Bab 8.mendisiplinkan orang dalam keluarga.

Esok harinya, rumah walikota kembali sepi, para undangan telah kembali. Beberapa tamu dari luar daerah yang masih tinggal di tempatkan di bangunan luar dari kediaman pribadi.

Ulang tahunnya baru saja dirayakan, namun walikota Memiliki wajah berkabut sedang duduk di aula samping memandang tajam pada ye Sahe, selir kesayangannya yang tengah berlutut dilantai.

“Bagus untukmu! Kamu segera membuat masalah setelah mendapat sedikit wewenang!.”

“Petta! Aku tidak berani!.”Suara Ye Sahe bergetar.

“Tidak berani?! Aku memberimu hak mengundang tamu untuk kelas dua. Tapi kamu malah melangkahi puang Sibi sebagai istri sah memperlakukan orang tidak relevan ke pesta ulang tahunku.”

“Kamu mengundang Ramalla, kerabat jauh keluarga La Wero layaknya nona muda kediaman bahkan menjemputnya dengan kereta.Apa kamu merendahkan nona muda sah keluarga La Wero?! Bahkan aku tidak berani melakukannya.”

“Keluarga inti keluarga La Wero adalah bangsawan kerajaan. Kedudukan mereka lebih tinggi dariku. Beraninya kamu meremehkan mereka?!.”

“Petta... aku tidak tahu... Puang Sibi tidak memberiku petunjuk.”

“Wewenangmu hanya memberi undangan kelas dua. Kenapa kamu menulis undangan kelas satu?! Jelas kamu menyalahi perintahku!.”

“Sekarang, kamu salah tapi masih ingin menyeret orang lain. Tidak mau mengakui kesalahan.kamu wanita licik!.”

“Petta ....”

“Diam!.”

“Karena kekacauanmu, puang Sibi rela pergi secara pribadi meminta maaf.”

“Sahe! Aku memberimu sedikit wewenang di rumah ini untuk menebus  kesalahanku meninggalkanmu di kota Tepo melahirkan dan membesarkan anak. Tapi kamu tidak bersyukur dan menginginkan lebih.”

“Sahe! Kedudukanmu sebagai selir utama dicabut menjadi selir biasa. Kamu dikurung selama tiga bulan tidak meninggalkan rumah.”

...****...

Hal yang terjadi di rumah walikota tidak mempengaruhi I Miang. Dia bangun pagi-pagi, melakukan gerakan dasar jurus tangan kosong sebelum sarapan dan pergi ke aula latihan keluarga La Wero.

Diluar hari wajib datang sekolah , murid keluarga La Wero akan berlatih bersama. Mereka mengawali dengan melakukan gerakan dasar pukulan tangan kosong. Para murid diwajibkan menghafal gerakan itu.

Gerakan ini sangat cocok digunakan untuk bertarung jarak pendek dan menengah. Gerakan ini diciptakan para leluhur keluarga La Wero.

Gerakan kedua adalah gerakan dasar pedang. Para spiritualis keluarga La Wero sebagian besar menggunakan pedang sebagai senjata. Ini hanya kombinasi gerakan menebas, menusuk dan menangkis dengan pedang.

“Sangat bagus! Aku memperhatikan kalau murid keluarga La Wero telah longgar terhadap tata Krama dan kesopanan.” Suara I Nintang menyentak orang-orang di aula.

“Memberi hormat pada puang Nintang!.” Serentak para murid membungkuk.

“Bukan pada saya kalian harus memberi hormat tapi pada penatua, tetua dan guru.”

I Nintang mengambil posisi duduk diatas batu menatap tajam pada para murid.

“Saya lihat, ada beberapa murid tidak memberi hormat pada guru, tetua dan penatua. Bahkan ada yang tidak serius melakukan gerakan.”

Para murid diam.

“Kalau kalian tidak mau mengikuti aturan kediaman keluarga La Wero, keluar!! Jangan tinggal disini!.”

"Biar kami tidak perlu repot mengeluarkan anggaran untuk kalian para pembangkang."

"Yang merasa tidak melakukan penghormatan, silahkan maju sendiri dan katakan alasanmu!."

Suasana semakin hening.

"Tidak ada yang mau maju mengakui kesalahannya?!."

Dua murid perlahan berdiri.

"Bagus! Setidaknya kamu tidak pengecut."

Wajah murid itu pucat.

"Memohon ampun pada puang Nintang."

"Minta maaf pada penatua, tetua dan guru!." Kedua murid itu membungkuk kearah para penatua dan guru sebanyak tiga kali.

"Apa kamu tahu perilakumu salah?."Tanya I Nintang.

"Saya mengaku salah puang Nintang."

"Kalian berdua, salin sepuluh lembar peraturan sekolah keluarga La Wero dan berikan pada penatua ketiga dan setiap hari selama sebulan kedepan kamu harus memberi penghormatan sebanyak tiga kali pada para penatua, tetua dan guru."

Kedua murid itu kembali ke tempatnya.

"Apa masih ada yang ingin mengakui kesalahannya?." I Nintang bertanya lagi.

Kemudian ata' Sati mengulang pertanyaan I Nintang.

Kali ini, puang Bamba memimpin lima anak menjatuhkan diri.

"Kami mengakui kesalahan." Seru mereka.

"Kenapa tidak memberi penghormatan?."

"Saya hanya malas membungkuk." sudut mulut I Nintang berkedut mendengar jawaban puang Bamba.

"Yang lain?."

"Kami hanya ikut-ikutan puang Nintang."

"Salin sepuluh lembar peraturan sekolah keluarga La Wero dan beri penghormatan sepuluh kali tiap pertemuan selama dua bulan kedepan."

"Apa masih ada yang belum mengaku?."

Ata' Sati melempar pertanyaan itu sebanyak tiga kali dan tidak ada reaksi.

"Baiklah kalau begitu..." I Nintang menggerakkan tangannya dan beberapa murid terpental kedepan membentur lantai.

"Sudah berbuat salah, tidak mau mengaku dan tidak merasa bersalah.Sungguh sekelompok pembangkang yang tidak tahu diri!."

"Mendisiplinkan generasi muda adalah salah satu cara membangun pilar keluarga dan mendisiplinkan keluarga adalah salah satu cara membangun membuat pilar keluarga kokoh."

"Kamu....katakan padaku kenapa kamu tidak memberi hormat?!."

"Mereka semua memiliki jabatan yang setara dengan ayah dan ibuku."

"Jadi kamu tidak memberi hormat?."

Ramalla hanya menunduk.

"Hahaha..."I Nintang tertawa dan marah sekaligus.

"Lihat dia?!." I Nintang menunjuk I Miang.

"Dia anak kepala keluarga, bangsawan kerjaan.Siapa yang menyamai Identitasnya dalam keluarga La Wero tapi dia tetap memberi hormat pada guru."

"Kamu tidak akan kembali kecuali ayahmu yang memiliki jabatan itu datang menjemputmu secara pribadi."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!