Chapter 11

Pagi ini Nana masih menunggu Aldo menjemputnya untuk berangkat sekolah bersama seperti biasanya. Namun sudah pukul tujuh lebih dua puluh menit, kekasihnya itu belum juga datang, padahal bell masuk sekolah akan berbunyi sepuluh menit lagi. Tidak biasanya Aldo telat menjemput, pesan yang di kirimnya pun belum juga mendapat balasan dari kekasihnya itu.

Nana kesal dan akhirnya memilih memesan ojek online untuk mengantar dirinya ke sekolah. Untung saja tidak butuh waktu lama ojek yang ia pesan datang dan segera mengantarkannya menuju sekolah, meskipun kemungkinan besarnya dia akan terlambat, tapi tak apa yang penting dia tidak bolos sekolah.

Lima belas menit waktu yang ditempuh Nana untuk sampai di sekolah yang ternyata gerbangnya sudah tertutup dan parahnya lagi hanya dirinyalah yang kesiangan. Padahal biasanya ia tak pernah sekalipun kesiangan masuk sekolah selama ia menjadi murid di SMA MAWAR ini. Nana mendengus saat mendapat hukuman untuk membersihkan taman belakang dari guru piket. Ia terus menggerutu dan menyalahkan Aldo yang tidak menjemputnya dan tidak membalas pesannya.

Selama mengerjakan hukuman yang ia kerjakan dengat sangat tidak ihklas, Nana tiba-tiba mendengar suara tawa yang sangat di kenalnya, ia segera berlari ke asal suara dan mendapati Aldo yang kini tengah tertawa bersama seorang wanita yang entah siapa namanya.

Nana semakin murka melihat kekasihnya itu dengan enteng tertawa dengan seorang perempuan, sedangkan pesan yang sedari tadi ia kirimkan tidak juga laki-laki itu membalasnya.

Menghampiri kedua orang yang tengah tertawa itu, Nana menarik kerah baju belakang Aldo membuat sang empu baju menggerutu kesal dan menepis tangan yang berani menariknya. Dengan wajah marah Aldo membalikan badannya ke arah si penarik, begitupun juga perempuan yang ada disampingnya.

Setelah tahu siapa yang berani menarik kerah bajunya itu tiba-tiba Aldo merubah raut wajahnya menjadi cengengesan dan menggaruk tengkuknya salah tingkah, sementara perempuan itu menatap bingung pada Aldo dan Nana.

“Bagus lo ya, enak-enakan di sini ketawa-ketiwi sama cewek, sedangkan gue nungguin lo di depan rumah dan lo gak datang-datang. Gue kirim pesan dan lo juga gak bales, sampai-sampai gue kesiangan masuk sekolah gara-gara lama nungguin lo. Sekarang gue dapat hukuman gara-gara lo, dan lo malah cekikikan sama cewek? Gak ngerasa bersalah banget lo!” cerocos Nana mengeluarkan emosinya.

“Maaf, Yang gue lupa,” ucap Aldo merasa bersalah.

“Apa lo bilang, lupa? Lo lupa sama gue gara-gara jemput cewek lain buat ke sekolah bareng! Oh, jadi gue udah bukan prioritas utama lo lagi? Udah ada cewek juga yang lo barengin ke sekolah sekarang? Oke gak masalah, gue ngerti kok. Gue bisa berangkat sekolah sendiri gak perlu lo jemput-jemput lagi mulai besok!” murka Nana dengan raut wajah kecewanya.

“Lo cewek yang berangkat bareng sama dia tadi?” tanya Nana pada perempuan disamping Aldo. Cewek itu mengangguk dengan tampang yang masih kebingungan, sedangkan Aldo menunduk mendapatkan amarah kekasihnya.

“Siapa nama lo? Kelas berapa?” tanyanya lagi pada perempuan itu.

“Saras kelas X.” Jawab perempuan itu singkat.

“Adik kelas rupanya, pantes lo gak tau gue. Sekarang lo sama lo... ikut gue,” tunjuk Nana ada dua orang di depannya sambil berjalan menuju taman belakang yang baru ia bersihkan sedikit. Aldo dan Saras mengikuti langkah Nana tanpa protes.

“Sekarang lo bersihin nih taman sampai bersih!” titah Nana kepada dua orang itu. Saras melotot, sedangkan Aldo hanya mengangguk pasrah.

“Loh kok gue sama Kak Aldo yang harus bersihin , kan yang di hukum lo?” protes Saras tak terima.

“Gue di hukum juga karena kalian. Sekarang kalian bersihin nih taman sampai bersih!” titah Nana berlalu pergi meninggalkan kedua orang itu dengan emosi.

Sebenarnya sedari tadi Nana ingin sekali menangis, ia marah kepada Aldo yang sudah lebih mementingkan perempuan lain di bandingkan dirinya. Selama ini ia sabar dengan sifat keplayboyannya itu dan sekarang kesabaran itu telah berada di batasnya, ia sudah tidak tahan lagi, hatinya sakit. Sekuat apapun Nana, ia tetaplah perempuan yang mempunyai sisi rapuh.

Nana memang tidak marah Aldo dekat dengan perempuan lain selama Aldo tidak melupakannya, tapi hari ini Aldo sudah mulai lupa untuk menjemputnya, padahal menjemput Nana sudah menjadi rutinitas wajib setiap paginya selama dua tahun ini. Tapi hanya karena perempuan itu dia lupa untuk menjemputnya, semudah itu kah ia tergantikan?

Nana menangis dalam diam di toilet, hatinya sesak mengingat ucapan Aldo yang dengan tanpa dosanya mengucapkan kata lupa untuk menjemput dirinya. Baru kali ini kekasihnya itu mengatakan ‘lupa’ soal dirinya. Mungkin bagi sebagian orang terlihat sepele. Namun itu berdampak besar untuk Nana. Setelah mendengar bell istirahat berbunyi Nana segera mencuci wajahnya yang sembab karena menangis sedari tadi dan merapihkan seragamnya yang agak berantakan. Nana menghela napas panjang sebelum akhirnya keluar dari toilet dan segera berjalan menuju kelasnya.

Dengan menampilkan wajah datar seperti biasa, Nana memasuki kelas yang sudah kosong di tinggalkan istirahat oleh penghuninya. Nana duduk di bangkunya yang berada di belakang dan menelungkupkan wajah di lipatan tangannya. Nana ingin sekali menangis saat ini, tapi sebisa mungkin Nana menahannya, ia tak mau orang lain melihat sisi rapuhnya, apa lagi jika sahabat-sahabatnya tahu ia menangis bisa bahaya dan semakin rumit urusannya.

“Assalamualaikum!” suara salam yang diucapkan oleh banyak orang membuat Nana mendongakan kepalanya. Setelah menjawab salam yang ternyata bersumber dari suara sahabat-sahabatnya itu Nana kembali menelengkupkan wajahnya, ia sedang tidak mood meladeni orang-orang tukang rusuh itu.

“Yang,” panggil satu suara yang sudah sangat Nana hapal. “Yang, kamu kenapa, sakit?” tanyanya lagi.

Nana masih diam tidak mau menjawab tidak mau pula menatap orang yang memanggilnya itu. Nana tahu kekasihnya kini duduk di sampingnya, namun Nana tak peduli, ia masih tetap menelungkupkan wajahnya di lipatan tangan.

Aldo menghela napasnya pasrah. ia sadar bahwa sang kekasih mungkin masih marah kepadanya, semua sahabatnya menatap Aldo dengan pandangan bertanya namun Aldo kembali menghela napas panjang.

Dino yang berada di belakang segera mengdekati sepupunya itu dan menanyakan keadaan Nana, tapi tidak juga mendapat respon, begitupun juga dengan Sisil dan Rizki yang juga ikut menanyakan keadaan sahabatnya itu namun hasilnya tetap sama, Nana tetap tak bersuara dan masih bertahan dengan posisi seperti tadi.

“Baby, lo gak kenapa-napa kan? Jangan buat gue khawatir, Na,” ucap seseorang kembali menanyakan keadaan Nana.

Tubuh Nana menegang, ia kenal dengan suara itu, dengan perlahan Nana mendongakan kepalanya memastikan bahwa suara yang terakhir ia dengar benar-benar milik orang itu.

“Alvin?” gumam Nana tak percaya.

Alvin mengangguk lalu mendekat. Nana berdiri dan langsung berhambur memeluk Alvin. Air matanya menetes dalam pelukan laki-laki tampan itu.

“Lo kenapa?” tanya Alvin saat mendapati Nana sudah tenang. Nana menggeleng masih dalam pelukan Alvin.

Aldo menatap miris ke arah dua orang yang sedang berpelukan itu, dadanya sesak melihat kekasihnya itu berada dalam pelukan laki-laki lain. Jika orang yang di peluk oleh kekasihnya itu adalah Dino atau yang lain mungkin Aldo sudah akan menarik paksa kekasihnya itu, tapi ini Alvin. Ia tidak berani melakukan itu, Alvin terlalu berharga untuk seorang Nana. Mungkin jika dibandingkan, dirinya bukanlah apa-apa di hidup Nana.

Terpopuler

Comments

Fa Rel

Fa Rel

cwek begoo buang lah cwok g guna lemah

2022-04-08

0

Nur Elisya Susanti

Nur Elisya Susanti

siapa sih alvin sampai aldo aja takut 🤔🤔🤔

2021-04-03

2

lheea02

lheea02

kayaknya kebanyakan bawang deh ni chapter

2021-03-13

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!