Pelatihan fisik di keluarga La Wero membuat semua murid kewalahan termasuk I Miang. Makanya, begitu dia kembali ke sekolah zirah, semangatnya sedikit redup.
“Ada apa denganmu?.” Timang yang melihatnya terbelalak dan nampak terkejut.
“Kamu.... kamu terlihat berbeda.” Timang tidak menggambarkan secara spesifik.
“Berbeda apanya?.” I Miang masuk ke kelas dan menempati bangkunya.
“Kulitmu agakkkk.... gelap.”
“Ahhh... Para murid keluarga melakukan pelatihan fisik dibawa matahari sepanjang hari. Kami tidak diperkenankan menggunakan energi spiritual untuk melapisi kulit.”
“Pelatihan keluargamu agak...agaak keterlaluan, ya.”
Ini juga untuk kebaikan kita dalam mengelola energi spiritual nantinya. Kalau kondisi fisik bagus maka pemadatan energi spiritual lebih baik.”
“Ayahku juga perna mengatakan itu. Kekuatan fisik bisa mempengaruhi energi spiritual kita, karena itu ibu selalu memberiku makanan sehat. Aku sebenarnya tidak begitu suka dengan makanan tanpa rasa atau sayuran pahit yang katanya bagus untuk kesehatan.”
Timang mengamati I Miang lagi.
“Tapi dibanding cara keluargamu membuat fisikmu bagus.Aku masih memilih cara ibuku.”
"Kudengar pelatihan keluarga La Wero makin keras belakangan ini karena ada beberapa murid melanggar." I Manna yang mendengar perbincangan mereka angkat bicara.
"Kudengar juga begitu."
"Pelanggaran apa?."
"Murid yang melanggar bukan kamu kan, Miang?!." Puang Jumi menatap sinis pada I Miang.
"Puang Miang selalu berperilaku baik, bagaimana dia bisa melanggar?." Timang berbalik dan menatap tajam pada puang Jumi.
"Dan apa maksudmu memanggilnya Miang saja? jelas dia bangsawan."
"Aihhh... Puang Jumi cuma terbawa emosi, itu hanya keselo kata. Tidak perlu diperdebatkan." Rumani bersuara.
"Tetap saja itu tidak sopan. Gelar bangsawan tidak bisa diabaikan begitu saja atau kamu juga tidak menghargai kerajaan. Bukan begitu, Jumi." I Manna ikut mengkritik puang Jumi.
"Tentu saja, saya dan puang Miang bisa cuma memanggil namamu saja." Dia tersenyum penuh makna dan melihat kearah Rumani.
"Hha! Seseorang selalu tidak menyadari statusnya." Puang Uri berceletuk tanpa menoleh dari mejanya.
"Kamu!." Puang Jumi berbalik meneriaki puang Uri.
"Jangan munafik! Kamu juga tidak menyukai dia, kan?!." Dia menyeringai.
"Bahkan kalau aku tidak menyukainya, aku tidak melakukannya diam-diam dan tidak melupakan statusku. I Miang memang memiliki status tinggi. Itu benar."
"Lagian, kalau kamu sangat ingin tahu siapa murid yang melanggar itu adalah teman baikmu, Ramalla."
"Semua murid keluarga La Wero sedang berlatih fisik untuk meningkatkan kualitas spiritual. Itu saja." Tandas I Miang hanya tersenyum, dia tidak mungkin mengungkapkan kalau itu latihan dasar dari pengelolaan tubuh.
“Ngomong-ngomong, hari ini kita akan melakukan pembersihan bersama.” Kata Timang kemudian.
"Pembersihan bersama adalah kegiatan bersih-bersih dalam lingkungan sekolah yang dilakukan enam bulan sekali oleh setiap kelas." Timang menjelaskan.
"Nanti juga akan ada pengumuman."
"Teman-teman harap tenang." Impe yang menjadi ketua murid kelas junior ada muncul dengan sebuah gulungan di tangan.
Semua murid mengalihkan perhatian pada ketua kelas mereka yang berdiri di podium guru.
"Hari ini giliran kelas kita yang melakukan bersih -bersih bersama. Saya akan membacakan letak dan tugas kalian." Impe memberikan arahan.
"Tugas kalian berdasarkan tingkat spiritual kalian atau kelompok kalian."
Impe mulai membagi kelompok.
" Setiap kali kalian selesai membersihkan bagian yang ditentukan dan dinyatakan telah bersih, akan ada kartu muncul di sekitar tempat itu sesuai dengan jumlah kalian. Kartu ini berisi kode poin yang akan ditransfer ke medali poin kalian."
Di akademi zirah, ada yang namanya medali poin dimana setiap murid akan mendapat poin dari berbagai kegiatan akademi atau prestasi. Poin ini bisa digunakan untuk berbelanja di akademi seperti membeli ramuan, pil, tanaman obat, senjata dan berbagai hal yang menunjang kultivasi spiritual.
"Melompok pertama,Puang Tombeng, Ye Natan, I Manna, Mintang. Kalian membersihkan halaman depan, termasuk pagar pembatas dan rumah pertemuan.
"Kelompok kedua, puang Imma, La Mirzha, Sannang, ye Juma. Bagian kalian halaman belakang, termasuk kolam dan jembatan kecil."
"Kelompok ketiga, Ye Impe, La manorang, Ye Jahari, Noha. Kelompok ini membersihkan ruang kelas, balkon kelas dan tangga ke bawah.
"Kelompok empat, puang Dasia, puang Jumi, Rumani, Puang Salemba bertanggung jawab untuk ruang peralatan dan tangga menuju perpustakaan atas."
"Kelompok lima, Timang, I Miang, La Bulla, puang Tompo, dan puang Uri. Kalian membersihkan perpustakaan atas, tangga ke bawah dan koridor depan perpustakaan. Khusus untuk kalian, jangan memasuki bagian perpustakaan lama, itu area terlarang."
"Dimengerti." Sahut mereka serempak.
"Ah...kenapa kita dapat bagian bawah sih." Keluh Timang.
"Cih, penakut." Ejek puang Uri.
"Siapa bilang aku takut?." balas Timang
"Terus kenapa kalau kita dapat ruang bawah? Kamu cuma takut, kan karena kita berdekatan dengan perpustakaan terlarang, kan?."Puang Uri mencibir.
"Ada apa dengan perpustakaan terlarang?." I Miang bertanya.
"konon katanya ada roh pendosa yang disegel disana." Puang Tompo menimpali.
"Makanya itu jadi ruang terlarang agar tidak menjadi korban secara tidak sengaja."
"Bukannya, itu perpustakaan bawah tanah ruang dekan?." La Bulla menyahut.
"Apakah berbeda?." Puang Tompo bertanya bingung.
"Setahu saya itu dua tempat berbeda.
Perpustakaan tempat menyegel roh pendosa itu ada di perpustakaan bawah tanah di bawah ruangan dekan. Itu dijaga ketat dan ditutupi formasi.
"Perpustakaan terlarang disini adalah tempat buku-buku yang sulit dipahami dan beberapa kultivasi yang dianggap berbahaya dan menyimpang makanya dijadikan perpustakaan terlarang."
"Sebenarnya tidak berbahaya secara keseluruhan karena senior puang Topa mengambil kitab pedang ganas dari perpustakaan ini."
I Miang menghentikan langkahnya dan bertanya pada La Bulla.
"Maksudmu, kakakku?."
La Bulla mengangguk." Iya. Kitab pedang ganas yang dilatihnya itu berasal dari perpustakaan ini."
"Tunggu dulu!." Puang Topa memotong pembicaraan I Miang dan La Bulla.
"Apa maksudmu, kakakmu? Kamu adik senior La Topa dari keluarga La Wero?."
"Heemmm." I Miang mengangguk.
"Saudara kandung?."
"Tentu saja. Ayahku tidak memiliki ipar, oke!."
"Lalu, kenapa kamu tidak mengatakannya selama ini?."
"Kamu tidak perna bertanya." Jawab I Miang sekenanya.
"Tapi kak Topa bukan murid akademi Zirah, kenapa dia masuk di perpustakaan terlarang?." Dia balik bertanya pada La Bulla.
"Waktu itu, La Topa memenangkan kompetisi latihan bersama, sekolah zirah yang menjadi tuan rumah.
I Miang kemudian ingat, tahun pertama tinggal di pedesaan untuk berlatih, ayah dan ibunya menjenguknya dan tinggal beberapa hari di desa dan kakaknya, La Topa juga datang menginap beberapa hari karena mengaku libur sekolah. Dia mengeluarkan kitab pedang ganas dan mendiskusikan dengan ayahnya. Setelah memeriksa kitab itu bersama ayahnya, La Topa kemudian mempraktekkan jurus pedang ganas.
"Kalau begitu, masih ada isi dari perpustakaan terlarang itu yang bisa ditoleransi?." Puang Tompo bertanya.
"Mungkin." Ucap La Bulla.
"Setidaknya harus dibawah pengawasan tetua yang lebih mengerti." Ujar Uri.
"Kalau perpustakaan itu benar-benar berbahaya, pasti akan diberi segel atau formasi khusus." Timang ikut menyahut.
"Oke, kita sampai disini."La Bulla berhenti di pintu perpustakaan atas.
"Jangan mengobrol lagi, mari kita bekerja." Kata puang Uri.
"Pergi melapor kalau kita akan bersih-bersih."katanya pada puang Tompo.
" Jadi kalian yang akan bersih-bersih? Tolong laporkan kelas dan nama kalian." Puang Tompo mewakili mereka segera mengisi catatan yang diberikan petugas perpustakaan.
"Kalian bisa melakukannya. Tekan batu spirit kalau kalian sudah selesai." Pesan petugas itu sebelum pergi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments