3. Bendera Kuning

Pagi itu, aroma masakan khas desa memenuhi ruang makan. Aylin duduk di kursinya dengan wajah masam, sementara Akay menikmati sarapannya dengan tenang. Nenek Ros duduk di ujung meja, menatap keduanya dengan sorot mata penuh harapan.

"Aylin, ambilkan teh untuk suamimu," perintah Ros lembut.

Aylin melirik sekilas ke arah Akay sebelum menjawab datar, "Dia punya tangan sendiri."

Ros menghela napas panjang, menahan kesabarannya. "Aylin, Nak, tidak seharusnya kamu bersikap seperti ini."

Aylin meletakkan sendoknya dengan sedikit kasar, lalu menatap neneknya. "Nenek tahu pernikahan ini hanya paksaan. Dia bukan suamiku yang sebenarnya, jadi aku tidak perlu melayaninya."

Ros terdiam sesaat, lalu mengalihkan pandangannya ke Akay. "Maafkan cucuku, Akay. Dia memang keras kepala dan belum memahami arti pernikahan. Aku memohon padamu, bimbinglah dia, didiklah dia."

Akay yang sejak tadi hanya menyimak akhirnya bersuara, "Saya bisa mencoba, Nek. Tapi Aylin harus mau berubah."

Aylin mendengus dan bangkit dari kursinya. "Aku tidak mau mendengar ini lagi." Tanpa menoleh, ia melangkah keluar rumah, meninggalkan Ros dan Akay di meja makan.

Ros menghela napas berat, menatap cucunya yang semakin menjauh. "Maafkan Nenek, Aylin... Maaf karena terpaksa menyerahkanmu dalam pernikahan yang tidak kau inginkan. Tapi Nenek tak punya pilihan lain," batinnya. Ia kembali menghela napas yang terasa sesak, lalu beralih menatap Akay dengan penuh harap. "Akay, Nenek tahu pernikahan ini terjadi bukan atas kehendak kalian. Tapi ikatan yang telah kalian buat adalah sesuatu yang suci. Nenek memaksa kalian menikah, tapi bukan berarti Nenek ingin kalian menganggapnya permainan."

Akay menatap Ros dengan tatapan penuh tanya. "Kenapa Nenek begitu percaya pada saya? Kita baru bertemu, tapi Nenek menyerahkan cucu Nenek dan segalanya pada saya."

Ros tersenyum tipis, matanya menyiratkan sesuatu yang lebih dalam. "Nenek tidak akan menikahkan cucu Nenek, satu-satunya pewaris keluarga kami, dengan pria sembarangan."

Akay terdiam, mencerna kata-kata Ros. Dalam hatinya, ia bergumam, "Dia berkata seperti itu berarti dia sudah mencari tahu tentang aku. Siapa sebenarnya nenek ini?"

Setelah beberapa saat hening, Akay akhirnya bersuara, "Saya akan berusaha sebaik mungkin, Nek."

Ros tersenyum tipis, matanya menatap Akay dengan penuh keyakinan. "Nenek memang tidak salah menilaimu," katanya, lalu merogoh saku bajunya dan mengeluarkan sebuah kartu nama. Dengan gerakan pelan namun pasti, ia menyerahkannya kepada Akay. "Simpan baik-baik. Itu kontak orang kepercayaan Nenek. Jika suatu saat kamu butuh bantuan atau ingin tahu lebih jauh tentang keluarga kami, hubungi dia."

Akay menerima kartu itu, menatapnya sekilas. "Baik, Nek. Kalau begitu, saya pamit pergi bekerja."

Ros mengangguk, menatap punggung Akay yang menjauh dengan sorot mata penuh harapan. Ia tahu, meskipun pernikahan ini bukan pilihan Aylin, Akay adalah satu-satunya orang yang bisa menjaga cucunya saat ia tiada.

Ros menghela napas pelan, matanya masih mengikuti punggung Akay yang menjauh. Ia ingin percaya bahwa semua ini adalah keputusan terbaik. Bahwa Akay bisa menjaga Aylin. Tapi benarkah?

"Aku tahu tubuhku semakin lemah. Setiap pagi, aku bangun dengan nyeri yang semakin tajam di perutku, dan aku harus menahan diri agar tidak menunjukkan betapa menyiksanya ini. Aku bahkan tak yakin bisa bertahan seminggu ke depan. Tapi aku tak bisa pergi dengan tenang jika Aylin masih sendirian. Dia keras kepala, liar, dan selalu menolak untuk tunduk. Aku hanya bisa berharap Akay bisa menjaganya…."

***

Aylin melangkah dengan gontai menuju danau tersembunyi di balik rimbunan pohon, tak jauh dari desa. Napasnya berat, bukan karena lelah, tapi karena amarah yang belum juga mereda. Sejak pagi ia memilih menghilang, enggan pulang ke rumah karena hatinya masih panas—bukan hanya pada neneknya, tapi terutama pada Akay.

Ia berjalan tanpa tujuan, hanya mengikuti langkah kakinya yang terasa ringan meski kepalanya penuh beban. Begitu sampai di tepi danau, ia menjatuhkan diri dengan kasar di atas rerumputan. Jemarinya mencelup ke dalam air dingin, tapi itu tidak cukup untuk mendinginkan amarah yang berkecamuk di dadanya. Dengan sebal, ia menendang kerikil kecil ke permukaan air, menciptakan riak yang langsung menghilang—seperti kesabarannya yang habis dalam sekejap.

"Aku benci mereka," gerutunya pelan, lebih pada dirinya sendiri. "Kenapa sih, hidupku harus begini? Kenapa harus ada dia?"

Ia meraup air dan membasuh wajahnya, berharap dinginnya bisa menyadarkan dirinya, tapi tetap saja, bayangan Akay dengan wajah menyebalkan itu kembali memenuhi pikirannya.

"Kenapa harus dia? Kenapa bukan pria lain?" gerutunya dengan nada frustrasi.

Akay, pria yang usianya jauh di atasnya, sekarang adalah suaminya. Bukan atas keinginannya, tapi karena paksaan sang nenek. Aylin menggeram, menggenggam sejumput rumput dan mencabutnya dengan kasar. "Aku tidak akan membiarkan ini terus berlangsung. Aku harus menemukan cara agar dia menceraikanku."

Senyum perlahan terbit di wajahnya, senyum yang bisa disebut lebar—atau mungkin lebih tepat disebut licik. Jika Akay menceraikannya, maka ia tak hanya bebas, tapi juga kaya raya. Sesuai perjanjian yang mereka tandatangani, Akay harus membayar denda yang jumlahnya tidak sedikit jika memilih berpisah dengannya.

"Bayangkan saja... janda kembang muda dan kaya raya. Hidupku akan jauh lebih menyenangkan tanpa pria menyebalkan itu," bisiknya, matanya berkilat penuh perhitungan.

Ia mulai merancang berbagai skenario dalam kepalanya. Skenario yang akan membuat Akay begitu muak dan menyerah hingga memilih untuk menceraikannya.

Tanpa sadar, waktu berlalu begitu cepat. Langit telah berubah menjadi oranye keemasan, dan bayangan pohon di tepi danau semakin memanjang. Aylin menarik napas dalam, memeluk lututnya sendiri. Ia tak berniat pulang dulu. Tidak sampai ia benar-benar menemukan cara yang sempurna untuk melepaskan diri dari pernikahan yang menyebalkan ini.

***

Akay menghela napas panjang saat mobilnya memasuki pekarangan rumah Nenek Ros. Hari yang panjang dan melelahkan ini belum berakhir, karena di dalam rumah itu ada seorang gadis keras kepala yang bahkan enggan mengakui dirinya sebagai suami.

Ia mendesah, memijat pelipisnya. "Mungkin... sepertinya hidupku bakal lebih dramatis daripada sinetron azab subuh-subuh."

Namun, sebelum ia sempat memarkirkan mobilnya dengan benar, seorang wanita paruh baya, ART nenek Ros, bergegas keluar dari rumah dengan wajah panik. Ia berlari menghampiri mobil Akay dan mengetuk kaca jendela dengan napas memburu.

"Tuan Akay! Cepat masuk! Nenek Ros jatuh!" serunya dengan suara gemetar.

Jantung Akay mencelos. Tanpa pikir panjang, ia keluar dari mobil dan berlari masuk ke dalam rumah, mengikuti wanita itu.

Di ruang tengah, ia melihat sosok nenek Ros tergeletak di lantai. Tubuh renta itu tampak lemah, napasnya tersengal, dan matanya setengah terpejam. Akay segera berlutut di sampingnya, tangannya hendak mengangkat tubuh wanita tua itu dengan hati-hati.

Namun, sebelum ia sempat berbuat lebih jauh, nenek Ros meraih tangannya dengan sisa tenaga yang ia miliki. Cengkramannya lemah, tetapi cukup untuk menghentikan gerakan Akay.

"Tolong... jaga Aylin..." suara nenek Ros lirih, terputus-putus. Setiap kata yang keluar dari bibirnya terasa seperti perjuangan.

Akay menelan ludah, hatinya mencelos. "Nenek, tahan dulu! Aku akan membawamu ke rumah sakit!"

Nenek Ros tersenyum samar, tatapannya mulai kosong. Napasnya tersengal, semakin melemah. Bibirnya sedikit bergerak, ingin mengatakan sesuatu, tetapi suara tak lagi keluar. Matanya perlahan tertutup.

"Nenek? Nenek!" Akay mengguncang tubuh wanita itu dengan panik.

ART yang berdiri tak jauh dari mereka membekap mulutnya, tubuhnya gemetar menyaksikan kejadian di depan matanya.

Detik demi detik berlalu, dan kesunyian yang mencekam melingkupi ruangan. Tak ada lagi tarikan napas dari nenek Ros. Waktu seakan berhenti saat kenyataan menghantam Akay seperti badai yang tak terduga.

Nenek Ros... telah tiada.

Akay terdiam, menatap wajah tenang wanita tua itu yang baru saja pergi meninggalkan dunia ini. Ia menggertakkan giginya, menelan kesedihan yang tiba-tiba mencengkeram dadanya. Dalam hatinya, ia tahu—janji yang barusan diucapkan oleh Nenek Ros adalah titah terakhirnya. Ia harus menjaganya.

Ia harus menjaga Aylin.

...🌟🌟🌟...

..."Saat kita muda, kita sering memberontak terhadap batasan orang tua. Saat kita dewasa, kita merindukan batasan itu sebagai bukti cinta dan perhatian mereka."...

..."Cinta orang tua adalah kompas yang mungkin terasa mengikat saat kita muda, tetapi akan selalu menuntun kita pulang saat kita tersesat."...

...🌸❤️🌸...

.

To be continued

Terpopuler

Comments

sum mia

sum mia

sebenarnya nenek Ros nih sakit apa thor ... setelah menikahkan cucunya dia trus pergi meninggalkan dunia ini .
gimana reaksi si Aylin saat pulang kerumah ternyata neneknya sudah tiada . apakah dia syok dan sedih atau merasa senang karena merasa sudah tidak ada lagi yang mengatur dan menegurnya .

lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍

2025-02-26

4

Fadillah Ahmad

Fadillah Ahmad

Saat inikan Aylin dan Akay di Desa,kak Nana,aku ingin melihat Khaira lagi,setelah pulih dari Amnesianya Kak. Apakah Buntalan dan Nawang Masih hidup nggk ya? Setelah sekian Purnama tidak mendengar kabar Mereka. 😁😁😁

2025-02-26

1

Anitha Ramto

Anitha Ramto

Aylin kamu kepala batu banget..nenek kamu meninggal dan kamu pergi..akan menyesalkah kamu..

siapakah nenek Ros sebenarnya,dan Aylin Putrinya siapa??

2025-02-26

1

lihat semua
Episodes
1 1. Kecelakaan Jebakan
2 2. Pernikahan Tanpa Cinta
3 3. Bendera Kuning
4 4. Amplop
5 5. Kabur
6 6. Tawuran
7 7. Tak Pernah Belajar
8 8. Tiket ke Neraka Kesabaran
9 9. Menyenangkan dan Menyebalkan
10 10. Godaan
11 11. Takut Tidur
12 12. Sejak Kapan?
13 13. Janda Genit
14 14. Tumirah Caper
15 15. Pagi yang Menyenangkan
16 16. Sengaja
17 17. Dicecar
18 18. Insiden Handuk
19 19. Perdebatan Diatas Ranjang
20 20. Mencari Kehangatan
21 21. Cemburu
22 22. Taruhan
23 23. Kejutan di Garis Finis
24 24. Hotel?
25 25. Nurut?
26 26. Calon Suami
27 27. Ending yang Sama
28 28. Gara-gara Suami
29 29. Balapan Lagi
30 30. Akay Datang
31 31. Hancurkan
32 32. Rencana Busuk
33 33. Topik Utama
34 34. Pujian
35 35. Memilih Diam
36 36. Pesta Ultah
37 37. GPS
38 38. Mabuk
39 39. Mengamankan
40 40. Konsekuensi
41 41. Skenario Baru
42 42. Permintaan Maaf
43 43. Pisah Ranjang
44 44. Menyerah atau Bertahan?
45 45. Akay dan Bismo
46 46. Menolak
47 47. Rencana Lain
48 48. Bukan Pertama Kalinya?
49 49. Panik
50 50. Lebih Rendah dari Sampah
51 51. Satu-satunya
52 52. Kambing Hitam
53 53. Sesuatu yang Lebih Besar
54 54. Pembicaraan Intens
55 55. Jodoh?
56 56. Apa Kurang Berarti?
57 57. Harga Diri
58 58. Rindu
59 59. Cerdas Menilai Situasi
60 60. Harusnya
61 61. Perasaan Aman
62 62. Pesan
63 63. Terlalu Dangkal
64 64. Cara Berbaikan
65 65. Sepenuhnya
66 66. Hiburan Pagi Hari
67 67. Antara Khawatir dan Cemburu
68 68. Tahanan
69 69. Klaim
70 70. Tunjukkan
71 71. Pijatan
72 72. Peringatan Terselubung
73 73. Melampiaskan Cemburu
74 74. Ketahuan
75 75. Ciuman Receh
76 76. Mengarahkan Target
77 77. Seni
78 78. Peringatan
79 79. Lebih Horor
80 80. Di Luar Dugaan
81 81. Bagaimana?
82 82. Karena Balas Budi
83 83. Mengelak
84 84. Hilang
85 85. Aksi Jalanan
86 86. Enggan
87 87. Toleransi
88 88. Jawaban Samar
89 89. Jangan-jangan...
90 90. Menjemput
91 91. Lima Menit
92 92. Tugas Baru
93 93. Akay - Bismo
94 94. Perang di Kegelapan
95 95. Mandi Malam
96 96. Kabar dari Bengkel
97 97. Telpon Misterius
98 98. Janji yang Tak Akan Pudar
99 99. Perang Dua Dunia
100 100. Informasi Valid
Episodes

Updated 100 Episodes

1
1. Kecelakaan Jebakan
2
2. Pernikahan Tanpa Cinta
3
3. Bendera Kuning
4
4. Amplop
5
5. Kabur
6
6. Tawuran
7
7. Tak Pernah Belajar
8
8. Tiket ke Neraka Kesabaran
9
9. Menyenangkan dan Menyebalkan
10
10. Godaan
11
11. Takut Tidur
12
12. Sejak Kapan?
13
13. Janda Genit
14
14. Tumirah Caper
15
15. Pagi yang Menyenangkan
16
16. Sengaja
17
17. Dicecar
18
18. Insiden Handuk
19
19. Perdebatan Diatas Ranjang
20
20. Mencari Kehangatan
21
21. Cemburu
22
22. Taruhan
23
23. Kejutan di Garis Finis
24
24. Hotel?
25
25. Nurut?
26
26. Calon Suami
27
27. Ending yang Sama
28
28. Gara-gara Suami
29
29. Balapan Lagi
30
30. Akay Datang
31
31. Hancurkan
32
32. Rencana Busuk
33
33. Topik Utama
34
34. Pujian
35
35. Memilih Diam
36
36. Pesta Ultah
37
37. GPS
38
38. Mabuk
39
39. Mengamankan
40
40. Konsekuensi
41
41. Skenario Baru
42
42. Permintaan Maaf
43
43. Pisah Ranjang
44
44. Menyerah atau Bertahan?
45
45. Akay dan Bismo
46
46. Menolak
47
47. Rencana Lain
48
48. Bukan Pertama Kalinya?
49
49. Panik
50
50. Lebih Rendah dari Sampah
51
51. Satu-satunya
52
52. Kambing Hitam
53
53. Sesuatu yang Lebih Besar
54
54. Pembicaraan Intens
55
55. Jodoh?
56
56. Apa Kurang Berarti?
57
57. Harga Diri
58
58. Rindu
59
59. Cerdas Menilai Situasi
60
60. Harusnya
61
61. Perasaan Aman
62
62. Pesan
63
63. Terlalu Dangkal
64
64. Cara Berbaikan
65
65. Sepenuhnya
66
66. Hiburan Pagi Hari
67
67. Antara Khawatir dan Cemburu
68
68. Tahanan
69
69. Klaim
70
70. Tunjukkan
71
71. Pijatan
72
72. Peringatan Terselubung
73
73. Melampiaskan Cemburu
74
74. Ketahuan
75
75. Ciuman Receh
76
76. Mengarahkan Target
77
77. Seni
78
78. Peringatan
79
79. Lebih Horor
80
80. Di Luar Dugaan
81
81. Bagaimana?
82
82. Karena Balas Budi
83
83. Mengelak
84
84. Hilang
85
85. Aksi Jalanan
86
86. Enggan
87
87. Toleransi
88
88. Jawaban Samar
89
89. Jangan-jangan...
90
90. Menjemput
91
91. Lima Menit
92
92. Tugas Baru
93
93. Akay - Bismo
94
94. Perang di Kegelapan
95
95. Mandi Malam
96
96. Kabar dari Bengkel
97
97. Telpon Misterius
98
98. Janji yang Tak Akan Pudar
99
99. Perang Dua Dunia
100
100. Informasi Valid

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!