Bab 10. Berendam Ramuan

Pagi sekali para murid keluarga La wero telah berkumpul di aula pelatihan. Beberapa dari mereka telah direndam tanaman obat dan lainnya yang belum segera mengantri  menunggu giliran.

“Hari ini, kita akan melanjutkan proses kedua, yakni berendam dalam ramuan.” Kali ini penatua kedua yang memimpin dan diawasi langsung oleh La Dacong.

“Apa berendam ramuan sama dengan berendam tanaman obat?.” I Rabia, sepupu I Miang muncul dengan wajah suram.

“Memangnya ada apa berendam obat? Ada masalah.”

“Kamu masih bertanya? Bukannya itu gatal dan perih.” I Rabia makin merengut.

Dia baru saja kembali dari mengunjungi keluarga ibunya dan paginya harus diseret untuk berendam. Dia mengeluh sepanjang malam dan pagi ini dia dipaksa bangun untuk berendam ramuan.

“Memang gatal tapi itu hanya sebentar.”

“Miang! Apa kamu pamer di depanku?!.” Hardiknya I Rabia.

“Bukannya memang seperti itu?! Aku malah tidur setelah rasa gatalnya hilang.”

“Kamu seperti kerbau, tidur dimana saja.” Cibir I Rabia.

Ramalla yang melihat mereka berdebat cepat masuk untuk menyulut api. Dia sudah marah pada I Miang. Menurutnya, semua hal yang terjadi padanya beberapa hari ini ada kaitannya dengan I Miang. Bukankah undangannya dikembalikan karena bukan nama dia disana? Karenanya dia dipermalukan di pesta ulang tahun walikota. Dia dimarahi sampai ayahnya dihardik  I Nintang dan menjadikan I Miang ini sebagai contoh baik.

I Miang hanya kebetulan lahir  sebagai anak kepala keluarga La Wero. Kemampuannya diatas rata-rata itu karena menggunakan sumber daya keluarga La Wero secara boros.

“Dia hanya terlihat baik dan pamer ke semua orang! Dia hanya gadis dari desa yang ingin terlihat unggul!.”

I Rabia mendelik kearah suara. “Apa aku memintamu bicara?! Dibanding denganmu, dia memang unggul. Jadi apa masalahmu?!.”

Ramalla terkejut dengan reaksi  I Rabia.

“Bukannya dia barusan memarahi Miang? Dia harusnya membencinya, kan? Kenapa dia malah membelanya?.”

“Dia sepertinya tidak menyukaimu?.”

“Entahlah. Aku juga tidak tahu kenapa dia tidak menyukaiku, dan aku tidak bisa memaksa orang-orang menyukaiku, kan.”

“Pasti karena kamu buruk jadi orang-orang tidak menyukaimu.”

I Miang dan I Rabia sebenarnya teman sejak kecil. Bahkan saat I Miang diasingkan untuk berlatih di desa selama lima tahun, I Rabia akan datang berkunjung dua atau tiga kali dalam setahun. Hanya saja, setiap kali mereka bertemu akan selalu berdebat layaknya kucing dan anjing.

“Puang Miang! Datang kemari! Aku akan merendammu ramuan!.” Ye Rita melambai.

“kenapa dia harus mendapat giliran pertama, sih?.”Protes I Rabia.

“Dia bukan yang pertama, kok. Sudah ada beberapa yang berendam.”Salah satu tabib muda disekitar mereka menjawab.

“Berendam tidak akan gatal, kan?.” I Rabia memastikan.

Tabib itu menggeleng.

“Kalau begitu biarkan aku dulu. Bisa, kan?.”

I Miang memberi isyarat pada ye Rita untuk menurutinya saja.

“Baiklah, aku menyiapkan ramuan untuk puang Rabia dulu.” Kata ye Rita kembali kedalam.

“Aaahhhh….!!!.”

“Uuhhh…..aaaaaa…!!.”

Satu persatu teriakan datang membuat I Rabia yang tadi melangkah mantap kearah ruangan ye Rita menunggu menghentikan langkahnya.

“Apa itu? Siapa yang berteriak?!.”

“Kurasa itu para murid yang berendam.” Sahut Hining.

“Mereka itu direndam atau disembelih. Terlalu menakutkan.” I Rabia merinding.

“Pergilah berendam duluan.” Katanya pada I Miang.

I Miang memberi tatapan usil. “Bukannya kamu ingin duluan? Nanti kamu protes lagi.”

“Tidak. Kamu saja yang duluan.”

“Bener, nih?.”

“Iya. Setidak kalau kamu bisa keluar dalam keadaan utuh baru aku akan berendam ramuan juga.”

Air hangat yang mengandung ramuan perlahan meresap kedalam kulit terasa hangat dan perih. Perasaan itu semakin kuat.

“Tidak heran yang lain berteriak kesakitan ternyata memang seburuk ini rasanya.” I Miang yang menahan diri untuk tidak berteriak hanya bisa menggeretakkan gigi menahan rasa panas yang membakar. Keringat dingin mengucur deras dari dahinya.

Setelah beberapa jam, terasa ada yang melubangi kulit dan dagingnya. Perih makin terasa. Sekarang, bahkan air matanya menetes. Menjadi pendekar spirit itu memang butuh pengorbanan. Dia bisa merasakan daging ditubuhnya menyerap air disekitarnya dan rasa sakit perlahan memudar. Tubuhnya terasa ringan.

Hari hampir gelap saat I Miang meninggalkan ruangan. “Apa menyerap ramuan harus selama itu?.”

“Sial! Apa yang kamu lakukan? Apa kamu tidur lagi?.” Hining dan I Rabia mendatanginya. Keduanya telah berganti pakaian.

“Apa kalian sudah berendam?.”Miang bertanya pada keduanya.

“Kami sudah selesai.” Jawab Hining.

“Kalau aku menunggumu selesai, aku mungkin tidak berendam.” I Rabia mendengus.

“Kurasa kamu malu berteriak dan memilih pingsan. Iya, kan?.”Ledek I Rabia penuh senyum ejekan.

“Jadi, apa kamu tidak berteriak?.”

“Dia tidak berteriak. Dia melolong.” Hining yang menyahut. “Bahkan kakeknya harus datang menenangkannya. Dia memanggil semua leluhurnya.” I Miang tertawa setelah membayangkan penampilan sepupunya itu.

“Ramuan itu seolah mengoyak dagingku. Bagaimana aku tidak berteriak.” I Rabia tidak mau kalah.

“Baiklah. Hari sudah hampir gelap. Kita harus pulang.”

“Iya, nih. Aku harus datang lagi kesini karena khawatir tubuhmu jadi bubur.”

“ Rita, kenapa aku berendam lebih lama dari yang lain. Apa ada yang salah.” Tanya I Miang ketika ye Rita membawakannya dupa yang telah dijanjikan.

“Itu karena tubuhmu membutuhkan lebih banyak ramuan dibandingkan yang lain. Kami bahkan harus menambahkan ramuan tiga kali lebih banyak daripada yang lain.”

“Lalu, apa ada yang salah dengan tubuhku?.”

Rita menggeleng.” Tidak ada. Itu normal untuk memiliki kebutuhan ramuan daripada yang lain mengingat kamu juga tidak perna menggunakan ramuan apapun untuk meningkatkan spiritual.”

“Begitu rupanya.”

I Miang memberikan banyak hadiah untuk sepupunya itu.

“Ah… aku tidak bisa mengatakan situasi tubuhnya. Terlalu sulit menjelaskan. Biarkan para tetua saja yang bicara padanya nanti.”

Ye Rita mengintip  I Miang dari jendela kereta sebelum makin menjauh.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!