Anjing Bajingan!

Setelah meneriaki I Miang tapi diabaikan bagaikan meninju kapas. Amarah Ramalla makin tersulut.

“I Miang! Ramuan, pil dan senjata itu hanya akan sia-sia di tanganmu. Kamu itu cuma udi dari desa!.”

“Apa kepalamu diisi air? Bahkan kalau dia dari desa, dia tetap nona muda keluarga La Wero. Anak kepala keluarga?.”

Puang Wati, salah satu murid senior yang sekolah di sekolah kerajaan bersuara.

“Jadi kenapa? Bukankah yang kukatakan benar?.”

“Apa kamu memiliki prestasi lebih baik darinya? Dia bukan tidak diterima di sekolah kerajaan, puang Miang Cuma tidak mau disana. Jelas itu beda.”

“Ya, dia memilih di zirah karena itu cocok untuknya yang udik!.” Ramalla mendengus kasar.

“Kalau itu sia-sia di tangan puang Miang? Bagaimana di tanganmu?!.” Hining ikut bicara.

“Kalau kamu tidak bisa menggunakan bahasa manusia jangan bicara.” I Rabia berteriak marah.

“Pil dan ramuan itu milik keluarga puang Miang. Ibunya lah yang membuatnya.”

“Bahkan kalau ibunya membuatnya, itu tetap milik keluarga La wero, milik kita semua.”

“Kurasa, otakmu bermasalah. Cih…” Puang Wati memberi seringai menghina.

“Tidak tahu malu mengklaim milik orang lain.”Dia menggeleng kepala tak berdaya.

“Ramalla, atas dasar apa pil dan ramuan menjadi milik keluarga La Wero? Tanaman obat yang digunakan dari kebun obat rumah sakit kakek saya. Ibuku memiliki keterampilan alkemis karena bimbingan dari orang tuanya. Gunakan otakmu sebelum bicara.”

“Tapi ibumu di dukung oleh keluarga La Wero kita.”

“Hee…hee…hee….” I Miang terkekeh meledek Ramalla. “Kalau otakmu tidak bisa memikirkannya jadi aku akan memberi tahumu. Kakekku, tabib ajaib kota. Dia bahkan melayani raja dan keluarga kerajaan. Dia bertanggung jawab atas rumah sakit kerajaan. Itu artinya, dia didukung yang mulia. Masih perlukah orang yang di dukung kerajaan mencari bantuan dukungan dari keluarga La Wero yang hanya bercokol di kota kecil ini?.”

“Kalau kamu mengatakan aku menyia-nyiakan ramuan dan pil. Maka akan ku perlihatkan bagaimana aku menyia-nyiakan mereka. Karena itu milik ibu dan keluarga ibuku sejak awal maka kalian kelurga La wero tidak perlu mengharapkannya. Aku lebih suka memberikan ramuan dan pil itu pada binatang roh ibuku.” Mendengar itu, para murid gelisah. Bagaimana kalau I Miang membujuk ibunya untuk menarik semua ramuan dan pil, mereka hanya bisa mengambil pil dan ramuan yang dihasilkan alkemis keluarga La Wero. Tentu saja efeknya sangat berbeda.

“Jangan lupa, senjata terbaik di gudang banyak dibawa kembali oleh keluargaku. Mereka memiliki kualifikasi untuk memberikan dan tidak. Itu ada dalam aturan sekte.”

“Apa kamu memiliki keputusan terakhir?.” Ramalla menantang.

“Apa menurutmu aku tidak bisa mempengaruhi keluargaku?!.”I Miang mengeluarkan batu komunikasi.

“Tunjukkan saja…..!!.”

“Kamu diaaammm!!.” Puang Bamba tiba-tiba meraung marah membuat Ramalla melompat karena kaget.

“Ramalla! Kalau kamu terus membuat masalah dan saya tidak mendapat senjata dan ramuan. Aku akan menarik tulangmu untuk kujadikan senjata dan menggiling dagingmu menjadi pil! Jangan kira aku tidak berani melakukannya!.”

Ramalla tidak berani bicara lagi, dia tahu betul betapa gilanya puang Bamba. Dia akan melakukan apa yang dia katakana. Belum lagi dia didukung keluarga kuat.

“Benar. Aku tidak tahu kenapa kamu tidak menyukai puang Miang dan menentangnya dimana-mana. Tapi jangan libatkan kami dengan urusan pribadimu.”

“Iya, kamu sangat merajalela belakangan ini.” Bahkan La Bulla yang selalu enggan mencampuri urusan wanita ikut bersuara. Banyak yang mengangguk setuju.

Dulu, Ramalla selalu bertingkah arogan dan membuat orang lain muak padanya. Namun, mereka masih bisa mengabaikannya. Namun, belakangan ini Ramalla makin menjadi-jadi. Arogan, sombong dan tidak masuk akal. Dia akan cepat marah pada hal sepele.

Nyali Ramalla makin ciut setelah mendengar La Bulla bicara. Meskipun dia selalu memimpikan La Raka sebagai suami masa depannya. Dia juga mendambakan La Bulla yang orang tuanya bangsawan dan pejabat, terlebih keluarga La Bulla mengakar di ibukota.

Ketika satu persatu berdengung menyampaikan prosesnya pada sikap Ramalla, I Murni masuk dengan penatua kedua dan ketiga. Serempak para murid memberi hormat.

“Ternyata suasananya sangat hidup.” Kata I Murni tersenyum.

“Hanya saja, saya tidak menyangka bahwa keluarga La Wero telah sia-sia berkorban selama belasan tahun belakangan ini untuk menghidupi orang yang tidak tahu terima kasih.”

Wajah kedua tetua merah padam seolah merekalah yang ditegur. Para murid juga cemas, mereka bisa menebak kalau I Murni pasti telah mendengar perdebatan mereka.

Mereka hanya bisa mengumpat Ramalla dalam hati karena berpikiran buruk dan berlidah tajam dan melibatkan mereka. I Murni adalah iblis yang tersenyum. Semakin dalam senyumnya semakin besar amarahnya.

“Bahkan anjing yang diberi makan akan berterima kasih dengan menjaga tuannya. Disini ada anjing bajingan yang menggigit orang yang memberinya makan.” I Murni menyapu pandangannya kesemua murid dan berhenti untuk mengamati Ramalla. Anak puang Tonggeng ini membuatnya jijik seperti rasa jijik I murni pada ayahnya, Puang Tonggeng. Di masa lalu, puang Tonggeng mengejar-ngejar I Murni demi mendapat posisi aman di keluarga La Wero. Tentu saja I Murni dapat melihat pikiran liciknya.

“Kalau kalian merasa bekerja untuk keluarga La Wero dan keluarga Inti, maka kalian juga harus tahu bahwa keluarga inti juga bekerja untuk kalian. Tanah tempat kalian mendirikan bangunan ini adalah hasil kerja keras keluarga inti yang dibayarkan oleh kerajaan. Modal kalian mencari nafkah itu juga diperoleh keluarga inti. Reputasi yang baik dan status tinggi juga adalah hasil kerja keras keluarga inti. Jadi, pantaskah bila kalian membayarnya? Tentu saja pantas.” I Murni mulai menceramahi mereka.

“Anak-anak keluarga inti diberi sumber daya utama itu karena mereka bekerja sepuluh kali lipat daripada kalian. Saat anak-anak bermain, La Topa pergi ke pedesaan untuk berlatih selama tiga tahun. Saat dia menjadi lulusan terbaik bukan cuma dia yang menikmati reputasi baik tapi kalian juga ikut dihormati dan disegani diluar. Saat dia menerima bonus tahunan atau penghargaan prestasi, dia akan menyumbangkan separuh hadiahnya ke kas keluarga yang digunakan untuk mengembangkan kalian. Saat dia kembali dari berpetualangan, barang bagus entah itu panduan kultivasi atau senjata akan dimasukkan ke gudang keluarga untuk kalian manfaatkan , anak-anak cabang dan kerabat.”

“kalian diberi ramuan terbaik dan pil tingkat tinggi yang harganya selangit. Kalau ada yang sakit, yang merawat kalian para murid tabib Tarima, tabib kerajaan. Kalian menikmati semua itu karena nyonya kalian adalah tabib terbaik dan tabib kepercayaan kerajaan. Bahkan di keluarga terkemuka, hanya anak-anak dari keluarga inti yang diperlakukan seperti itu. Namun kalian masih belum puas dan selalu menganggap kebaikan orang lain sebagai kewajiban.”

“Setelah semua hal baik diberikan pada kalian dengan hasil kerja keras, kalian malah menghina keluarga orang yang memberi kalian makan. Kalau kalian merasa buruk tinggal di keluarga La Wero, datang saja padaku. Aku tidak akan mempersulit kalian menulis surat perpisahan. Pergilah dan bergabung dnegan keluarga yang memberi kalian hal baik lebih dari keluarga La Wero berikan.”

Semua murid menunduk. Semua memikirkan dengan hati-hati dan menemukan kalau hanya generasi muda dari keluarga La Wero yang menikmati perlakuan seperti itu meski mereka hanya kerabat jauh bahkan anak pelayan.

“Baik, karena hari mulai siang. Kalian bisa mengambil masing-masing ramuan dan pil yang telah disiapkan. Kemudian menemukan senjata yang cocok dengan kalian di gudang.”

“Untuk Ramalla, karena ramuan dan pil yang disiapkan oleh kami dibuat oleh ibu orang udik dari desa, itu tidak cocok untukmu. Kamu tidak perlu mengambilnya dan tak perlu masuk gudang, barang-barang disana diperoleh orang-orang udik.”

Ramalla menggigit bibirnya. Dia tidak rela kehilangan kesempatan mendapatkan ramuan dan pil terbaik. Dia terpaksa memberanikan diri berbicara.

“Puang Murni, saya salah dan terlalu impulsif. Tapi ibuku mengabdi selama bertahun-tahun di keluarga La Wero. Harap pertimbangkan itu dan mengijinkan saya mengambil pil dan ramuan.”

“Ibumu bekerja disini digaji tidak bekerja sukarela. Tapi kalau kamu keberatan ibumu bekerja, aku akan membiarkan dia beristirahat,tidak perlu bekerja lagi.”

Ramalla panic. Dia tidak mendapat pil dan ramuan, sekarang ibunya juga dipecat.

“Puang Murni…..”

“Pergilah ke tetua empat, ambil ramuan dan pil di aula obat.”

Semua pil dan ramuan jauh lebih rendah dari ramuan dan pil dari rumah tabi tarima milik kakek I Miang, Ramalla tahu hal itu dengan jelas.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!