#9 - Kenangan yang Pudar, Luka yang Tertinggal

"Istriku, apa kau masih marah?"

Di dalam kamar yang remang, Isolde berbaring miring, memunggungi suaminya. Udara dingin menyelinap dari celah jendela, tetapi bukan itu yang membuatnya menggigil. Hatinya masih bergolak. Sejak kedatangan Cassian, dia tahu cepat atau lambat mereka harus kembali ke ibu kota, tetapi dia masih tidak bisa menerimanya.

Gideon menghela napas, lalu bergerak mendekat, menarik istrinya ke dalam pelukannya. Isolde tidak melawan, tetapi tubuhnya tetap tegang.

"Sayang, aku mengerti kekhawatiranmu," bisik Gideon, suaranya lembut menenangkan. "Tapi setelah kejadian terakhir, kita tahu bahwa di mana pun kita berada, bahaya tetap akan datang."

Isolde mengepalkan tangan, jemarinya mencengkeram baju suaminya. "Aku tahu," suaranya hampir tidak terdengar. "Tapi aku masih tidak bisa melupakan apa yang mereka lakukan pada kita… pada bayi kita."

Mata Isolde berkilat penuh dendam, tetapi di balik kemarahan itu, ada luka yang belum sembuh.

Gideon mengusap punggung istrinya dengan lembut, mencoba meredakan kegelisahannya. "Aku juga belum melupakan mereka," suaranya dingin, mengandung bahaya yang terpendam. "Tapi sekarang, kita punya Selene. Kita tidak bisa membiarkan sejarah terulang."

Isolde akhirnya menatap suaminya, matanya merah, menahan air mata yang ingin jatuh. "Kau benar," bisiknya. "Aku tidak ingin kehilangan lagi."

Gideon mengecup keningnya. "Kita akan kembali. Aku berjanji, aku tidak akan membiarkan siapa pun menyentuh keluargaku lagi."

Dari balik pintu kamar, Selene berdiri diam.

Dia tidak berniat menguping, awalnya hanya ingin memastikan kapan mereka akan kembali ke ibu kota. Namun, yang ia dengar justru sesuatu yang mengguncang dunianya.

"Bayi kita… mereka membunuhnya…"

Selene menahan napas.

Bayi mereka mati? Lalu… siapa dirinya?

Jika bayi itu mati, bukankah itu berarti dia bukan anak mereka? Jika begitu, siapa dia sebenarnya?

Pikirannya berputar, mencoba mencari jawaban. Namun, tidak ada yang masuk akal. Tanpa menunggu lebih lama, dia berbalik dan kembali ke kamarnya.

Malam ini, ia tidak akan bisa tidur.

***

Selene berbaring di tempat tidur, menatap langit-langit dengan pikiran yang kalut. Dulu, ia pernah merasakan kasih sayang seorang ibu… meski hanya sesaat sebelum ibunya dibunuh. Ia punya ayah, tetapi pria itu memperlakukannya lebih buruk dari budak.

Sekarang, ketika akhirnya ia merasa memiliki keluarga yang tulus, kebenaran pahit menghantamnya.

"Aku bukan putri mereka?" bisiknya pada diri sendiri. "Tapi kalau begitu… siapa aku?"

Firasat buruk menggelitik tengkuknya. Entah mengapa, malam ini terasa aneh.

Ia bangkit dari tempat tidur, mengganti pakaiannya dengan baju latihan. Jika ia tidak bisa tidur, lebih baik ia berlatih. Namun, begitu ia membuka jendela, matanya bertemu dengan sepasang mata lain dalam kegelapan.

Seseorang mengintainya.

Pria berjubah hitam itu terkejut menyadari dirinya ketahuan. Dengan cepat, ia berbalik dan berlari ke dalam hutan.

Selene menyeringai tipis.

"Kau pikir bisa lari dariku?"

Tanpa ragu, ia melompat keluar jendela dan mengejar bayangan itu.

***

Pria berjubah hitam itu lincah, bergerak dengan kecepatan tinggi di antara pepohonan. Namun, Selene lebih cepat. Dengan cekatan, ia merogoh sakunya dan melemparkan pisau kecil.

SWISH!

Pisau itu melesat, menembus betis pria itu.

"ARGH!"

Pria itu terjatuh berguling di tanah, tetapi masih mencoba merangkak menjauh. Sayangnya, Selene sudah berdiri di depannya sebelum ia sempat kabur.

Dengan santai, ia menendang pisau yang masih menancap di betis pria itu.

KRAKK!

"AARRRGH!!"

Teriakan nyaring memenuhi malam.

Selene berjongkok di sampingnya, jemarinya mencengkeram rambut pria itu, menarik kepalanya ke belakang.

"Aku tidak suka membuang waktu," katanya manis. "Jadi, sebelum aku benar-benar kehilangan kesabaran, katakan padaku… siapa tuanmu?"

Pria itu menggertakkan giginya, matanya penuh kebencian.

Selene mendesah kecewa. "Ah, aku paham. Kau lebih memilih mati, ya?"

Seketika, ia mencengkeram rahang pria itu dan…

KREKK!

"ARRGHHH!!"

Jeritan mengerikan menggema saat rahang pria itu terpelintir ke sudut yang seharusnya tidak mungkin.

"Ups." Selene tersenyum kecil. "Tangan ini kadang terlalu kasar."

Pria itu menggeliat kesakitan, tetapi masih menolak bicara.

Selene mendesah bosan. "Sayang sekali."

Ia menggeledah tubuh pria itu dan menemukan sesuatu yang menarik—sebuah pin kecil berbentuk bulat dengan lambang kekaisaran.

Ia menyeringai. "Ketemu."

Pin ini hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu di istana. Jika Magnus tidak mungkin mengkhianati sekutunya sendiri, berarti ini ulah faksi pangeran lainnya.

Pria itu sekarang benar-benar tidak berguna. Dengan santai, Selene mengikat kakinya dan menggantungnya terbalik di pohon.

"Semoga kau menikmati sisa hidupmu," bisiknya sebelum pergi meninggalkan pria itu sendirian dalam kegelapan.

***

Keesokan paginya, Selene terbangun oleh aroma daging panggang yang menggugah selera.

Air liurnya hampir menetes. Ia segera bangun, mencuci muka, dan bergegas turun ke ruang makan.

"Selamat pagi, Ayah, Ibu!" sapanya ceria.

Di dapur, Isolde sibuk menuangkan sup ke mangkuk, sementara Gideon sedang memanggang pai apel.

Mereka sarapan bersama, dan akhirnya Gideon menatap Isolde, meminta persetujuan sebelum berbicara.

"Selene, kami sudah memutuskan… kita akan kembali ke ibu kota besok," ucapnya.

Selene berhenti mengunyah. "Besok? Kenapa terburu-buru?"

"Tidak ada alasan khusus," jawab Gideon. "Hanya saja, ada urusan yang harus segera diselesaikan."

Selene mengangguk, menahan rasa ingin tahunya. "Baiklah… kalau begitu, aku akan pergi ke rumah Paman Edward hari ini. Aku harus mengucapkan selamat tinggal pada Leo dan Ethan."

***

Saat sampai di kediaman Varkann, Selene langsung berteriak, "LEOOOOO!!"

Leo yang sedang duduk santai hampir tersedak minumannya. "SIALAN, SELENE! KENAPA KAU TERIAK SEPERTI ITU?!"

Selene hanya tertawa. "Mana Ethan?"

"Sudah pergi ke akademi," jawab Leo sambil mendengus.

"Secepat itu? Bahkan tidak berpamitan padaku?"

"Untuk apa dia pamit? Kau mau menangis dan memeluknya?" ejek Leo.

Selene tersenyum manis. "Leo, sepertinya kau rindu dengan pukulanku?"

Tanpa peringatan, dia meluncur ke depan dan menghajar Leo dalam hitungan detik.

"A-Aw! Selene! Tunggu! Auuu!"

Leo berusaha melawan, tapi Selene terlalu cepat. Saat dia mencoba kabur, kakinya tersangkut meja dan dia jatuh dengan suara keras.

BRUK!

Selene tertawa puas. "Kau masih terlalu lemah, Leo."

Leo merengek ke ayahnya. "Ayah! Selene keterlaluan!"

Edward hanya tertawa. "Itu pelajaran buatmu."

Setelah puas bermain dengan Leo, Selene menemui Edward.

"Paman, aku dan keluargaku akan kembali ke ibukota besok."

Edward menatapnya lama. "Setelah bertahun-tahun, akhirnya dia memutuskan untuk kembali..."

Selene tersenyum manis. "Paman, apa tidak ada hadiah perpisahan untukku?"

Edward tertawa. "Kau memang tidak pernah berubah."

Dia lalu membawanya ke ruang pribadi. "Pilihlah sebanyak yang kau mau."

Selene tidak menolak. Dia mengambil beberapa senjata kecil dan menyeringai puas.

***

Saat matahari mulai terbenam, Selene duduk di atas kudanya, menatap desa dari kejauhan. Ada sesuatu yang aneh di hatinya.

"Perasaan ini... seolah aku tidak akan kembali ke sini lagi."

Dia menarik napas panjang, lalu memacu kudanya pulang.

Esok hari, kehidupan Selene akan berubah selamanya.

Episodes
1 #1 - Malam Kematian Sang Legenda
2 #2 - Bayangan dari Masa Lalu
3 #3 - Ikut Ayah
4 #4 - Harga diri Selene Kecil Yang Terluka
5 #5 - Serangan di Tengah Malam
6 #6 - Malam Berdarah dan Bayangan Masa Lalu
7 #7 - Kelahiran Kembali, Ingatan yang Tak Luntur
8 #8 - Bahaya Yang Mengintai
9 #9 - Kenangan yang Pudar, Luka yang Tertinggal
10 #10 - Bayangan di Balik Masa Lalu
11 #11 - Kembalinya Pilar Kekaisaran
12 #12 - Gideon Membungkam, Selene Menghukum
13 #13 - Kekacauan di Taman Istana
14 #14 - Kedatangan di Akademi Valdris
15 #15 - DARAH DI KORIDOR
16 #16 - Kemenangan Tanpa Ampun
17 #17 - Persidangan Sang Pemberontak
18 #18 - Sidang Dewan Akademi
19 #19 - Putusan dan Peringatan
20 #20 - Penerimaan Murid Baru & Duel Maut
21 #21 - Trial of Blood - Taruhan dan Kemenangan
22 #22 - Pengumuman Kelulusan dan Awal Kelas Politik
23 #23 - Tantangan ???
24 #24 : Sebuah Pertemuan yang Tak Terduga
25 #25 - Duel di Arena Gladiator
26 #26 - Surat yang Datang di Malam Hari
27 #27 : Persekongkolan di Balik Hierarki
28 #28 : JALAN MENUJU KEBANGKITAN
29 #29 : Topeng Yang Retak
30 #30 : Pecahnya Ilusi
31 #31 : Kebangkitan Ravenhollow
32 #32 : Kemenangan Mutlak Selene & Perjamuan Istana
33 #33 : Konfrontasi???
34 #34 : Darah dan Nama
35 #35 : Perang Kata - Kata
36 #36 : Kau Kembali...
37 #37 : Jejak yang Terhapus oleh Waktu
38 #38 : Rahasia Yang Terpendam
39 #39 : Reuni Keluarga
40 #40 : Diantara Bisikan Dan Sorotan
41 #41 : Luka Yang Tak Pernah Sembuh
42 #42 : Sarang Menuju Bahaya
43 #43 : Daging Busuk dan Api Dendam
44 #44 : Bukan Putri Mereka
45 #45 : Warisan Darah dan Hukum
46 #46 : Wasiat dan Warisan
47 #47 : Ulang Tahun
48 #48 : Di Bawah Cahaya yang Redup
49 #49 : Satu Cincin dan Jalan Menuju Valtoria
50 #50 : Kota Berlian dan Tikus yang Berani
51 #51 : Gugurnya Tikus dan Mahkota Kotor
52 #52 : Meninggalkan Valtoria
53 #53 : Kau Menyebut Tempat Itu Rumah
54 #54 : Bukan Untukmu, Bukan Untukku
55 #55 : Wajah Tersembunyi
56 #56 : Jaring yang Tak Terlihat
57 #57 : Kode Etik Diplomasi Kekaisaran
58 #58 : Diambang Malam Yang Menentukan
59 #59 : Acara Jamuan Dimulai
60 #60 : Lelaki Yang Salah Menyentuh Api
61 #61 : Reputasi yang Membakar Sayap
62 #62 : Harmoni Keluarga
63 #63 : Pagi Yang Menggoda
64 #64 : Tangan Yang Mengepal
65 #65 : Hanya Untuk Terasa Hidup
66 #66 : Rumah yang Tak Pernah Menuntut Apa-apa
67 #67 : Malam Para Penerus
68 #68 : Ketukan di Tengah Malam
69 #69 : Langkah Pertama di Medan Api
70 #70 : Kemenangan Pertama
71 #71 : Kelembutan...
72 #72 : Terlambat Datang
73 #73 : Lucian Ignis vs Leo Varkann
74 #74 : Damien Von Adler vs Ethan Varkann
75 #75 : Selene d'Aragon vs Julius Thorne
76 #76 : Dan Ketukan Pun Datang
77 #77 : Pertaruhan Tak Terucap
78 #78 : Hutan Veyron
79 #79 : Sinyal Darurat Selene
80 #80 : Di Bawah Langit yang Terkutuk
81 #81 : Api di Tengah Badai
82 #82 : Satu Langkah Lagi
83 #83 : Awal Mula Segalanya...
84 #84 : Pertempuran Aula Istana
85 #85 : Pengakuan Busuk
86 #86 : Permintaan Maaf atau Alasan
87 #87 : Matahari di Atas Reruntuhan
88 #88 : Darah dan Aib
89 #89 : Ketenangan Setelah Badai
Episodes

Updated 89 Episodes

1
#1 - Malam Kematian Sang Legenda
2
#2 - Bayangan dari Masa Lalu
3
#3 - Ikut Ayah
4
#4 - Harga diri Selene Kecil Yang Terluka
5
#5 - Serangan di Tengah Malam
6
#6 - Malam Berdarah dan Bayangan Masa Lalu
7
#7 - Kelahiran Kembali, Ingatan yang Tak Luntur
8
#8 - Bahaya Yang Mengintai
9
#9 - Kenangan yang Pudar, Luka yang Tertinggal
10
#10 - Bayangan di Balik Masa Lalu
11
#11 - Kembalinya Pilar Kekaisaran
12
#12 - Gideon Membungkam, Selene Menghukum
13
#13 - Kekacauan di Taman Istana
14
#14 - Kedatangan di Akademi Valdris
15
#15 - DARAH DI KORIDOR
16
#16 - Kemenangan Tanpa Ampun
17
#17 - Persidangan Sang Pemberontak
18
#18 - Sidang Dewan Akademi
19
#19 - Putusan dan Peringatan
20
#20 - Penerimaan Murid Baru & Duel Maut
21
#21 - Trial of Blood - Taruhan dan Kemenangan
22
#22 - Pengumuman Kelulusan dan Awal Kelas Politik
23
#23 - Tantangan ???
24
#24 : Sebuah Pertemuan yang Tak Terduga
25
#25 - Duel di Arena Gladiator
26
#26 - Surat yang Datang di Malam Hari
27
#27 : Persekongkolan di Balik Hierarki
28
#28 : JALAN MENUJU KEBANGKITAN
29
#29 : Topeng Yang Retak
30
#30 : Pecahnya Ilusi
31
#31 : Kebangkitan Ravenhollow
32
#32 : Kemenangan Mutlak Selene & Perjamuan Istana
33
#33 : Konfrontasi???
34
#34 : Darah dan Nama
35
#35 : Perang Kata - Kata
36
#36 : Kau Kembali...
37
#37 : Jejak yang Terhapus oleh Waktu
38
#38 : Rahasia Yang Terpendam
39
#39 : Reuni Keluarga
40
#40 : Diantara Bisikan Dan Sorotan
41
#41 : Luka Yang Tak Pernah Sembuh
42
#42 : Sarang Menuju Bahaya
43
#43 : Daging Busuk dan Api Dendam
44
#44 : Bukan Putri Mereka
45
#45 : Warisan Darah dan Hukum
46
#46 : Wasiat dan Warisan
47
#47 : Ulang Tahun
48
#48 : Di Bawah Cahaya yang Redup
49
#49 : Satu Cincin dan Jalan Menuju Valtoria
50
#50 : Kota Berlian dan Tikus yang Berani
51
#51 : Gugurnya Tikus dan Mahkota Kotor
52
#52 : Meninggalkan Valtoria
53
#53 : Kau Menyebut Tempat Itu Rumah
54
#54 : Bukan Untukmu, Bukan Untukku
55
#55 : Wajah Tersembunyi
56
#56 : Jaring yang Tak Terlihat
57
#57 : Kode Etik Diplomasi Kekaisaran
58
#58 : Diambang Malam Yang Menentukan
59
#59 : Acara Jamuan Dimulai
60
#60 : Lelaki Yang Salah Menyentuh Api
61
#61 : Reputasi yang Membakar Sayap
62
#62 : Harmoni Keluarga
63
#63 : Pagi Yang Menggoda
64
#64 : Tangan Yang Mengepal
65
#65 : Hanya Untuk Terasa Hidup
66
#66 : Rumah yang Tak Pernah Menuntut Apa-apa
67
#67 : Malam Para Penerus
68
#68 : Ketukan di Tengah Malam
69
#69 : Langkah Pertama di Medan Api
70
#70 : Kemenangan Pertama
71
#71 : Kelembutan...
72
#72 : Terlambat Datang
73
#73 : Lucian Ignis vs Leo Varkann
74
#74 : Damien Von Adler vs Ethan Varkann
75
#75 : Selene d'Aragon vs Julius Thorne
76
#76 : Dan Ketukan Pun Datang
77
#77 : Pertaruhan Tak Terucap
78
#78 : Hutan Veyron
79
#79 : Sinyal Darurat Selene
80
#80 : Di Bawah Langit yang Terkutuk
81
#81 : Api di Tengah Badai
82
#82 : Satu Langkah Lagi
83
#83 : Awal Mula Segalanya...
84
#84 : Pertempuran Aula Istana
85
#85 : Pengakuan Busuk
86
#86 : Permintaan Maaf atau Alasan
87
#87 : Matahari di Atas Reruntuhan
88
#88 : Darah dan Aib
89
#89 : Ketenangan Setelah Badai

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!