, Bu maaf bukannya saya gak kangen sama Ibu, tapi kayaknya Bu Irma lebih kangen sama saya, makanya dia nyuruh saya menghadap beliau.” Kata Aldo dengan wajah menyesal yang di buat-buat, walau dalam hati Aldo begitu bersyukur bisa lepas dari pelajaran yang memusingkan itu
“Ya sudah pergi sana, siapa juga yang mau di kangenin kamu. Dasar bocah gendeng!” usir Bu Mira yang memang sudah hapal betul tabiat murid baik satunya itu.
Setelah mendapat izin dari gurunya, Aldo keluar dari kelas dan berjalan dengan santai menuju ruangan Bu Irma, yang tak lain adalah bunda Nana, calon mertuanya. Aldo menarik napasnya terlebih dulu sebelum mengetuk pintu ruangan BK. Dan setelah sahutan dari dalam menyuruhnya masuk, Aldo membuka pintu tersebut tidak lupa mengucapkan salam terlebih dulu sebelum menghadap guru BK-nya
“Selamat siang Bu, kangen ya sama Aldo, makanya manggil Aldo kesini?”
“Iya nih, kangen bunda sama kamu, Al,”
“Aldo memang ngangenin bunda, secara ganteng gini!” ujar Aldo percaya diri.
“Iya saking ganteng dan ngangeninnya, Bunda sampai gak tahan pengen cepat-cepat hukum kamu,” ucap Irma menatap tajam Aldo. Aldo hanya cengengesan tak berdosa.
“Aldo, kamu itu sudah kelas tiga. Sebentar lagi kalian akan ujian, harusnya kamu itu belajar yang rajin bukannya malah bolos pelajaran dan nongkrong di kantin. Nanti kalau tidak lulus kamu baru tahu rasa! Gak kapok apa kamu diomelin terus sama, Nana? Dihukum juga. Kamu gak kasian sama Nana yang cape nasihatin kamu? Kamu yakin mau begini terus dan ngebuat Nana capek? Bunda bilang kayak gini bukan karena Nana itu anak bunda, tapi ini juga demi masa depan kamu, demi kebaikan kamu. Kamu sudah besar, Nak sudah tahu mana yang baik dan mana yang buruk.” Nasihat Irma kepada murid bandel sekaligus calon mantunya itu.
“Iya Bunda, Aldo minta maaf, Aldo janji gak bakalan bandel lagi, Aldo gak akan bolos lagi. Aldo juga akan belajar sungguh-sungguh."
“Ya sudah, sekarang kamu bersihin toilet laki-laki sampai bersih, ingat kamu yang harus bersihin sendiri jangan nyuruh orang lain!” Irma memperingati.
“Aldo kira gak jadi di hukum, karena Aldo bilang gak akan bolos lagi," ucapnya dengan lemas.
“Hukuman tetap hukuman Aldo! Sekarang silahkan keluar, dan laksanakan segera hukuman kamu,” ucap Irma tegas. Aldo mengangguk pasrah lalu bangkit dari duduknya dan berjalan keluar dari ruang BK dengan lemas.
Aldo berjalan disepanjang koridor yang sepi melewati kelas demi kelas menuju toilet yang harus iya bersihkan. Di tengah perjalanannya ia bertemu dengan Nana yang kesusahan membawa lumayan banyak buku di tangannya dari arah perpustakaan.
Aldo berlari pelan menghampiri Nana. “Lo kenapa bawa buku sebanyak ini sih, Yang, ini kan berat,” ucap Aldo lalu mengambil alih buku-buku itu dari tangan Nana.
“Gak apa-apa kok Al, gue udah biasa," jawab Nana dengan santai, dan itu tentu saja menambah emosi Aldo yang tak menyangka bahwa sang kekasih tercintanya di biarkan membawa buku paket sebanyak ini seorang diri.
“Kenapa harus sama lo? Kenapa gak anak cowok yang ngambil?” tanya Aldo menahan kesal.
“Kan gue yang disuruh, Al.” Nana menjawab seadanya.
“Jarak kelas lo sama perpustakaan itu jauh, Yang, dan lo ngambil buku sebanyak ini sendirian! Seenaknya aja tuh orang kalau nyuruh.”
Setelah keduanya sampai di depan kelas IPS1, Nana mengetuk pintu terlebih dulu lalu membukanya lebih lebar agar Aldo bisa masuk. Semua murid termasuk guru menengok ke arah Nana dan juga Aldo.
“Pantesan kamu lama banget ngambil bukunya, ternyata pacaran dulu toh!” ucap sinis guru Ekonomi tersebut, yang tidak lain adalah ibu dari Bianca.
Aldo berjalan menuju meja guru, lalu meletakan buku-buku tersebut diatas meja dengan sedikit kasar. Setelah itu Aldo menatap guru tersebut tak suka. “Ibu jangan nuduh sembarangan! Jika Ibu lupa jarak kelas ini ke perpustakaan itu lumayan jauh. Dan dengan tidak berperasaannya, ibu nyuruh Nara untuk ngambil buku sebanyak itu sendirian. Itu berat, Bu jadi, wajar kalau dia lama. Harusnya juga itu diambil sama anak laki-laki bukan perempuan! Mana sendiri lagi!" Aldo berdecak marah, tidak peduli mau di bilang lancang dan tidak sopan pub, Aldo terlalu kesal pada guru yang seenaknya itu.
“Aldo yang sopan kamu! saya ini guru di sini!"
“Udah lah, Al lo kembali aja ke kelas jangan bikin masalah,” Nana mencoba menenangkan sang kekasih, karena tidak ingin pria kesayangannya itu mendapatkan masalah, apa lagi dengan guru
“Kalian juga jangan diam aja!" Aldo menunjuk teman-teman sekelas Nana dengan marah. "Meskipun dia hanya menyuruh Nara untuk mengambil buku sebanyak itu di perpustakaan setidaknya ada salah satu dari kalian yang bantuin, bukannya malah pada diam gini! Lo juga No, lo bukannya ketua kelas di sini? Harusnya lo yangngambil buku-buku itu bukan malah ngebiarin Nara ngambil buku sebanyak itu sendiri. Cowok bukan sih lo?” geram Aldo.
“Gue juga tadi udah mau ngebantuin Nana, Do tapi gak di izinin,” ucap Dino mengatakan yang sesungguhnya, bukan karena ia takut pada Aldo, bukan pula terlalu memihak gurunya. Hanya saja Dino tidak seberani Aldo untuk menentang guru.
“Udah Al, lo balik ke kelas aja ya,” Nana cepat-cepat menghentikan amarah Aldo yang akan meledak, kemudian mendorong tubuh kekasihnya itu keluar dari kelasnya. “Lo kembali ke kelas ya, belajar yang benar. Nanti pulang gue tunggu di kelas sama yang lain,” ucap Nana lalu masuk kembali ke dalam kelas tanpa menunggu jawaban Aldo.
Nana tentu saja meminta maaf pada guru Ekonominya itu sebelum kembali kebangkunya.
“Keren gila si Aldo, salut gue sama dia.” Bisik Sisil yang Nana abaikan.
Aldo terus menggerutu sepanjang jalan menuju toilet, kekesalannya belum juga reda. Ia yakin bahwa ini pasti gara-gara Bianca ngadu kepada ibunya tentang kejadian beberapa hari lalu saat di kantin, makanya guru Ekonomi itu sengaja mengerjai Nana seenaknya. Gak propesional banget mengaitkan urusan pribadi ke dalam pekerjaannya sebagai guru yang harusnya mengajar murid-muridnya, ini malah mengerjai muridnya sendiri.
“Hai, Sayang.” Sapa Bianca yang tiba-tiba berada disamping Aldo dan langsung bergelanyut manja di lengan sebelah kiri Aldo.
Aldo mendengus kesal lalu dengan cepat menepis tangan gadis itu. “Apaan sih lo?”
“Aku kangen tahu sama kamu, Do. Gimana kalau nanti pulang sekolah kita nonton.” Ajak Bianca tanpa malu.
“Gak!” Aldo menjawab tegas, lalu pergi meninggalkan Bianca yang cemberut.
Dengan ogah-ogahan, Aldo mulai membesihkan toilet yang untungnya tidak terlalu kotor.
Tepat saat bell pulang berbunyi Aldo sudah menyelesaikan hukumannya, dan segera mencuci mukanya terlebih dulu sebelum keluar dari toilet tersebut dan menghampiri sahabat-sahabat juga kekasihnya di kelas untuk pulang bersama.
“Tas gue diambilin gak Dav, Ki?” tanya Aldo begitu sampai di depan sahabat-sahabatnya itu. Rizki melempar tas yang di pegangnya kepada si pemilik.
“Cape gue, Yang.” Keluh Aldo dan menarik kursi kosong disebelah Nana lalu menyandarkan kepalanya dibahu sang kasihnya.
“Ish bau banget sih lo, Al.” Nana mendorong kepala Aldo yang berada di pundaknya.
Aldo cengengesan dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Ya wajar aja sih gue bau. Baru selesai bersihin toilet soalnya.”
“Rajin bener lo, Al pake bersihin toilet segala,” ucap Alvin buka suara.
“Kena hukum Bunda, gue.” Jawab Aldo, lalu kembali menyandarkan kepalanya di bahu Nana.
“Oh iya gue baru ingat! Lo kan tadi dipanggil bunda, bikin masalah apa lagi lo? Bolos?” tanya Nana menatap tajam Aldo. Laki-laki itu mengangguk sambil memperlihatkan deretan giginya yang putih dan rapi.
“Tahu aja sih kamu. Iya tadi Gue bolos di jam ke dua.” Jawab Aldo jujur. Nana menjitak kening kekasihnya itu cukup keras membuat Aldo meringis kesakitan.
“Sakit, Yang, KDRT lo!” dengus Aldo sambil mengusap-usap keningnya yang bahkan sama sekali tak merasakan sakit.
“Kita bentar lagi ujian, Al harusnya lo itu belajar yang bener bukannya malah bolos terus kayak gitu. Lo mau nanti gak lulus?!” omel Nana pada kekasihnya itu.
“Jadi murid abadi lo nanti disini, Do.” Ledek Alvin, dan di tertawakan oleh sahabatnya yang lain. Aldo mendengus kesal, kemudian duduk dengan tegak dan menatap satu persatu sahabatnya itu lalu terakhir menatap Nana dengan lembut.
“Gue pasti bakalan lulus, Yang. Mulai sekarang gue akan belajar sungguh-sungguh, tapi gue gak bisa sendiri, Yang, gue pengen lo bantuin gue. Lo tahu sendiri kan gue lebih banyak di luar kelas, jadi catatan gue cuma dikit. Di kelas aja gue gak pernah dengerin guru yang lagi nerangin,” aku Aldo, membuat Nana memelototkan matanya kaget.
“Terus lo ngapain aja di kelas?” Nana memicing curiga.
“Dia mah di kelasnya tidur, main game terus godain cewek sama ngerjain guru.” Lapor Dava.
“Bener, Al?” Nana memastikan.
“Ya bener lah, Na.” Jawab Rizki.
“Gue nanya Aldo, bukan lo,” ucap Nana sinis pada Rizki lalu menatap Aldo dengan tajam.
Aldo menggaruk tengkuknya yang tidak gatal lalu menganggukan kepalanya takut-takut. Nana menghembuskan napasnya lelah, tidak tahu lagi harus menasehati Aldo seperti apa, akhirnya lebih memilih diam tidak peduli dengan rengekan Aldo yang meminta maaf.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
liska saranakaya
Kayaknya bakalan masalah ini ma ibunya bianca
2020-02-05
5
Sartini Cilacap
Bianca bener bener gak punya malu
2019-12-21
7
Anjelo,,JJ
biancaa..cari matiii
2019-12-14
3