13. Janda Genit

Akay berdiri di depan sebuah rumah khas Jawa dengan ukiran Truntum di pintunya. Ukiran yang melambangkan cinta kasih yang bersemi kembali itu tampak begitu indah di bawah cahaya lampu teras yang temaram.

Dengan satu tarikan napas, Akay mengetuk pintu.

Tak butuh waktu lama, pintu terbuka, menampilkan sosok wanita paruh baya dengan kebaya sederhana. Wanita itu menatapnya dengan ragu sejenak, seolah ingin bertanya, tapi sebelum sempat mengeluarkan suara, seulas senyum langsung mengembang di wajahnya.

“Tuan Akay?” tanyanya dengan wajah cerah. “Suami Non Aylin?”

Akay mengangguk pelan.

“Saya Mbok Inem, yang ngasuh Non Aylin. Mendiang Nenek Ros sudah mengirimkan foto Tuan ke kami. Mari masuk!”

Akay melangkah masuk, matanya langsung menangkap interior rumah yang begitu khas dengan budaya Jawa. Ruangan itu dipenuhi perabot kayu jati berukir halus, lengkap dengan kain batik yang menghiasi beberapa sudutnya. Aroma kayu dan dupa wangi samar tercium, memberikan suasana yang begitu tenang.

Saat keduanya melangkah lebih dalam, Akay bertanya, “Aylin ada, Mbok?”

Pertanyaan itu membuat Mbok Inem terdiam sesaat. Tatapan wanita itu melembut sebelum akhirnya menggeleng pelan.

“Semenjak pulang ke kampung bersama Nenek Ros, Non Aylin belum pulang ke sini sama sekali, Tuan.”

Akay terdiam, pandangannya menyapu seluruh ruangan, mencoba mencari sesuatu yang mungkin bisa memberinya petunjuk tentang istrinya.

Mbok Inem tampak memahami kebingungan Akay. Dengan ramah, ia mulai menunjukkan ruangan-ruangan di dalam rumah itu. Ruang tamu yang dipenuhi foto-foto lawas, ruang keluarga dengan meja besar khas rumah Jawa, dan kamar Aylin yang masih tetap sama seperti dulu, seolah menunggu pemiliknya kembali.

Setelah berkeliling, Mbok Inem berbalik menatap Akay. “Tuan ingin makan malam? Saya bisa memasakkan sesuatu.”

Akay menoleh, menyadari baru sekarang perutnya terasa lapar.

“Apa pun yang Mbok masak, saya makan.” jawabnya santai.

Mbok Inem tersenyum, wajahnya tampak semakin cerah. Sambil berjalan menuju dapur, ia bergumam pelan, lebih pada dirinya sendiri, “Nenek Ros memang tidak salah memilih menantu. Entah mengapa, sejak pertama kali melihat foto Tuan, saya sudah merasa kalau Tuan adalah pria baik yang pantas untuk Non Aylin.”

Akay mendengar gumaman itu, namun ia hanya diam, menatap dapur tempat Mbok Inem mulai memasak.

Entah kenapa, ia merasa perasaan yang sama.

Akay duduk di ruang tengah dengan laptopnya, matanya terpaku pada layar, meski pikirannya masih mencoba beradaptasi dengan lingkungan barunya. Rumah ini terasa asing, tapi di saat yang sama, ada kehangatan yang berbeda dari apartemen atau hotel tempatnya biasa tinggal.

Dari dapur, terdengar suara percakapan.

"Mbok, masak apa?" suara seorang wanita muda terdengar ceria, tapi ada nada centil yang membuat Akay mengernyit samar.

“Tum, kenapa baru pulang sore begini?” suara Mbok Inem terdengar kesal.

“Mbok, jangan panggil aku Tum, dong! Panggil Mira aja, biar lebih keren,” protes wanita itu. “Tadi pekerjaanku sudah kelar, jadi aku sempatin jalan-jalan cuci mata dulu. Siapa tahu ada duda tajir yang kepincut sama janda muda seksi nan memesona kayak aku.”

Akay menghentikan jarinya yang tadinya mengetik. Matanya sedikit menyipit mendengar celotehan itu. Janda muda yang mencari duda kaya?

Dari dalam dapur, terdengar helaan napas berat dari Mbok Inem. “Ya sudah, kalau sudah pulang, bantuin sini! Masak banyak ini.”

Tumirah—atau Mira, seperti yang ingin dipanggilnya—terdengar mendekat. “Kenapa tiba-tiba masak banyak? Apa Non Aylin pulang, Mbok?” tanyanya penuh selidik.

“Bantuin masak aja! Nggak usah banyak tanya,” balas Mbok Inem ketus, jelas malas meladeni pertanyaan yang nggak perlu.

Mira masih belum menyerah. “Apa ada tamu, Mbok?” tanyanya dengan nada penasaran.

Mbok Inem menghela napas kasar, enggan menjawab. Tapi seperti dugaan, Mira justru makin kepo. Bukannya membantu memasak, dia malah melangkah keluar dari dapur, berniat ke ruang tamu. Ia memang pulang lewat pintu belakang, jadi belum sempat melihat siapa yang datang. Dengan rasa ingin tahu yang membuncah, Mira melangkah ringan, membayangkan kemungkinan menarik yang mungkin ia temukan.

"Hei, mau ke mana kamu?" Mbok Inem mendelik, benar-benar kesal dengan janda satu ini. Dia tahu betul kalau Mira paling nggak bisa melihat pria tampan dan berkantong tebal tanpa langsung pasang radar. Dengan napas mendesah, Mbok Inem pun buru-buru mengikutinya, takut wanita itu berulah.

Akay hanya mengangkat sebelah alis. Percakapan di dapur itu cukup menarik, tapi ia tidak berniat ikut campur. Namun, baru saja ia kembali fokus ke laptopnya, suara langkah mendekat dari dapur.

Tak lama kemudian, seorang wanita muda muncul di ambang pintu, dandanannya lumayan menor, dengan pakaian yang agak ketat untuk ukuran seseorang yang tinggal di rumah ini. Senyumnya melebar begitu melihat Akay.

“Oh… jadi beneran ada tamu, toh? Ini siapa?” Tumirah langsung bertanya dengan mata berbinar.

Akay menutup laptopnya dengan pelan, menatap wanita itu tanpa ekspresi.

Mbok Inem yang mengekor di belakang Tumirah langsung menepuk dahinya. “Tumirah! Jangan ganggu tamu!” tegurnya.

“Tamu?” Tumirah mendekat dengan senyum semakin lebar. “Jadi, Mas ganteng akan menginap di sini?” tanyanya, nada suaranya dibuat selembut mungkin.

Akay menatapnya beberapa detik, lalu bangkit dari duduknya. “Aku Akay,” jawabnya singkat, tanpa ada minat untuk berbasa-basi.

Tumirah tampak tak terpengaruh oleh sikap dingin itu. Malah, matanya berbinar lebih terang. "Mas Akay kerja apa?” tanyanya lagi, jelas mencari celah untuk menggali informasi lebih banyak.

Akay mendesah dalam hati. Sudah cukup. Ia meraih laptopnya dan berjalan ke arah kamarnya. “Aku kerja,” jawabnya dingin, lalu tanpa basa-basi, ia melangkah pergi, meninggalkan Tumirah yang masih berdiri di ruang tengah dengan bibir manyun.

Mbok Inem hanya bisa menggelengkan kepala sambil kembali ke dapur. “Sudah kubilang jangan ganggu tamu…” gumamnya.

"Astaga, ganteng banget! Muka-muka tajir nih!" Tumirah spontan berbisik dengan mata berbinar. Namun saat melihat pria itu masuk ke kamar Aylin, dahinya berkerut, penuh tanda tanya. Tanpa berpikir panjang, ia buru-buru mengejar Mbok Inem, rasa penasaran menguasainya.

"Mbok, kenapa Mas Akay masuk ke kamar Non Aylin?" tanya Tumirah dengan nada penuh rasa ingin tahu.

Mbok Inem yang sedang mengaduk sayur di panci hanya melirik sekilas sebelum menjawab dengan nada datar, "Karena dia suami Non Aylin."

Tumirah terbelalak, nyaris tersedak udara. "Apa?!" Suaranya melengking, matanya membesar tak percaya. Ia cepat-cepat menoleh ke arah kamar Aylin, lalu kembali menatap Mbok Inem dengan ekspresi shock. "Apa?!Serius, Mbok? Bukan cuma ngekos di sini?"

Mbok Inem mendengus, sudah menduga reaksi ini. "Ya jelas serius! Jadi jangan coba-coba ganggu dia, Tum."

Tumirah masih tertegun, rasa kecewanya lebih besar dari keterkejutannya. "Sayang banget…," gumamnya pelan, bibirnya manyun. "Padahal kalau masih jomblo, boleh juga tuh…"

Mbok Inem hanya menghela napas panjang, malas meladeni janda genit satu ini.

Tumirah masih terdiam beberapa detik sebelum mendekat ke Mbok Inem dengan ekspresi setengah protes. “Kok aku baru tahu? Sejak kapan Non Aylin nikah, Mbok? Kok nggak ada pesta? Nggak ada kabar? Gimana, sih? Jangan-jangan cuma pura-pura…” gumamnya, matanya kembali melirik ke arah kamar Aylin dengan rasa penasaran yang membuncah.

Mbok Inem menoleh tajam. “Mau pura-pura atau beneran, itu urusan mereka. Yang jelas, dia itu suaminya Non Aylin! Jangan coba-coba pasang perangkap buat dia, Tum. Aku udah hafal tabiatmu.”

Tumirah pura-pura tertawa santai, meski ekspresinya tak bisa sepenuhnya menyembunyikan kekecewaan. “Ah, Mbok, aku 'kan cuma tanya.” Suaranya dibuat ringan, seolah tak peduli, tapi di dalam kepalanya, roda pikirannya mulai berputar.

"Suami Non Aylin? Kenapa baru dengar sekarang? Nggak ada acara pernikahan, nggak ada kabar apa pun… Jangan-jangan cuma hoax? Bibir Tumirah melengkung tipis, matanya berkilat penuh perhitungan. Kalau ini hanya kebohongan… bukankah itu artinya masih ada peluang?"

Ia menggigit bibir, lalu tersenyum kecil. “Yah… kalau dia benar-benar suami Non Aylin, ya sudah, aku nggak bakal macam-macam…” katanya dengan nada yang tidak terlalu meyakinkan.

Mbok Inem hanya melotot curiga. “Bagus kalau begitu. Sekarang bantuin aku masak, daripada mikirin yang nggak-nggak.”

Tumirah mendengus pelan, tapi tetap membantu. Meski begitu, pikirannya masih berputar, mencari celah.

...🌸❤️🌸...

.

To be continued

Terpopuler

Comments

sum mia

sum mia

aku malah pengen lihat si Tumirah ini dapat semburan bisa si cabe setan . apa dia masih bisa berkutik , dan masih ngeyel untuk menggoda laki tampan suami majikannya itu . janda centil macam si tum ini sekali-kali perlu dikasih pelajaran yang bikin dia kicep .

lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍

2025-03-02

4

Anitha Ramto

Anitha Ramto

Hei Tumirah berkaca dirilah jangan macam² sama Tuanmu...
belum tahu Tuanmu itu mulutnya sangat tajam dan pedas..kamu tidak akan di lirik sama Akay Tumirah

2025-03-02

1

syisya

syisya

harusnya belajar dari pengalaman kay kalau istrimu itu badung & suka kabur, kasih mata" kan jadi gak repot

2025-03-14

1

lihat semua
Episodes
1 1. Kecelakaan Jebakan
2 2. Pernikahan Tanpa Cinta
3 3. Bendera Kuning
4 4. Amplop
5 5. Kabur
6 6. Tawuran
7 7. Tak Pernah Belajar
8 8. Tiket ke Neraka Kesabaran
9 9. Menyenangkan dan Menyebalkan
10 10. Godaan
11 11. Takut Tidur
12 12. Sejak Kapan?
13 13. Janda Genit
14 14. Tumirah Caper
15 15. Pagi yang Menyenangkan
16 16. Sengaja
17 17. Dicecar
18 18. Insiden Handuk
19 19. Perdebatan Diatas Ranjang
20 20. Mencari Kehangatan
21 21. Cemburu
22 22. Taruhan
23 23. Kejutan di Garis Finis
24 24. Hotel?
25 25. Nurut?
26 26. Calon Suami
27 27. Ending yang Sama
28 28. Gara-gara Suami
29 29. Balapan Lagi
30 30. Akay Datang
31 31. Hancurkan
32 32. Rencana Busuk
33 33. Topik Utama
34 34. Pujian
35 35. Memilih Diam
36 36. Pesta Ultah
37 37. GPS
38 38. Mabuk
39 39. Mengamankan
40 40. Konsekuensi
41 41. Skenario Baru
42 42. Permintaan Maaf
43 43. Pisah Ranjang
44 44. Menyerah atau Bertahan?
45 45. Akay dan Bismo
46 46. Menolak
47 47. Rencana Lain
48 48. Bukan Pertama Kalinya?
49 49. Panik
50 50. Lebih Rendah dari Sampah
51 51. Satu-satunya
52 52. Kambing Hitam
53 53. Sesuatu yang Lebih Besar
54 54. Pembicaraan Intens
55 55. Jodoh?
56 56. Apa Kurang Berarti?
57 57. Harga Diri
58 58. Rindu
59 59. Cerdas Menilai Situasi
60 60. Harusnya
61 61. Perasaan Aman
62 62. Pesan
63 63. Terlalu Dangkal
64 64. Cara Berbaikan
65 65. Sepenuhnya
66 66. Hiburan Pagi Hari
67 67. Antara Khawatir dan Cemburu
68 68. Tahanan
69 69. Klaim
70 70. Tunjukkan
71 71. Pijatan
72 72. Peringatan Terselubung
73 73. Melampiaskan Cemburu
74 74. Ketahuan
75 75. Ciuman Receh
76 76. Mengarahkan Target
77 77. Seni
78 78. Peringatan
79 79. Lebih Horor
80 80. Di Luar Dugaan
81 81. Bagaimana?
82 82. Karena Balas Budi
83 83. Mengelak
84 84. Hilang
85 85. Aksi Jalanan
86 86. Enggan
87 87. Toleransi
88 88. Jawaban Samar
89 89. Jangan-jangan...
90 90. Menjemput
91 91. Lima Menit
92 92. Tugas Baru
93 93. Akay - Bismo
94 94. Perang di Kegelapan
95 95. Mandi Malam
96 96. Kabar dari Bengkel
97 97. Telpon Misterius
98 98. Janji yang Tak Akan Pudar
99 99. Perang Dua Dunia
100 100. Informasi Valid
Episodes

Updated 100 Episodes

1
1. Kecelakaan Jebakan
2
2. Pernikahan Tanpa Cinta
3
3. Bendera Kuning
4
4. Amplop
5
5. Kabur
6
6. Tawuran
7
7. Tak Pernah Belajar
8
8. Tiket ke Neraka Kesabaran
9
9. Menyenangkan dan Menyebalkan
10
10. Godaan
11
11. Takut Tidur
12
12. Sejak Kapan?
13
13. Janda Genit
14
14. Tumirah Caper
15
15. Pagi yang Menyenangkan
16
16. Sengaja
17
17. Dicecar
18
18. Insiden Handuk
19
19. Perdebatan Diatas Ranjang
20
20. Mencari Kehangatan
21
21. Cemburu
22
22. Taruhan
23
23. Kejutan di Garis Finis
24
24. Hotel?
25
25. Nurut?
26
26. Calon Suami
27
27. Ending yang Sama
28
28. Gara-gara Suami
29
29. Balapan Lagi
30
30. Akay Datang
31
31. Hancurkan
32
32. Rencana Busuk
33
33. Topik Utama
34
34. Pujian
35
35. Memilih Diam
36
36. Pesta Ultah
37
37. GPS
38
38. Mabuk
39
39. Mengamankan
40
40. Konsekuensi
41
41. Skenario Baru
42
42. Permintaan Maaf
43
43. Pisah Ranjang
44
44. Menyerah atau Bertahan?
45
45. Akay dan Bismo
46
46. Menolak
47
47. Rencana Lain
48
48. Bukan Pertama Kalinya?
49
49. Panik
50
50. Lebih Rendah dari Sampah
51
51. Satu-satunya
52
52. Kambing Hitam
53
53. Sesuatu yang Lebih Besar
54
54. Pembicaraan Intens
55
55. Jodoh?
56
56. Apa Kurang Berarti?
57
57. Harga Diri
58
58. Rindu
59
59. Cerdas Menilai Situasi
60
60. Harusnya
61
61. Perasaan Aman
62
62. Pesan
63
63. Terlalu Dangkal
64
64. Cara Berbaikan
65
65. Sepenuhnya
66
66. Hiburan Pagi Hari
67
67. Antara Khawatir dan Cemburu
68
68. Tahanan
69
69. Klaim
70
70. Tunjukkan
71
71. Pijatan
72
72. Peringatan Terselubung
73
73. Melampiaskan Cemburu
74
74. Ketahuan
75
75. Ciuman Receh
76
76. Mengarahkan Target
77
77. Seni
78
78. Peringatan
79
79. Lebih Horor
80
80. Di Luar Dugaan
81
81. Bagaimana?
82
82. Karena Balas Budi
83
83. Mengelak
84
84. Hilang
85
85. Aksi Jalanan
86
86. Enggan
87
87. Toleransi
88
88. Jawaban Samar
89
89. Jangan-jangan...
90
90. Menjemput
91
91. Lima Menit
92
92. Tugas Baru
93
93. Akay - Bismo
94
94. Perang di Kegelapan
95
95. Mandi Malam
96
96. Kabar dari Bengkel
97
97. Telpon Misterius
98
98. Janji yang Tak Akan Pudar
99
99. Perang Dua Dunia
100
100. Informasi Valid

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!