Chapter 15

Aldo dan Nana kembali menjadi perbincangan diantara murid-murid SMA MAWAR saat keduanya baru memasuki area sekolah, dan desas desus terdengar di setiap penjuru sekolah. Bagaimana tidak membuat heboh sekolah, jika pasangan yang biasanya terlihat biasa saja kali ini terlihat lebih dekat dan akur bahkan sepanjang perjalanan menuju kelas saja keduanya terlihat asik bercanda dan tertawa membuat setiap orang yang mereka lewati menatap keduanya dengan tatapan kagum, iri, tapi ada juga yang menatapnya dengan pandangan tak suka.

“Wow, wow, wow lihatlah pasangan yang menjadi perbincangan seluruh warga mawar telah hadir di hadapan kita,” ucap Dino heboh saat Nana dan Aldo sampai di depan pintu kelas Nana, yang ternyata semua sahabatnya sudah berkumpul.

“Tumben kalian berdua akur gini?” tanya Sisil saat Nana dan Aldo baru saja duduk diantara semua sahabatnya.

“Emang kapan kita gak akur?” balik Aldo bertanya.

“Ya biasanya kan kalian biasa aja di sekolah, bahkan terkesan kayak gak saling kenal meskipun sebenarnya kalian pacaran,” ujar Dava.

“Emang aneh ya keliatannya kalau kita berdua berlaku selayaknya pasangan normal lainnya?” Nana menatap satu per satu sahabat-sahabatnya.

“Ya- ya sebenarnya sih aneh, karena kalian gak biasa kayak gini. Tapi gue senang kok liat kalian akur kayak gini.” Ridho berkata dengan senyum tulus, di susul acungan jempol tanda ia setuju sahabatnya itu menjadi semakin dekat.

“Terus cewek-cewek lo yang lain gimana Do? Gak pada patah hati tuh mereka?” tanya Rizki yang kemudian mendapat anggukan dari sahabatnya yang lain, karena bagaimana pun mereka tahu bagaimana Aldo selama ini, dan perempuan-perempuan yang sudah jelas menyimpan hati pada Aldo, akan kah bisa menerima?

“Gue kasih tau sama kalian ya,” Aldo nunjuk muka sahabat-sahabatnya satu per satu. “Cewek gue dari dulu cuma satu, yaitu Nara. Gue gak pernah punya hubungan lain selain sama Nara. Mereka mau patah hati kek, apa kek itu bukan urusan gue, toh gue juga gak ngerasa udah nyakitin mereka, merekanya aja yang nyakitin diri sendiri. Mereka semua udah tahu gue udah punya cewek, tapi tetap aja kecentilan sama gue, terus itu semua salah gue?”

“Benar juga sih yang lo bilang, merekanya aja yang kecentilan. Gue juga kadang suka bingung kenapa cewek-cewek lebih tertarik sama cowok yang udah punya pacar dibandingkan sama yang jomblo? Sama gue misalnya. Padahalkan gue masih jomblo, dan gue juga gak kalah ganteng dari lo,” kata Ridho dengan menampilkan wajah keheranannya yang jelas di buat-buat.

Sisil, Dino dan juga Rizki memberi jitakan di kepala Ridho secara bersamaan membuat sang empu kepala meringis kesakitan.

“Itu karena lo gak punya pesona untuk memikat cewek-cewek, jadi lo terima aja kalau lo emang jelek!” semua yang ada di sana tertawa mendengar ledekan Alvin yang ditujukan untuk Ridho.

“Ridho yang malang,” ucap Sisil pura-pura prihatin dan kembali mengundang tawa sahabat-sahabatnya yang lain.

“Ya udah atuh, Aa Ridho sama neng Sisil yang cantik ini aja,” ucap Ridho sambil mengedip-ngedipkan matanya menggoda, membuat Sisil berdigik ngeri.

“Sisil punya gue!” refleks Alvin, menarik Sisil ke dalam pelukan posesifnya.

Tentu saja perkataan Alvin membuat semua yang ada di sana terdiam, di tambah dengan nada marah Alvin, yang seolah takut miliknya di ambil orang lain.

“Ekhem, acie cie ternyata Alvin sudah besar, wan-kawan,” sindir Nana membuat Alvin sadar lalu dengan perlahan melepaskan pelukannya dan menggaruk tengkuknya salah tingkah.

“Hehe, ketahuan deh,” ucap Alvin cengengesan.

“Kalian sejak kapan?” tanya Nana penasaran. Untung saja semua kelas kini jam kosong di karenakan semua guru-guru tengah rapat. Membuat mereka mempunyai banyak waktu untuk mengintrogasi kedua sahabatnya itu.

“Sejak enam bulan yang lalu.” Jawab Alvin tenang. Ia berpikir mungkin ini adalah waktu yang tepat untuk mengakui hubungannya dengan Sisil kepada teman-temannya.

“Selama itu? Dan lo baru bilang sekarang?” Nana menggelengkan kepala tak habis pikir.

“Jadi ini alasan lo pindah sekolah?” tanya Aldo yang di jawab anggukan mantap oleh Alvin.

“Dan kenapa lo gak pernah ceita sama gue, Sil?” tanya Nana kepada sahabat perempuan satu-satunya itu.

“Sorry Na, waktu itu gue belum siap cerita sama lo.” Jawab Sisil merasa bersalah. Nana menghembuskan napasnya lalu menatap Alvin tajam.

“Kenapa lo juga gak pernah cerita sama gue?” kini Nana beralih bertanya pada Alvin.

“Ya, gak kenapa-napa. Gue kira lo pasti tau dengan sendirinya.”

“Iya sih biasanyaan gue selalu tahu. Eh, tapi gue kan gak selalu bisa ngebaca pikiran orang, ilmu gue belum sedalam itu.” Bisik Nana tepat di telingan Alvin yanga kemudian memberikan sentilan kecil di kening Nana.

“Udah gue duga sih, karena gue udah beberapa kali liat mereka di mall dan bioskop berdua, awalnya gue sempat curiga tapi gue tepis pikiran itu, dan ternyata dugaan gue benar.” Dava mengangguk-anggukan kepalanya pelan.

“Yah, gue patah hati dong," Ridho berubah lesu.

“Lo suka sama Sisil?” tanya Rizki memastikan. Ridho menganggukan kepalanya pelan membuat Nana, Aldo, Rizki, Dino dan Dava menoleh ke arah Alvin dan Sisil dengan tatapan yang sulit diartikan.

Kini giliran Sisil dan Alvin yang saling berpandangan seolah mengobrol dengan tatapan matanya.

“Ridho, tapi gue…”

“Tapi bohong, hahaha!” cepat Ridho memotong ucapan Sisil lalu tertawa, membuat Alvin dan Sisil menghembuskan napas lega. Namun Dino dan Nana bisa tahu bahwa tawa Ridho adalah palsu, ia yakin bahwa sebenarnya Ridho emang menyukai Sisil, tapi dia menyembunyikannya karena tidak ingin persahabatannya rusak hanya karena sebuah perasaan yang dimilikinya untuk Sisil yang tidak lain adalah pacar Alvin, sahabatnya.

Setelah ketegangan tadi, kini akhirnya mereka mengobrol ringan kembali, kelas juga menjadi berisik karena canda dan tawa yang bersumber dari Aldo, Alvin dan sahabat-sahabatnya, tapi ada juga murid-murid lainnya yang membuat kegaduhan di kelas.

Saat bell istirahat pertama berbunyi Nana dan sahabat-sahabatnya memutuskan untuk pergi ke kantin mengisi perutnya yang sudah demo meminta di isi. Meski sedari jam pelajaran pertama semua kelas free, tapi guru tidak memperbolehkan murid-murid untuk berkeliaran, maka dari itu setelah mendengar bel istirahat berbunyi semua murid langsung berhamburan keluar kelas.

Aldo dan Nana berjalan dibelakang sahabat-sahabatnya yang lain bergandengan tangan dan tidak pernah lepas dari perlakuan manis yang Aldo berikan untuk kekasihnya itu, membuat beberapa orang di koridor berteriak iri. Nana tentu tak mempedulikan itu, karena terlalu menikmati perlakuan manis Aldo saat ini. sudah lama ia tak merasakan di perlakukan manis oleh Aldo di hadapan murid-murid SMA MAWAR. Dan sekarang ia merasakannya lagi setelah satu tahun mencoba berlaku kuat dan tegar seolah tidak terganggu dengan kebiasaan Aldo yang ditempeli banyak perempuan.

Sesampainya di kantin, Aldo dan Nana menghampiri sahabat-sahabatnya yang sudah lebih dulu duduk di kursinya masing-masing dan menyisakan dua kursi untuk Nana dan juga Aldo.

Aldo menarikan kursi kosong untuk Nana, dan perlakuan sederhana namun manis itu berhasil membuat beberapa pasang mata perempuan iri. Setelah kekasihnya duduk barulah Aldo ikut duduk disamping Nana. Dan tidak lama kemudian makanan juga minuman yang tadi sudah dipesankan terlebih dulu oleh Alvin datang, membuat orang-orang yang lapar itu bersorak senang dan tanpa menunggu lama langsung menyantap makanan yang sudah disajikan itu.

Ditengah menikmati bakso yang sangat menggugah selera dan sesekali diselingi dengan candaan dan tawa mereka seperti biasa, selalu ada setidaknya satu perempuan yang datang menghampiri Aldo tanpa malu. Dino dan Alvin menatap tidak suka pada perempuan yang dengan tidak tau malunya merangkul pundak Aldo yang kini tengah menyuapkan baksonya hingga membuat laki-laki itu tersedak.

Kerena khawatir Nana segera menyodorkan segelas air untuk kekasihnya itu bersamaan dengan perempuan yang masih berdiri di samping Aldo yang juga memberikan segelas air yang ia ambil sembarangan di meja. Nana melihat kearah wanita itu lalu kembali meletakan segelas air yang baru akan Aldo ambil itu ke atas meja.

“Kok malah di simpan lagi sih, Yang, gue kan mau minum?” tanya Aldo heran.

“Kamu minum ini aja, Do,” ucap perempuan itu.

“Itu minuman gue heh, enak aja lo kasih ke si Aldo dia juga punya minuman sendiri. Lo mau modus tapi gak modal benget!” Kesal Rizki. Perempuan itu mendengus tak suka dan mengabaikan ucapan Rizki, lalu kembali menoleh pada Aldo yang kini sudah mengambil minumannya sendiri. Sedangkan Nana masih tetap diam, menunggu akan ada drama apa yang terjadi kali ini.

“Lo siapa sih, ganggu kita-kita lagi makan aja?” tanya Alvin malas.

“Oh, lo yang namanya Alvin anak baru itu kan? Kenalin nama gue Bianca kelas XII IPS2,” ucapnya memperkenalkan diri.

“Gue gak peduli nama lo, lo mau ngapain datang kesini, gak ada yang ngundang juga!” sinis Alvin. Perempuan bernama Bianca itu tersenyum tak memperdulikan tatapan sinis Alvin dan juga yang lainnya.

“Gue kesini mau nyamperin pacar gue.” Jawabnya dengan nada bangga.

“Emang siapa pacar lo?” tanya Aldo kali ini.

“Ya kamu lah sayang. Siapa lagi coba pacar aku selain kamu?” jawab Bianca seraya merangkul kembali pundak Aldo.

“Emang kita pernah jadian?”

“Ih kamu kok gitu sih sayang, kita kan udah pacaran dari sebulan yang lalu.” Kata Bianca manja.

“Emang gue pernah nembak lo?” tanya Aldo lagi membuat Bianca bungkam dan salah tingkah.

Semua yang menyaksikan drama itu tertawa termasuk Nana, bahkan sampai mengeluarkan air mata saking puasnya tertawa. Dino juga tak kalah ngakak hingga tanpa sadar ia memukul-mukul bahu Alvin yang berada disampingnya.

“Aduh gini ya resiko punya pacar ganteng, sampai banyak banget perempuan yang datang nyamperin dan ngaku sebagai pacar dia,” kata Nana saat sudah menghentikan tawanya.

Semua yang awalnya teratwa kini berhenti saat mendengar ucapan Nana dan menatap ke arahnya. Tidak biasanya Nana ikut berbicara saat ada perempuan yang menghampiri Aldo dan mengaku sebagai pacarnya, yang mereka tahu biasanya Nana akan diam dengan tenang.

Nana paham dengan tatapan aneh sahabat-sahabatnya itu, tapi ia mengabaikannya dan beralih menatap Aldo yang kini tengah tersenyum manis kepadanya seolah menunggu apa yang akan di lakukan kekasihnya itu. Nana membalas senyuman pula pada Aldo lalu bangkit dari duduknya dan melangkahkan kakinya menghampiri Bianca yang sedang menatap tak suka kepadanya.

“Bianca Athaliya Shifa, kelas XII IPS2 anak dari guru Ekonomi sekolah SMA MAWAR. Oh iya, gue inget satu bulan lalu lo minta Aldo buat nemenin lo ke toko buku, waktu itu kalian berdua juga kebioskop dan pulang malem, terus saat udah sampai di depan rumah lo, lo bilang gini sama Aldo...” Nana menggantungkan ucapannya lalu berdehem terlebih dulu sebelum melanjutkan ucapannya.

“Aldo makasih ya kamu udah nemenin aku seharian ini, dan aku pengen jujur sama kamu kalau sebenarnya aku suka sama kamu udah lama, dan aku mau jadi pacar kedua kamu, Do. Dan setelah lo bilang gitu, tanpa memberi jawaban apa-apa Aldo pergi ninggalin lo di depan rumah.” Nana menirukan suara Bianca yang sengaja di imut-imutkan, meskipun tidak mirip, tapi setidaknya begitulah gaya bicara Bianca menurut Nana.

“Kok, kok lo bisa tahu kalau gue bilang gitu sama Aldo waktu itu?” tanya Bianca gugup.

Aldo dan yang lainnya juga menatap Nana dengan pandangan heran kecuali Alvin dan Dino yang memang sudah mengetahui kelebihan Nana yang memang bisa membaca pikiran seseorang dan juga kemampuan cenayan yang tidak pernah Nana perlihatkan pada sahabat-sahabatnya. Hanya Dino, Alvin, Bunda dan juga Abangnya yang tau, karena memang keempat orang itu juga lah yang sudah tahu Nana sedari kecil.

“Yang, lo kok bisa tahu? Padahal gue kan gak ngasih tahu lo pas pulang malem sama ucapan Bianca yang barusan, kecuali saat ke toko bukunya kan gue emang izin dulu sama lo. Dan sumpah itu hampir sama banget dengan apa yang Bianca ucapin waktu itu , lo ngikutin gue, Yang?” Aldo heran kenapa kekasihnya itu bisa tahu.

“Gak ada kerjaan banget gue ngikutin lo! Gue tadi padahal cuma nebak doang loh, tapi ternyata bener toh." Nana mengangguk-anggukan kepalanya.

“Hebat lo Na, bisa pas gitu tebakannya,” puji Sisil. Nana hanya tersenyum ke arah sahabatnya itu lalu kembali menatap Bianca yang masih diam mematung.

“Jadi lo gak usah ngaku-ngaku pacar Aldo, karena kalian emang gak pernah jadian,” ucap Nana tajam pada Bianca, lalu kembali duduk dan menghabiskan baksonya begitu pun juga dengan sahabat-sahabatnya yang lain.

Bianca mendengus dan menatap Nana dengan geram, ia tidak terima karena sudah di permalukan di hadapan banyak orang di kantin, maka dari itu Bianca memilih meninggalkan kantin dengan perasaan malu dan juga marah.

“Malu *****!" teriak Ridho, kemudian tertawa yang diikuti oleh yang lainnya.

Aldo mencubit gemas pipi Nana, merasa bahagia karena kini Nana-nya sudah kembali memperlihatkan rasa cemburu dan tidak sukanya pada perempuan yang mengaku-ngaku pacar Aldo, tidak seperti kemarin-kemarin yang hanya diam dan berlagak tidak tahu apa-apa.

Terpopuler

Comments

Nani Nurhayati

Nani Nurhayati

Bagi dong ilmunya Na 😍😍😍😍😍

2021-01-24

0

Soenaryati Atiek

Soenaryati Atiek

hmmm nana ..nana

2020-03-24

3

Eno Mcf

Eno Mcf

pantes nyantai aja Aldo jalan sama cewek lain, dia bisa baca pikiran aldo

2020-02-06

7

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!