“Kamu begitu berbakat, kenapa kamu tidak masuk sekolah kerajaan atau sekolah kota?.” Tanya I Rani.
“Lagipula, di sekolah kerajaan, kan, ada Hining.”
“Benar.” Hining mengangguk mendukung I Rani.
“Kamu masih pindah.”
“Tidak!.” Timang menggeleng tegas. “Kalian tidak bisa mempengaruhinya pindah. Sekolah kalian sudah penuh siswa berbakat. Kalian tidak bisa mencuri Miang kami juga.”
Mereka terkekeh mendengar perlawanan Timang.
“Sejak awal aku memang mau masuk di sekolah zirah karena sekolah itu didirikan oleh leluhurku dan raja pertama. Aku sangat mengagumi mereka jadi aku ingin belajar dan berlatih di tempat mereka.” I Miang mengungkapkan alasannya.
“Meskipun sekarang sekolah Zirah menurun. Tidak dipungkiri kalau sekolah zirah memang telah menciptakan tokoh-tokoh berbakat dan genius.”
Saat mereka mengobrol, ada keributan di depan gerbang di aula dalam tempat para undangan kelas satu.
“Kenapa kamu menghalangiku masuk?.” Di Gerbang, Ramalla berdebat dengan penjaga.
“Kamu tidak menunjukkan undangan.” Penjaga itu tidak memberi wajah pada Ramalla.
“Kamu tidak lihat aku turun dari kereta siapa?.”
“Kami menanyakan undanganmu, bukan bertanya tentang keretamu.” Penjaga bersikeras.
“Buka matamu dan lihat baik-baik! Saya kesini dengan kereta walikota. Saya ini tamu khusus.”
“Siapa yang tahu, itu kereta walikota asli atau membuatnya sendiri.” Petugas mencibir. “Keluarkan saja undanganmu! Jangan membuang waktu.”
“Saya ini nona muda dari keluarga La Wero, keluarga bangsawan kerajaan.”
“Tunjukkan undanganmu!.”
“Kalian akan menyesal!.”
“Nona, tunjukkan undangan anda, jangan mempersulit kami.”Penjaga yang lain ikut bicara setengah membujuk.
“Sudah kubilang, aku tidak punya undangan. Aku ini tamu khusus.”
“Maaf, kami tidak diberi arahan oleh pak walikota ataupun puang Sibi tentang tamu khusus.”
“Bagaimana dengan Ye’ Sahe?.”
“Maaf, Ye Sahe tidak memiliki wewenang menyambut tamu. Itu arahan dari Puang Rannu.”
Ramalla menggigit bibirnya.Dia tidak rela meninggalkan gerbang dimana sisa selangkah lagi dia bisa masuk ke ruang tamu walikota bertemu para bangsawan, pejabat dan paling penting menyapa pria idamannya, La Raka.
Dia telah membuat kesepakatan dengan Salma, adik tiri La Raka untuk memberinya undangan kelas satu. Salma menyetujui memberinya undangan dan dijemput kereta dari kediaman walikota. Sampai sore dia menunggu tapi undangan tak kunjung dikirim. Setelah pelayan disisinya keluar mencari tahu, dia mendapat kabar dari pelayan bagian luar kalau undangan untuk Ramalla dikirim kembali karena tidak sesuai etiket dan kesopanan.
Dia tidak mempunyai rencana cadangan karena hari mulai gelap dan dia harus segera bersiap. Saat dia bimbang, pelayan mengabarkan kalau kereta dari kediaman walikota datang menjemput. Berpikir dengan melihat kereta walikota saja, penjaga akan membiarkannya masuk maka dia tetap datang dengan percaya diri. Siapa yang tahu dia malah terjebak berdebat dengan penjaga pintu.
Ketika dia tengah putus asa, dia melihat Hining berjalan dengan I Rani.
“Ramalla, seingat ku kamu undangan kelas dua. Kenapa kamu ingin masuk disini?.”
“Puang Rani, Ye Sahe mengundangku secara khusus untuk bergabung di ruangan kelas satu. Lihat!.” Ramalla menunjuk kereta yang masih menunggu diluar.
“Ye Sahe bahkan mengirim kereta menjemputku.Tapi para penjaga menghalangiku masuk.
“Ouh…kupikir siapa yang membuat keributan? Ternyata ada orang yang ingin memaksa masuk ke ruangan kelas satu tanpa undangan.” Puang Sanni adalah keponakan puang Sibi yang juga murid sekolah kerajaan.
“Kamu yakin, Ye’ Sahe yang mengirim kereta untuk menjemputmu?.” I Rani bertanya lagi.
“Tentu saja.” Jawan Ramalla penuh keyakinan.
“Kereta ini jelas bukan kereta selir walikota. Ini kereta bagian rumah tangga yang biasa digunakan untuk berbelanja di pasar oleh ata dan pelayan.” I Rani mengerutkan dahinya terlihat berpikir.
“Mungkin ada kesalahpahaman atau sesuatu yang lain. Ye Sahe tidak mungkin mengirim kereta pelayan untuk menjemputmu, bukan?.”
Ekspresi Ramalla kusut mendengar penjelasan I Rani.
“Bagaimana mungkin aku dijemput dengan kereta pelayan? Ada apa ini? Apa ye Sahe sengaja memperlakukanku?!.”
“He…he…he….he….”Tawa puang Sanni meledak seketika. “Kurasa ye Sahe mengundangmu untuk memotong sayur atau mencuci piring dibelakang. Kamu malah datang membuat keributan di depan pintu aula pesta kelas satu. Ya…kamu memang undangan khusus ke kelas satu bagian dapur untuk memasak!.”
“Kamu….” Ramalla menatap tajam kearah puang Sanni yang terang-terangan menghinanya.
“Puang sanni, jangan menertawakan Ramalla lagi.” I Rani menepuk lembut tangan puang Sanni, sebagai bentuk teguran.
“Kurasa seseorang sedang mengerjainya. Kamu harusnya kasihan padanya.”
“He..he.. baiklah.” Puang Sanni mengangguk tapi masih tertawa kecil.
“Ramalla, sebaiknya kamu kembali ke aula kelas dua dan menikmati pestanya. Jangan membuat keributan lagi disini. Jangan sampai orang-orang dari petta-ku datang dan memblokir mu dari acara-acara walikota kalau dianggap mengganggu.”
“Hining! Kamu tidak punya undangan kelas satu, kenapa kamu bisa masuk?!.”Teriak Ramalla melihat Hining berdiri tidak jauh dari mereka. Dia tidak terima kalau dirinya harus diusir ke kelas dua sedangkan Hining yang tanpa identitas tinggi malah mendapat perlakuan khusus.
“Aku datang bersama Puang Nintang. Kalau kamu mau masuk, kamu bisa memanggilnya untuk membawamu masuk.”
“Hining, kamu meledekku?.”
“Aku memberimu solusi.”
Hining sebenarnya tidak mau terlibat dengan masalah Ramalla dan memilih berdiri agak jauh dari I Rani tapi Ramalla tidak melepasnya untuk menyeretnya juga.
“Ramalla, aku sudah memberimu jalan keluar sebagai teman sekolah. Kalau kamu bersikeras pada pendirianmu. Tunggu saja konsekuensi membuat masalah di acara walikota.” I Rani berbalik, mengajak Hining dan puang Sanni masuk kembali.
Nyali Ramalla juga ciut dan hanya bisa mengikuti saran I Rani. I Miang dan Timang yang tidak peduli hal lain selain mengisi perut mereka. Terlebih Timang terobsesi mencicipi semua hidangan untuk mengetahui bahan yang digunakan dan teknis memasaknya. Membuat kedua gadis ini mengelilingi meja berkali-kali.
“Selama beberapa hari disini, kamu membuatku iri karena telah menjadi idolagadis satu kota. Ternyata aku melebih-lebihkan kamu.”La Patu menyenggol La raka yang baru saja terlepas beramah tamah dengan tamu termasuk antusias gadis-gadis yang ada di aula kelas satu ini.
Dia datang menemui teman-temannya yang berkumpul di aula kelas satu setelah puas berjalan-jalan.
“ Lihat kedua gadis itu, mereka lebih tertarik pada makanan daripada kamu.”
“Huss… yang kamu tunjuk itu adik senior La Topa.”
“Benarkah? Ayo…kita berkenalan.”La Patu makin bersemangat.
“Eh… puang Raka! Ternyata anda disini. Aku sudah mencari dimana-mana.” Puang Sanaya, nona keluarga Puang Cariki menghalangi langkah mereka.
“Uhhh….kurasa kami tidak akan kemana-mana sekarang.La Raka ini sangat ahli menarik semua jenis siluman wanita.” La Patu mengeluh dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments