Langit cerah, awan putih berarak dan semilir angin kering bertiup. Seorang gadis yang duduk diatas batu hitam yang dinaungi pohon rindang, terlihat menunduk, sesekali kepalanya mematuk. Rupanya dia setengah mengantuk.
“Dasar kamu gadis pemalas, bisa-bisanya tidur.”Tegur gadis lain menghampirinya.
“Aku membawa permen disini.”Gadis yang baru datang ini membuka bungkusan kecil dari balik ikat pinggangnya.
“Ini sedikit asam. Cobalah!.”
Gadis itu menjejalkan satu permen ke tangan gadis yang mengantuk tadi.
“Asamnya segar dan membuatku terjaga.”Mata si gadis mengantuk berbinar.
“Timang, kamu selalu punya makan unik dan enak. Terima kasih, ya.”
“Miang, sejak sebulan kamu masuk sekolah. Aku perhatiin, kamu sering mengantuk. Kamu juga jarang memperhatikan guru. Untung otakmu pintar dan selalu bisa menjawab pertanyaan guru jadi tidak perna dihukum.”
“Begitulah.” Miang mengembangkan senyum. “Sebenarnya, mendengar ceramah guru sangat membosankan dan membuatku mengantuk. Belum lagi cuaca terik dan berangin begini, membuatku cepat lelah dan ingin tidur.”
“Mungkinkah kamu jarang bergerak, membuatmu malas dan mengantuk.”Kata Timang serius. “Walaupun kita gadis, kata ibuku kita harus banyak bergerak dan mengolah tubuh agar tetap bugar. Lagipula, sebagai pendekar jurus yang ampuh harus disertai pengolahan dan pemadatan tubuh. Jangan hanya mengandalkan rapalan mantra dan aliran energy.
Miang menyeringai. “Hemmm… aku tahu.” Dia mengupas permen lain dan memasukkan lagi dalam mulutnya.
Ini adalah kota kabupaten Leppang di negara Pinra, benua Mongo yang terkenal dengan pendekar yang kuat. Meskipun mereka dari kerajaan kecil, mereka hidup makmur karena perlindungan kaisar Lapugi dari klan La.
Di era ini, dunia digerakkan oleh kemampuan spiritual. Dahulu kala, pengguna spiritual hanya terbatas bagi bangsawan. Para bangsawan juga menikah dengan sesama bangsawan agar kemampuan spiritual mereka tetap murni. Kalaupun ada bangsawan yang memiliki anak dengan warga biasa, anak itu tidak akan menjadi prioritas keluarga untuk dibimbing menjadi penerus keluarga.
Namun, perna ada bangsawan yang jatuh cinta pada warga biasa dan mengolah anak-anaknya menjadi pendekar meskipun pencapaiannya tidak sebaik anak bangsawan lain. Jalannya itu kemudian menginspirasi seorang raja dan memberlakukan peraturan agar generasi muda selama bisa menggunakan spirit bisa diolah menjadi pendekar masa depan.
Seiring waktu, banyak raja-raja yang mengikutinya dan anak-anak dari pernikahan bangsawan dengan warga biasa juga mulai banyak sehingga banyak rakyat biasa bisa men gunakan spiritual. Sesekali dalam satu decade, muncul beberapa bakat dan genius dari rakyat biasa yang bisa menyamai pendekar dari bangsawan.
Akademi zirah, sekolah Miang dan Timang ini berada diurutan kesepuluh sekolah terbaik di negara Pinra meskipun bukan sekolah kerajaan. Meski begitu, akademi zirah masih dianggap sekolah lusuh dan tua. Sekolah ini juga tidak memiliki banyak murid. Mungkin karena inilah, walaupun Miang terlambat dua bulan dari pendaftaran sekolah, dia masih diterima di sekolah ini.
“Ayo kembali ke kelas.” Ajak Timang. “Sebentar lagi, waktu istirahat selesai.”
“Tinggal satu pelajaran lagi, kan?.” Miang bangkit dengan enggan.
“Kedengarannya kamu tidak sabar pulang.”
“Tentu saja. Sekarang cuaca panas, sangat cocok untuk berbaring di rumah.”
“Kamu tidak bisa terus bermalas-malasan. Tiga bulan kedepan, kita akan mendapat pelatihan fisik. Lagipula, disetiap keluarga. Anak muda seperti kita juga mendapat pelatihan keluarga. Terutama keluarga besar seperti empat keluarga terkemuka di kota Leppang.”
“Di rumah, ayahku sesekali melatihku.” Ucap Miang.
“Ternyata kamu juga bukan dari keluarga besar dan tidak ada pelatihan keluarga? Aku juga. Hanya ayah dan ibuku yang melatihku.”
Miang memang bukan darin keluarga sebesar empat keluarga terkemuka tapi dia dari keluarga bangsawan yang memiliki pelatihan khusus keluarga. Namun sebagai puteri sah keluarga utama, dia tidak harus bergabung dalam pelatihan keluarga karena ada pelatih khusus yang didatangkan oleh ayahnya.
Untuk pelatihan ini, ayahnya menempatkan dia di pedesaan selama lima tahun agar fokus berlatih. Tadinya, ayahnya menyangka Miang tidak tahan kesepian berlatih di pedesaan. Malah sebaliknya, dia enggan meninggalkan desa Lepa dan kembali ketengah keluarga besar. Keengganannya itu membuatnya terlambat memasuki sekolah.
Ayahnya siap menyiapkan persyaratan khusus yang diminta sekolah kerajaan ataupun sekolah kota agar anaknya diterima. Namun, Miang memilih berlari ke sekolah Zirah yang sederhana.
Buk!
Miang berjalan dengan malas ketika punggungnya ditabrak seseorang.
“Apa kamu tidak punya mata? Kenapa kamu menabrak seseorang?.”
Gadis dengan dandanan paling meriah di kelas itu memarahi Miang.
“Miang berjalan di depanmu. Jelas kamu yang menabraknya!.”Timang berbalik membela temannya.
“Itu karena dia berjalan sangat pelan dan menghalangi jalan!.” Uri tidak mau kalah. Statusnya sebagai anak selir adik walikota membuatnya arogan.
“Berdebat dengan begitu meriah!.”Gadis yang duduk di bangku paling depan berbalik menegur mereka. Itu adalah Impe, cucu Wa’ Tari salah satu penasehat mendiang ratu yang memilih kembali hidup tenang di kota kelahirannya.
Meskipun kemampuan Impe sangat baik, dia tidak memilih sekolah kerajaan dan sekolah kota karena memilih masuk ke sekolah neneknya dulu, akademi zirah.
Akademi Zirah memang sekolah pertama di kota ini dan telah menghasilkan banyak talenta berbakat pada tahun-tahun lampau. Tapi, sejak sekolah kerajaan dan sekolah kota hadir, banyak generasi muda memilih kedua sekolah itu karena lebih modern dan lengkap. Guru-guru juga lebih memilih mengajar di dua sekolah itu karena bayaran lebih tinggi. Sedangkan akademi zirah semakin kehilangan pengaruhnya karena guru-gurunya juga sudah banyak yang pensiun.
Hanya anak-anak menengah kebawah yang memilih sekolah ini membuatnya semakin terpuruk karena tidak lagi bisa menciptakan siswa berbakat.
Untuk beberapa alasan, ada beberapa siswa yang memiliki status khusus terdaftar tahun ini. Seperti Impe, cucu penasehat kerajaan. Timang, anak dari ksatria tersembunyi yang memilih pensiun dini. Termasuk Miang yang sebenarnya puteri hakim kota.
Bangnya, anak ksatria bangsawan yang yatim piatu. Vai, cucu seorang menteri.
“Huh…kamu beruntung hari ini, aku tidak mau berdebat.” Uri mendengus dan melengos pergi.
Uri tidak langsung duduk begitu sampai di mejanya. Dia berdiri dengan wajah berbinar dan berseru “Kalian tau, nggak? Hari ini, sepupuku kembali!.”
“Siapa sepupumu yang kembali?.”Gadis dibelakang mejanya bertanya.
“Tentu saja Laraka, putera pak walikota.” Katanya dengan bangga.
“Putera walikota kembali?!.”
“Benarkah?.”
Satu persatu gadis-gadis mengerumuni Uri.
“Tentu saja.”
Miang menyenggol Timang.
“Memangnya ada apa dengan anak walikota?.”
“Kabarnya, dia masuk dalam seratus siswa lulusan terbaik di sekolah kerajaan tahun ini. Makanya banyak gadis-gadis di kota ini mengidolakannya.”Bisik Timang.
“Memangnya kamu tidak?.” Miang menyenggol Timang lagi. Menggodanya.
“Kamu juga dong.” Balas Timang.
“Nggak, deh. Aku aja nggak kenal.”
“Apalagi aku. Biarkan saja buat mereka.”
Percakapan mereka terhenti ketika guru memasuki ruangan. Miang berusaha menghalau rasa kantuk dan berkonsentrasi mendengar ceramah ibu Mesa. Timang sudah mengingatkannya kalau ibu Mesa salah satu guru galak dan sangat serius yang mengajar di kelas mereka.
Berita kedatangan putera sulung walikota menjadi pembicaraan, terutama para gadis-gadis. Bukan hanya di sekolah bahkan para gadis keluarga Lawero, kediaman Miang juga membahasnya.
“Katanya, Laraka akan tinggal beberapa waktu disini.”
“Tentu saja, ulang tahun walikota kan sebentar lagi.”
“Kita bisa melihatnya saat ulang tahun walikota, kan?.”
“Kalau acara ulang tahunnya dibuka secara umum, kita bisa pergin kesana dan melihat putera walikota.”
“Laraka pasti makin tampan, kan?.”
“Dulu aja dia sangat tampan apalagi sekarang.”
Miang berdiri disudut bersama pelayannya mendengar para gadis mengoceh tentang anak pak walikota. Dia tidak berniat bergabung.
“Meskipun ulang tahun walikota diadakan secara terbuka. Kalian tidak akan bisa bertemu secara langsung dengan Laraka karena hanya orang tertentu yang bisa masuk aula dalam walikota.” Seorang gadis berpakaian cerah membelah kerumunan.
“Berdasarkan pengenalan ata’ Sati, dia harusnya Ramalla. Anak dari puang Tonggeng.” Miang membatin.
Puang Tonggeng sendiri adalah sepupu angkat Lagutrici, ayah Miang.
Keluarga Lawero memiliki tiga putera dan satu puteri. Latodi tinggal di ibukota sebagai jenderal tingkat dua. Kemudian, Inintan yang menikah dengan jenderal tingkat tiga dan menetap di ibukota. Dia masih kadang kembali ke kota Leppang untuk mengurus bisnis pertanian yang dulunya menjadi sumber pendapatan keluarga Lawero.
Laguritci, pejabat tingkat tiga sebagai hakim kota. Ladacong, putera bungsu yang memilih menjadi pedagang dan salah satu pedagang terkaya di kota Leppang. Dia tidak menetap di kota ini karena sering bepergian membawa dagangannya. Baik ke ibukota ataupun antar kota dan kerajaan.
Walaupun Miang adalah puteri sah keluarga Lawero, dia tidak benar-benar tinggal di kediaman Lawero.sejak kecil dia dikirim belajar dan berlatih pada keluarga dan bawahan mendiang kakeknya. Begitupun kakaknya. Setelah sampai din keluarga Laweropun, Miang jarang bergabung dengan generasi muda keluarga Lawero. Ayahnya menyediakan tempat berlatih. Selain itu, bibinya mengijinkannya berlatih di ruang latihan leluhur yang memang memperbolehkan generasi muda keluarga inti menggunakannya.
Hari ini, dia berada di aula utama karena ada pengujian level spirit murid-murid keluarga Lawero. Pengujian ini dilakukan dua kali dalam setahun. Tujuannya tentu saja mengenali bakat para generasi muda dan menyesuaikan bimbingan pada mereka. Bagi yang memiliki bakat diatas rata-rata akan dikirim ke sekolah bergengsi untuk dilatih agar nanti memiliki karir yang baik sekaligus meningkatkan status keluarga Lawero di masa depan.
Kakak Miang, Latopa, salah satu generasi muda berbakat yang telah memasuki sekolah kerajaan dan telah ikut serta berkontribusi pada kerajaan dan mendapat jabatan di militer. Karena prestasi dan jabatan beberapa anggota keluarga, kini keluarga Lawero telah melampaui empat keluarga berpengaruh di kota Leppang.
Ratusan tahun lalu, keluarga Lawero pernah menjadi keluarga bangsawan nomor satu di kota Leppang dan keluarga intinya semua tinggal di ibukota menjadi menteri. Kemakmuran keluarga membuat generasi muda menjalani kehidupan mewah dan berfoya-foya. Tak ada yang memiliki kemampuan. Perlahan, keluarga Lawero mengalami penurunan bahkan sampai dibuang ke pedesaan.
Kebangkitan keluarga Lawero semakin nyata disaat kakek Miang menjadi kepala keluarga. Kakek Miang juga perna mengatakan kalua sebenarnya, keruntuhan keluarga Lawero saat itu karena pemimpin keluarga mengambil jalan salah dengan mengusir putera sahnya, yang merupakan paman kakek Miang. Demi memberi kuasa anak dari selir kesayangannya.
Karena itu, kakek tidak mengambil selir dan selalu menentang anak-anaknya untuk memiliki selir. Kakek Wira berpendapat, memiliki banyak wanita hanya akan membuat kekacauan dalam rumah tangga.
“Nona ketiga, apa kamu sudah sejak tadi disini?.” Itu Hining, cucu penatua pertama menghampirinya.
“Tidak juga.” Ujar Miang.
Hining murid di sekolah kerajaan cabang kota Leppang. Dia dikenal cerdas dan rendah hati. Dia lebih tua tiga tahun dari Miang.
“Aku menguping obrolan yang lain.” Kata Miang mengulum senyum.
“Oh… ini tentang anak pak walikota.” Ada tawa kecil di wajah Hining. “Tampaknya dia memiliki banyak peminat di keluarga ini.”
“Apa kamu tidak?.”
Hining menggeleng.” Sepertinya tipe seperti itu tidak cocok denganku. Miang sendiri bagaimana?.”
“Aku bahkan tidak mengenalnya.”
“Miang akan bertemu juga nanti.”
“Aku tidak mau terlibat dengan hal seperti itu.”Miang tidak menyuarakannya secara jelas, hanya menggerutu dalam hati.
“Seperti penatua kedua telah datang.”
Seorang pria paruh baya diapit dua pria dewasa memasuki aula.
“Kalian semua berkumpul di tengah aula dan berbaris rapi dan tertib.” Seorang dari pria tadi berteriak mengarahkan para murid keluarga Lawero.
Penatua kedua sendiri menuju meja batu dimana terdapat sebongkah batu putih tergeletak disana. Miang memilih berada di baris belakang dan Hining menemaninya.
Ramalla yang pertama maju.
“Letakkan tanganmu dan alirkan kekuatan spiritual mu!.” Pria yang berdiri disamping penatua kedua memberi perintah.
Ramalla meletakkan tangannya dan batu putih itu bersinar kemudian menampilkan warna hijau cerah.
“Nona, kamu berhasil mencapai tingkat empat!.”
“Wah, Ramalla! Perkembanganmu cepat juga.”
“Bakatmu lumayan juga.”
Ramalla tersenyum bangga menerima pujian.
Warna energy spiritual disesuaikan dengan tingkatan yang telah dicapai.
Warna merah adalah tanda tubuh memulai pembukaan titik spiritual. Titik spiritual ini akan menyerap energy spiritual untuk membentuk inti. Bila inti telah terbentuk dalam tubuh maka aura spiritual akan berwarna merah pekat. Inti ini akan menarik energy spiritual dan memadatkannya. Pemadatan awal spiritual akan berwarna orange yang menandakan orang tersebut telah mencapai tingkat pertama spiritual.
Tingkat 1 berwarna Jingga
Tingkat 2 berwarna kuning muda
Tingkat 3 berwarna kuning gelap
Tingkat 4 berwarna hijau muda
Tingkat 5 berwarna hijau terang
Tingkat 6 berwarna biru muda
Tingkat 7 berwarna biru terang
Tingkat 8 berwarna biru gelap
Tingkat 9 berwarna ungu muda
Tingkat 10 berwarna ungu terang
Tingkat 11 berwarna ungu gelap
Tingkat 12 berwarna hitam
Pencapaian tingkat 12 adalah puncak manusia spiritual. Berikutnya, adalah tingkat spirit yang telah melampaui kemampuan manusia dan menjadi roh spirit dengan aura spiritual berwarna putih. Dari tingkat roh spirit ini, seorang spiritual bisa memilih mengolah spirit dewa atau spirit iblis. Pengelola spirit dewa akan memiliki aura spiritual berwarna emas dan pengelola spirit iblis akan memiliki aura spirit berwarna ungu kemerahan.
Tingkatan spirit dewa atau spirit iblis dilihat dari jumlah cincin yang menyelimuti tubuh mereka saat menggunakan energy spiritual.
Selain pengguna spiritual, ada juga yang tidak bisa menggunakan energy spiritual dan lebih memilih mengolah tubuh. Mereka sering disebut pendekar sejati atau manusia sejati.
Namun, ada pengelola spirit terlarang yakni pengelola spirit zatan. Spiritual Zatan memiliki aura spiritual hitam pekat dengan bias merah menyala. Spiritual Zatan menggunakan metode jahat dalam meningkatan energy spiritualnya dan mereka sangat kejam.
Kekejaman spiritual Zatan selalu membawa bencana bagi kehidupan manusia, karena itu biasanya para spiritual bergabung dan bekerjasama membasmi spiritual zatan.
Satu persatu menyusul Ramalla melakukan pengujian tingkat spirit.
“Ah…masih ditingkat tiga.” Bocah laki-laki mengeluh.
“Biasmu sudah berwarna keemasan, itu artinya kamu sudah berada di tingkat tiga level puncak. Sebentar lagi akan menembus ke tingkat empat.” Hibur temannya.
“Aku aja masih bias kuning, masih satu level lebih rendah darimu.”
Selain 12 Tingkatan sebelum menjadi roh spirit, setiap tingkatan juga dibagi menjadi tiga level. Level awal, level menengah dan level puncak. Level dari tingkat spiritual dapat lihat dari bias warna aura yang dikeluarkan pengguna spiritual.
Seperti spiritual tingkat pertama level awal akan mengeluarkan aura warna jingga bias putih.
Spiritual tingkat pertama level menengah akan mengeluarkan aura warna jingga bias kuning.
Spiritual tingkat pertama level puncak akan mengeluarkan aura warna jingga bias keemasan.
Spiritual tingkat kedua level awal akan mengeluarkan aura warna kuning muda bias putih.
Spiritual tingkat kedua level menengah akan mengeluarkan warna aura kuning muda bias kuning.
Spiritual tingkat kedua level puncak akan mengeluarkan warna aura kuning muda bias keemasan. Begitu seterusnya.
Warna aura yang dipancarkan oleh energy spiritual Ramalla di batu uji adalah warna hijau muda bias putih yang menandakan kalau dia spirit tingkat empat level awal. Meski hanya berbeda level meski di tingkat yang sama, kemampuan spirit juga memiliki perbedaan kekuatan yang jelas.
Semakin tinggi tingkatan dan level, semakin sulit juga untuk dicapai. Kenaikan level dan tingkatan spiritual seseorang ditentukan oleh banyaknya energy spiritual yang bisa diserap dan dipadatkan inti spirit dalam tubuh seseorang. Makanya, ada dua hal yang menentukan kemajuan cepat seorang spirit, yakni bakat dan sumber daya.
Seseorang yang memiliki inti spirit yang bisa menyerap energy spiritual dan memadatkannya diatas rata-rata orang akan mengalami peningkatan spirit yang cepat. Namun, itu akan melambat bila dia tidak memiliki sumber daya spiritual untuk dihisap energy spiritualnya.
Orang yang kemampuan rata-rata bila maju lebih cepat bila dia memiliki sumber daya spiritual yang banyak karena dia bisa menyerap energy spiritual walaupun perlahan tapi terus menerus. Energi spiritual bisa berasal dari batu roh spirit, cristal roh spirit, ramuan, pil dan senjata khusus yang memiliki energy spiritual. Hal –hal inilah yang menjadi sumber daya spirit yang tak ternilai harganya.
Makanya, dahulu kala, hanya orang-orang bangsawan yang bisa menggunakan spiritual karena hanya kalangan bangsawan yang memiliki dua sumber penting seorang spirit, bakat. Hutan purba, kuburan para spirit, wilayah yang perna dikuasai tokoh besar spirit, goa-goa pengasingan diri roh spirit, binatang spiritual dan masih banyak lagi sumber energy spiritual yang bisa menjadi sumber daya gratis bagi pengelola spiritual untuk mendapatkan energy spiritual dalam mengembangkan diri mereka.
Sebenarnya, energy spiritual tersebar diseluruh udara, hanya saja energy itu makin menipis dan ringan karena telah banyak diserap oleh tubuh manusia.
Miang merekam semua tingkatan generasi muda keluarga La ero.
“Ternyata sudah tingkat empat level menengah.” Kata anak laki-laki jangkung.
“Kamu mencapai level ini juga, kan, Bangnya?.” Anak laki –laki itu menoleh pada bocah yang berjongkok menggigit rumput di barisan antrian. Dia hanya menyeringai perkataan anak jangkung barusan.
“Wahh… puang Bamba sangat berbakat.Hanya butuh setengah tahun untuk naik ke level menengah.” Seru Ramalla dengan senyum menyanjung.
“Ah…biasa saja.” Ucapnya merendah meninggalkan batu uji.
Anak berikutnya menuju batu uji. Puang Bamba ini juga mendapat banyak pujian dari teman-temannya.
“Sekarang giliranku, aku sudah berlatih keras beberapa bulan ini. Harusnya ada hasil, bukan?!.”
Anak laki-laki yang tadi dipanggil oleh puang Bamba melenggang dengan ceroboh, dengan penuh percaya ke batu uji.
Dia membungkuk ke penatua kedua.
“Tuan, saya akan menguji.” Penatua mengangguk.
“Meskipun dia ceroboh dan berantakan, dia sopan.”Bisik Hining.
Miang mengangguk. “Beberapa dari mereka tidak membungkuk hormat pada penatua. Sepertinya, aturan keluarga La Wero mulai longgar.”
Hining hanya bisa tersenyum canggung. Anak-anak yang tidak membungkuk hormat adalah kelompok Ramalla dan puang Bamba karena orang tua mereka memiliki identitas dan wewenang di keluarga ini. Namun, Hining tahu, identitas Miang jauh diatas mereka. Kalau gadis ini membuka mulutnya untuk mengecam mereka, baik Ramalla maupun Puang Bamba akan mengalami kerugian.
“Hemmm…Spiritual tingkat empat level puncak.” Penatua dua berkata melihat aura berwarna hijau muda bias keemasan memancar dari batu uji.
“Bagaimanapun, aku benar-benar bekerja keras untuk ini.” Bangnya menggaruk kepalanya.
Dia memberi hormat sebelum berlalu dari hadapan penatua kedua, tidak lupa melempar senyum usil kearah puang Bamba yang bermuka masam melihatnya lebih unggul.
“Sekarang giliran kita.” Hining berbisik mengingatkan Miang sebelum melangkah ke depan batu uji.
“Hemm… kamu sudah berada di tingkat lima level awal. Penatua pertama benar-benar tidak bekerja sia-sia.”
Hining tersenyum rendah hati.” Penatua terlalu memuji. Ini berkat sumber daya keluarga La Wero.”
“Hhu…penatua pertama pasti memberinya sumber daya lebih dari kita.” Ramalla mendengus kesal. Dia hanya beda setahun dari Hining tapi kemampuan Hining jauh melampauinya.
“Hining memang punya bakat ini sejak kecil.” Puang Bamba tidak menyembunyikan kekagumannya membuat Ramalla makin membenci Hining dalam hati.
“Berikutnya!.” Pengawas disamping penatua kedua memanggil. Miang berjalan ke depan penatua kedua.
“Kamu….?.” Penatua kedua merasa asing dengan murid di depannya.
“Saya Miang.” Menyodorkan token pengenalnya untuk dicatat.
Token asli Miang adalah kayu warna ungu tapi untuk menyamarkan identitasnya dia meminta ata’ Sati memberinya token kayu hitam seperti murid lainnya.
“No….”
“Penatua, saya akan melakukannya.” Miang cepat menyela. Dia meletakkan tangannya di batu uji.
Penatua kedua juga tidak melanjutkan perkataannya. Tindakan gadis didepannya jelas ingin menyembunyikan identitasnya.
Batu uji memancarkan warna aura hijau terang bias keemasan. Seketika murid lain melongo. Peringkat tertinggi sejauh ini adalah Hining spiritual tingkat lima level awal. Gadis ini jelas lebih muda dari Hining dan sudah melampauinya.
“Spiritual tingkat lima level puncak.” Ujar penatua kedua manggut-manggut.
“Teruslah berlatih dan bekerja keras. Harapan keluarga La Wero ada di tanganmu.” Dia memberi nasehat dengan bijak.
“Ahh…garis keturunan bangsawan kerajaan memang mencengangkan bahkan dia masih menyembunyikan tingkat sebenarnya.” Guman penatua kedua dalam hati.
Sebenarnya, Miang sudah berada di tingkat enam level menengah tapi dia selalu ingat nasehat ibunya untuk menyimpan kekuatan aslinya sebagai kartu truf disaat genting. Karenanya, dia mengurangi kekuatan saat berada di depan batu uji.
“Siapa dia?.”
“Wah…levelnya sudah setinggi itu?.”
“Kurasa dia lebih muda dari Hining, tingkatnya malah lebih tinggi.”
Para murid seketika berdiskusi.
“Kita kedatangan kawan dan saingan baru yang layak.” Bangnya menyeringai merangkul teman di dekatnya.
“Ini akan jadi motivasi kita.”
“kamu saja yang termotivasi, aku capek mengikuti mu.”
“Tapi levelmu naikkan?.”
Temannya melepaskan tangan Bangnya.”Aku masih ingin hidup, berlatih denganmu membuatku sekarat.”
“Hining, siapa teman di dekatmu?.” Puang Bamba berseru langsung kearah Hining saat Miang tiba di dekat Hining.
“Dia akan berada disini, kalian akan saling kenal juga nanti.” Jawab Hining sebelum meninggalkan aula latihan bersama Miang.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!