2. Pernikahan Tanpa Cinta

Nenek Ros menghela napas panjang, lalu menatap Aylin dengan ekspresi penuh wibawa.

"Oh, tentu saja Nenek bisa."

Aylin merasakan hawa dingin di tengkuknya. "Maksud Nenek?"

"Aylin," suara Nenek Ros kini terdengar lebih dingin, lebih tajam. "Kalau kau menolak pernikahan ini, jangan harap kau akan mendapat sepeser pun dari warisan Nenek."

Ruangan langsung sunyi.

Aylin menegang. "Apa?"

Nenek Ros tersenyum kecil. "Iya, Sayang. Semua warisan Nenek, aset, tanah, rumah, uang... tidak akan menjadi milikmu kalau kau menolak menikah dengan Akay."

Aylin ternganga.

"Nenek bercanda."

"Nenek tidak pernah bercanda soal hal serius," balas Nenek Ros. "Dan kalau kau berani menuntut cerai, maka semua harta itu akan jatuh ke tangan Akay, bukan kepadamu."

Jantung Aylin berdegup kencang.

Gila.

Ini benar-benar gila!

Ia berusaha mencari celah, mencari argumen untuk melawan neneknya. Tapi dari ekspresi wajah wanita tua itu, ia tahu tidak ada yang bisa ia lakukan.

"Ini manipulasi," gumamnya.

"Ini untuk kebaikanmu," balas Nenek Ros.

Aylin mengepalkan tangan. "Aku tidak peduli harta!"

"Bagus," sahut Nenek Ros. "Kalau begitu, kau tidak akan keberatan jika Nenek tidak memberikanmu sepeserpun harta yang nenek miliki, 'bukan?"

Aylin mendengus kasar. "Aku tidak mau menikah dengan pria yang bahkan tidak aku kenal, yang mulutnya sepedas cabai rawit!"

"Terserah kau," Nenek Ros mengangkat bahu. "Tapi kalau kau tidak menikah dengannya, jangan harap kau bisa menyentuh warisan keluargamu."

Aylin ingin berteriak.

Ini tidak adil!

Tapi ia tahu, Nenek Ros selalu menepati kata-katanya. Jika ia menolak pernikahan ini, maka semua yang menjadi haknya akan hilang.

Ia menatap Akay dengan penuh kebencian, lalu kembali menatap neneknya.

"Nenek jahat," bisiknya.

Nenek Ros tersenyum tipis. "Nenek hanya ingin yang terbaik untukmu."

Aylin ingin membantah, ingin lari, ingin menghancurkan pelaminan sialan itu. Tapi tubuhnya terasa kaku.

Neneknya sudah menang.

Dan ia tidak bisa berbuat apa-apa.

Beberapa Menit Kemudian

Balai desa masih ramai oleh warga yang penasaran. Aylin berdiri di depan meja kayu panjang, wajahnya penuh amarah saat membaca lembar perjanjian di tangannya. Sementara itu, Akay duduk di sampingnya, wajahnya datar seperti batu.

“Aku. Tidak. Mau!” Aylin menekankan setiap kata, melempar pena ke meja.

“Aylin…” Suara Nenek Ros terdengar pelan, tapi tegas. "Kalau kamu menolak, Nenek akan menarik kembali semua harta yang seharusnya jadi milikmu."

Mata Aylin menyipit, tangannya mengepal di sisi tubuhnya. "Nenek nggak bisa begitu!"

"Oh, tentu bisa." Ros tersenyum tipis sambil mengangkat sebuah dokumen yang sudah ditempeli materai. "Harta itu milik Nenek, 'kan? Kalau kamu menolak menikah dengan Akay, Nenek akan menandatangani surat hibah seluruh harta ini kepada negara. Sekarang pilih mana, kau yang tanda tangan atau Nenek yang tanda tangan?"

Aylin merengut, menatap Akay yang tampak santai, seolah dia tidak terpengaruh sama sekali. Pemuda itu menyilangkan tangan di dadanya, seakan menunggu keputusan dengan malas.

“Kau juga tidak suka pernikahan ini, kan?” Aylin menatap Akay, berharap pemuda itu juga akan menolak.

Akay menghela napas panjang sebelum menatapnya santai. “Ya, aku juga nggak suka. Sayangnya, aku lebih nggak suka kehilangan proyekku. Jadi…” Ia mengambil pena, lalu dengan mudah membubuhkan tanda tangannya di atas kertas.

Aylin memekik marah. "Bajingan!"

"Wah, terharu aku, dapat panggilan mesra dari calon istriku. Calon istriku begitu cantik memesona… tapi sayang, kelakuannya kayak preman pasar." balas Akay santai. "Sekarang giliranmu."

Aylin benar-benar ingin menghajar pria itu. Tangannya gatal, kakinya siap menendang, tapi sayangnya, ada neneknya di sini. Matanya bergantian melirik ke arah sang nenek, lalu ke kertas di depannya, dan akhirnya ke Akay—pria brengsek yang duduk santai seolah ini hanya formalitas biasa.

"Bajingan tengil!" umpatnya dalam hati. Kalau bukan karena neneknya, ia sudah melemparkan kursi ke kepala pria itu.

Aylin mengepalkan tangan, berusaha meredam amarah yang mendidih di dadanya. Napasnya memburu, jemarinya mencengkeram pena begitu kuat hingga buku jarinya memutih.

"Dasar pria kurang ajar! Seenaknya memaksaku begini! Tunggu saja, Akay. Aku tidak akan tinggal diam!"

Dengan geram, ia menekan pena ke atas kertas, hampir merobeknya, lalu menyeret tanda tangannya dengan kasar seolah ingin menusuk nama sialan yang sekarang resmi menjadi suaminya.

"Bagus." Ros menyunggingkan senyum puas. "Mulai sekarang, kalian resmi menjadi suami istri di mata hukum."

Ros kemudian menoleh ke seorang wanita di dekatnya dan memberi perintah tegas. "Siapkan mereka. Kita akan melangsungkan pernikahan secara agama."

***

Kamar tempat mereka akan menghabiskan malam pertama adalah kamar Aylin. Bukan kamar mewah dengan ranjang king size bertabur bunga seperti di drama romantis, tapi kamar bergaya klasik dengan ranjang kayu yang... mungkin agak sempit jika untuk tidur berdua.

Aylin berdiri di dekat pintu, menatap Akay dengan curiga. "Kau tidur di lantai!"

Akay tertawa pendek, berjalan menuju ranjang. "Aku pikir itu ranjang milikku, mengingat aku yang lebih dewasa di sini."

Aylin mendengus. "Dewasa? Kau cuma pria menyebalkan yang dipaksa menikah denganku!"

Akay menatapnya malas. “Ya, dan kau gadis manja yang beruntung mendapatkan suami sepertiku.”

Aylin mendelik. “Siapa yang beruntung? Aku terpaksa menikah dengan pria kasar yang nggak punya sopan santun!”

Akay menyeringai. “Masa? Padahal kau cantik.”

Aylin terhenti sesaat, bibirnya hampir membentuk senyum puas. “Tentu saja. Aku memang—”

“Tapi sayangnya, bukan tipeku,” potong Akay sebelum Aylin bisa merayakan pujian itu.

Wajah Aylin langsung memerah, amarahnya meluap. "Bangsat kau!" umpatnya geram.

"Sialan! Kenapa aku selalu termakan pujiannya? Padahal sudah jelas, setiap kata manis yang keluar dari mulutnya cuma jebakan, umpan untuk menjatuhkannya di detik berikutnya."

Aylin mengepalkan tangan, giginya hampir bergemeletuk menahan kesal. "Kenapa aku sebodoh ini? Kenapa tiap kali dia memuji, aku langsung percaya diri, hanya untuk akhirnya dibanting begitu saja?"

Ia menggerutu dalam hati, menatap Akay dengan penuh kebencian. "Dasar brengsek, suatu hari aku akan membalikkan semua ini!"

Akay tertawa kecil. “Ups, tersinggung? Ya sudah, kalau gitu kau tidur di lantai saja.”

Aylin mengambil bantal dan melemparkannya ke Akay, tapi pria itu dengan mudah menangkisnya. “Aku tidur di ranjang, titik!”

“Terserah.” Akay mengangkat bahu lalu membaringkan tubuhnya dengan santai. “Aku nggak akan menyentuhmu. Kau terlalu bocah, bukan seleraku.”

Aylin mendecak kesal. Dia benar-benar ingin menghajar dan memutilasi pria ini!

Malam pertama mereka bukan malam penuh gairah seperti di novel-novel romansa, melainkan malam penuh perang mulut yang membuat kepala Aylin nyaris meledak.

Malam semakin larut, dan Aylin masih terjaga. Ia menggigil kedinginan di lantai beralaskan bedcover tipis, sementara Akay tidur nyenyak di ranjang. Matanya menatap tajam ke arah pria yang tengah terlelap, dadanya naik turun dengan tenang. Kesal setengah mati, Aylin ingin sekali menghajar wajah Akay yang tampak begitu nyaman.

"Sial! Kenapa dia bisa tidur nyenyak sementara aku menderita begini?" gerutunya pelan.

Aylin beringsut mendekat ke tempat tidur, menyeringai jail. Dengan perlahan, ia menarik selimut yang menutupi tubuh Akay. Pria itu bergeming, hanya menggeliat sedikit.

"Hah! Rasakan ini!" Aylin menarik selimut lebih jauh hingga tubuh Akay hanya tertutup kaos tipis.

Namun, sebelum Aylin bisa kembali ke tempatnya, Akay tiba-tiba menggenggam tangannya, matanya masih setengah tertutup. "Mau ngapain, hah? Mencuri selimutku?"

Aylin terperanjat, tapi dengan cepat menyembunyikan rasa bersalahnya. "Aku? Mencuri? Ini selimutku, sejak kapan jadi selimutmu?"

Akay membuka matanya sepenuhnya, lalu menyeringai. "Sejak aku jadi suamimu. Kamu dingin? Kenapa nggak bilang dari tadi?"

Aylin mendengus. "Bilang pun percuma, kamu nggak bakal peduli."

Akay menghela napas panjang, lalu bergeser sedikit. "Sini tidur di ranjang, tapi ingat, jangan sampai nyentuh aku!"

Aylin mendelik. "Mimpi! Aku lebih baik beku di lantai daripada tidur di ranjang yang sama denganmu!"

"Ya, sudah!" sahut Akay acuh.

...🌟"Jangan menganggap remeh orang yang menjengkelkanmu. Bisa jadi, dia adalah guru kehidupan yang sedang menguji kesabaranmu, sebelum akhirnya memberi hadiah cinta yang tak terduga untukmu."🌟...

..."Nana 17 Oktober"...

...🌸❤️🌸...

.

To be continued

Terpopuler

Comments

sum mia

sum mia

wah ... kayaknya bener-bener lawan yang sepadan . sama-sama pedes , sama-sama ngeyel , sama-sama gak ada yang mau mengalah . cocok tuh mereka .

lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍

2025-02-26

4

Mrs.Riozelino Fernandez

Mrs.Riozelino Fernandez

udah di ubun ubun ini marahnya,sayang gak tersalurkan...
hati hati Strok Aylin 😅😅

2025-02-25

1

Anitha Ramto

Anitha Ramto

waduh pasutri ini sama² keras kepala dan ngeyel jadi ngakak..dan Akay kamu benar² titisan Andi kalo ngomong selalu pedes dan nyeletiit😅

2025-02-26

1

lihat semua
Episodes
1 1. Kecelakaan Jebakan
2 2. Pernikahan Tanpa Cinta
3 3. Bendera Kuning
4 4. Amplop
5 5. Kabur
6 6. Tawuran
7 7. Tak Pernah Belajar
8 8. Tiket ke Neraka Kesabaran
9 9. Menyenangkan dan Menyebalkan
10 10. Godaan
11 11. Takut Tidur
12 12. Sejak Kapan?
13 13. Janda Genit
14 14. Tumirah Caper
15 15. Pagi yang Menyenangkan
16 16. Sengaja
17 17. Dicecar
18 18. Insiden Handuk
19 19. Perdebatan Diatas Ranjang
20 20. Mencari Kehangatan
21 21. Cemburu
22 22. Taruhan
23 23. Kejutan di Garis Finis
24 24. Hotel?
25 25. Nurut?
26 26. Calon Suami
27 27. Ending yang Sama
28 28. Gara-gara Suami
29 29. Balapan Lagi
30 30. Akay Datang
31 31. Hancurkan
32 32. Rencana Busuk
33 33. Topik Utama
34 34. Pujian
35 35. Memilih Diam
36 36. Pesta Ultah
37 37. GPS
38 38. Mabuk
39 39. Mengamankan
40 40. Konsekuensi
41 41. Skenario Baru
42 42. Permintaan Maaf
43 43. Pisah Ranjang
44 44. Menyerah atau Bertahan?
45 45. Akay dan Bismo
46 46. Menolak
47 47. Rencana Lain
48 48. Bukan Pertama Kalinya?
49 49. Panik
50 50. Lebih Rendah dari Sampah
51 51. Satu-satunya
52 52. Kambing Hitam
53 53. Sesuatu yang Lebih Besar
54 54. Pembicaraan Intens
55 55. Jodoh?
56 56. Apa Kurang Berarti?
57 57. Harga Diri
58 58. Rindu
59 59. Cerdas Menilai Situasi
60 60. Harusnya
61 61. Perasaan Aman
62 62. Pesan
63 63. Terlalu Dangkal
64 64. Cara Berbaikan
65 65. Sepenuhnya
66 66. Hiburan Pagi Hari
67 67. Antara Khawatir dan Cemburu
68 68. Tahanan
69 69. Klaim
70 70. Tunjukkan
71 71. Pijatan
72 72. Peringatan Terselubung
73 73. Melampiaskan Cemburu
74 74. Ketahuan
75 75. Ciuman Receh
76 76. Mengarahkan Target
77 77. Seni
78 78. Peringatan
79 79. Lebih Horor
80 80. Di Luar Dugaan
81 81. Bagaimana?
82 82. Karena Balas Budi
83 83. Mengelak
84 84. Hilang
85 85. Aksi Jalanan
86 86. Enggan
87 87. Toleransi
88 88. Jawaban Samar
89 89. Jangan-jangan...
90 90. Menjemput
91 91. Lima Menit
92 92. Tugas Baru
93 93. Akay - Bismo
94 94. Perang di Kegelapan
95 95. Mandi Malam
96 96. Kabar dari Bengkel
97 97. Telpon Misterius
98 98. Janji yang Tak Akan Pudar
99 99. Perang Dua Dunia
100 100. Informasi Valid
Episodes

Updated 100 Episodes

1
1. Kecelakaan Jebakan
2
2. Pernikahan Tanpa Cinta
3
3. Bendera Kuning
4
4. Amplop
5
5. Kabur
6
6. Tawuran
7
7. Tak Pernah Belajar
8
8. Tiket ke Neraka Kesabaran
9
9. Menyenangkan dan Menyebalkan
10
10. Godaan
11
11. Takut Tidur
12
12. Sejak Kapan?
13
13. Janda Genit
14
14. Tumirah Caper
15
15. Pagi yang Menyenangkan
16
16. Sengaja
17
17. Dicecar
18
18. Insiden Handuk
19
19. Perdebatan Diatas Ranjang
20
20. Mencari Kehangatan
21
21. Cemburu
22
22. Taruhan
23
23. Kejutan di Garis Finis
24
24. Hotel?
25
25. Nurut?
26
26. Calon Suami
27
27. Ending yang Sama
28
28. Gara-gara Suami
29
29. Balapan Lagi
30
30. Akay Datang
31
31. Hancurkan
32
32. Rencana Busuk
33
33. Topik Utama
34
34. Pujian
35
35. Memilih Diam
36
36. Pesta Ultah
37
37. GPS
38
38. Mabuk
39
39. Mengamankan
40
40. Konsekuensi
41
41. Skenario Baru
42
42. Permintaan Maaf
43
43. Pisah Ranjang
44
44. Menyerah atau Bertahan?
45
45. Akay dan Bismo
46
46. Menolak
47
47. Rencana Lain
48
48. Bukan Pertama Kalinya?
49
49. Panik
50
50. Lebih Rendah dari Sampah
51
51. Satu-satunya
52
52. Kambing Hitam
53
53. Sesuatu yang Lebih Besar
54
54. Pembicaraan Intens
55
55. Jodoh?
56
56. Apa Kurang Berarti?
57
57. Harga Diri
58
58. Rindu
59
59. Cerdas Menilai Situasi
60
60. Harusnya
61
61. Perasaan Aman
62
62. Pesan
63
63. Terlalu Dangkal
64
64. Cara Berbaikan
65
65. Sepenuhnya
66
66. Hiburan Pagi Hari
67
67. Antara Khawatir dan Cemburu
68
68. Tahanan
69
69. Klaim
70
70. Tunjukkan
71
71. Pijatan
72
72. Peringatan Terselubung
73
73. Melampiaskan Cemburu
74
74. Ketahuan
75
75. Ciuman Receh
76
76. Mengarahkan Target
77
77. Seni
78
78. Peringatan
79
79. Lebih Horor
80
80. Di Luar Dugaan
81
81. Bagaimana?
82
82. Karena Balas Budi
83
83. Mengelak
84
84. Hilang
85
85. Aksi Jalanan
86
86. Enggan
87
87. Toleransi
88
88. Jawaban Samar
89
89. Jangan-jangan...
90
90. Menjemput
91
91. Lima Menit
92
92. Tugas Baru
93
93. Akay - Bismo
94
94. Perang di Kegelapan
95
95. Mandi Malam
96
96. Kabar dari Bengkel
97
97. Telpon Misterius
98
98. Janji yang Tak Akan Pudar
99
99. Perang Dua Dunia
100
100. Informasi Valid

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!