CAPTER 9
SIANG MENJELANG SORE
Berjalanlah Angga dengan langkah pelan mencapai pintu kamar, cukup sampai disana tak melangkah ke dalam lagi.
"Lusi, aku balik dulu ya! Khawatir ibu marah!" ucap Angga berpamitan setelah selesai sholat subuh. Laki-laki itu sudah berjanji pada ibunya dan ia berusaha menepati janji itu.
"Salam buat Ibu," kata Lusi, ia tak melarang Angga pulang karena tahu salah bagi laki-laki itu jika tidak pulang apalagi ia sudah menginap.
Lusi mengantar Angga hingga depan pintu, ia bahkan tetap berdiri di sana sampai laki-laki itu tak terlihat lagi seiring pintu lift tertutup. Kemudian kembali dan menutup pintu apartemen melanjutkan tidur malasnya selama hari libur.
Di bawah apartemen Angga masih menyempatkan diri menelfon Lusi sembari menunggu ojek online. Serasa tak sanggup berpisah walau hanya beberapa saat lamanya.
"Iya, ada apa? Apa ada yang ketinggalan?" seru Lusi begitu mengangkat panggilan masuk.
"Nggak ada cuma mastikan aja kamu sudah masuk lagi apa belum?!" kata Angga.
"Ohh ... Aku pikir ada yang ketinggalan!" ujar Lusi menanggapi.
“Emang ada yang ketinggalan juga sih….” Ucap Angga agak datar suaranya.
“Apa?” balas Lusi bertanya singkat dan serius.
“Hatiku….” Ucap Angga dengan berbisik ke ponsel. Lusi tertawa kecil mendengarnya, ia tak memiliki kata-kata untuk membalas gombalan Angga. Kembali Angga bersuara namun kali ini nada suaranya terdengar berbeda, serius.
"Kalo ada yang ketuk pintu jangan langsung dibuka, lihat dulu ke layar pc!" kata Angga mengingatkan. Laki-laki itu mulai protektif dalam segala hal terlebih menyangkut keamanan.
"Kenapa? Apa ada orang dengan gelagat aneh di bawah sana?! Apa pengamanan di bawah sudah sangat longgar?" tanya Lusi ketakutan.
"Nggak ada cuma aku khawatir aja, nggak tenang ninggalin kamu sendirian!" seru Angga.
"Jangan parno deh, udah dulu aku mau lanjut tidur!" kata Lusi dan mengakhiri panggilan.
Tak seberapa lama ojek yang dipesan datang juga, lekas laki-laki itu naik ke boncengan motor. Menerobos dinginnya udara subuh untuk kembali ke rumah sebelum matahari muncul dan murkalah ibu Gufro. Angga tak membuat suara saat masuk ke rumah lewat pintu samping yang bersebelahan dengan dapur. Ia hafal jika pintu itu tak pernah terkunci lagi setelah subuh, ibu Gufro pasti lagi berada di dapur dan itu termasuk jalur keluar masuk dirinya berbelanja ke tukang sayur, menyiapkan sarapan untuk seluruh anggota rumah.
"Ibu...." panggil Angga dengan suara rendah, berjalan mendekat ke ibunya yang sudah terlihat sibuk.
Ibu Gufro menoleh sebentar, lalu memalingkan muka saat berucap menanggapi panggilan rendah Angga tadi. Lega akhirnya anak lelakinya pulang juga namun perasaan marah masih ada, menempel di dada.
"Ibu pikir kamu bakal lupa yang mau pulang," ucapnya jelas menyindir sekaligus menegur anaknya. Ia sama sekali tak suka dengan apa yang dilakukan Angga walau semalam ia melunak dan tak melarang putranya itu menginap. Namun sepanjang malam ia tak bisa tidur, memikirkan putra bersama seorang wanita dan tidak tahu apa yang mereka lakukan.
"Ibu ... Jangan bilang gitu...." ujar Angga, berjalan semakin mendekat namun ibu Gufro mengabaikan dirinya.
"Ingat! Bawa dia ke sini nanti malam, ibu nggak mau ada penolakan!" kata ibu Gufro, menagih janji Angga semalam.
"Iya...." sahut Angga, dipeluknya ibu Gufro yang masih tak mau menoleh.
Ujung hidung ibu Gufro samar-samar mengendus sesuatu dari aroma tubuh anak lelakinya tersebut, sontak ia melepaskan pelukan manja putranya yang sedang merayu, meminta maaf. Kemudian ibu Gufro tiba-tiba berbalik badan, mengerutkan dahi kala mengamati Angga dari ujung kaki sampai ujung rambut. Angga tak nyaman dengan tatapan itu, terlebih sorot mata ibu Gufro seolah menelanjangi dirinya. Dalam keadaan bingung, tak paham maksud dari tatapan itu ia pun tak mampu hanya berdiam saja.
"Ibu...." gumam Angga mencoba menyadarkan kembali ibu Gufro.
"Angga, bau parfumnya siapa ini? Wanita itu kan?!" cerca ibu Gufro, menuntut penjelasan lebih saat itu juga.
"Gimana ini ceritanya parfum perempuan itu nempel segitunya ke kamu?" imbuh ibu Gufro padahal pertanyaan yang sebelumnya belum dijawab.
"Ibu ... Wajar kan kalo cewekku meluk aku? Atau aku meluk dia?!" Angga malah balik bertanya.
"Kenapa sampek nempel gini baunya?! Ibu nggak percaya kalo hanya meluk doang! Jangan macam-macam kamu, ingat kamu punya adik perempuan juga!" tanya ibu Gufro membalas sekaligus memarahi dan menegur.
"Ibu ini ... Yang pasti aku meluk dia mulai di bandara, di mobil di ... di tempatnya juga! Tapi sumpah Bu nggak ada hal buruk terjadi!" tutur Angga menjelaskan namun ibu Gufro belum juga puas.
"Ibu meluk bapakmu nggak nempel gini baunya?!" ujar ibu Gufro masih tak puas.
Angga melempar senyum tipis, sambil beranjak pergi dari hadapan ibunya laki-laki itu memberi tanggapan. "Ya bedalah antara parfumnya dia sama Bapak...." ucapnya, telinga ibu Gufro seperti kesengat listrik saat mendengar pengakuan itu.
Tangannya yang masih memegang kacang panjang ia pukulkan ke punggung Angga segera. Sementara mulutnya mengomel memarahi anak lakinya tersebut. Angga mengusap punggungnya yang kesakitan namun tak berhenti langkahnya. Tetap saja ia melangkah mengabaikan omelan di belakang yang belum juga surut.
Pagi semakin cerah, waktunya bagi Angga berangkat menjemput Naura di rumah. Setelah memastikan penampilannya di depan cermin lemari laki-laki itu bergegas keluar kamar. Tidak seperti biasanya ia bersiap-siap mulai sedari pagi tapi masih tertinggal dengan yang lain di rumah itu. Di ruang makan semua sudah berkumpul, tinggal menunggu dirinya yang belakangan muncul.
"Wah ganteng banget nih kakakku, ada apa gerangan?!" ujar Ira menggoda Angga yang penampilannya agak berbeda pagi ini, lebih dari sekedar rapi.
"Apa pagi-pagi udah mau ngegosip?!" sahut Angga, kemudian menyeret kursi sebelah adik perempuannya tersebut.
"Bu, nanti malam buatkan nasi goreng kayak dulu itu ya?!" pinta Angga. Ibu Gufro mengangkat kepala memandang anak laki-lakinya yang nampak ganteng kemudian melempar senyum singkat.
"Ada apa ini gerangan antara Ibu sama Kakak?" sahut Ira penasaran.
"Sudah sarapan! Entar kakakmu bisa telat ke rumah bosnya!" tegur pak Hendra, menyudahi obrolan di meja makan pagi itu.
Saat sudah selesai sarapan Angga segera pamit meninggalkan rumah. Langkah penuh semangat ke luar dari ruang tamu menuju garasi samping. Mengeluarkan motor yang sudah dipanaskan dan segera tancap gas. Ibu Gufro hanya mampu menyaksikan putranya yang kini tengah dikelilingi cinta. Dalam hati ia mengucapkan do’a untuk kebaikannya dan juga cintanya kini.
Setibanya di rumah Naura seperti biasa ia menunggu di luar tak pernah masuk ke dalam terkecuali diminta oleh si Empunya rumah. Andik kala itu tak memiliki jam pagi lantaran ada kegiatan di sekolah. Mendengar suara motor Angga laki-laki itu keluar, mengajaknya duduk di teras sambil menunggu Naura yang masih bersiap-siap di kamarnya.
"Ngomong-ngomong mas Angga ini nggak punya cewek ya?!" tanya Andik, iseng sekaligus penasaran.
Angga melirik sebentar sebelum mengarahkan kembali pandangannya ke depan sewaktu menjawab pertanyaan yang diajukan Andik. Tak pernah terlintas di pikirannya akan mendapat pertanyaan demikian, dadakan lagi.
"Kenapa tanya hal semacam ini?!" sahut Angga balik bertanya. Bingung harus menjawab bagaimana.
"Ya ... Soalnya Mba nggak pernah cerita soal mas sama ceweknya! Jadi saya pikir mas masih jomblo!" jawab Andik menjelaskan.
Angga tersenyum lebar namun ia tak memberikan jawaban dari apa yang ditanyakan barusan. Mulut Andik kembali terangkat hendak berucap namun keduluan datangnya Naura dari belakang. Wanita itu langsung menyapa Angga dan menyerahkan kunci.
"Jam berapa kamu ke sekolahnya Dik?" tanya Naura melihat Andik masih santai dan belum berpakaian rapi.
"Jam sembilan Mba pagi ini ada kegiatan, dalam tiga hari kedepan sih! Kesananya juga nggak ngajar cuma tugas jaga aja!" jawab Andik.
“Oh mba duluan ya!" seru Naura berjalan menuruni undakan menuju garasi yang sudah terbuka.
Andik ikutan bangkit begitu halnya dengan Angga, langkahnya agak cepat menyusul Naura yang lebih dulu mencapai garasi. Saat mobil kuning itu tak nampak lagi Andik kembali ke dalam rumah, bersiap-siap berangkat ke sekolah setelahnya.
Naura dan Angga sudah tiba di butik, kedua orang itu berpisah setelah tangga kedua menuju ruang kerja masing-masing. Begitu berada di ruang kerjanya Naura langsung menghubungi Lusi, hari ini mereka berdua ada pekerjaan dan ini bisa dibilang sumbangan cuma-cuma dari Lusi.
"Gimana sudah siap?!" tanya Naura.
"Ini baru aja keluar dari kamar mandi, mungkin setengah jam lagi aku nyampek di sana." Lusi langsung melempar ponsel ke kasur, berdandan cepat agar Naura tak terlalu lama menunggu.
Dulu ia pernah berjanji saat wanita itu membuka bisnis fashion online ia akan menyumbangkan dirinya menjadi model. Kini saatnya menepati janji itu dan ia sudah bersepakat dengan Naura beberapa hari sebelum ia membeli tiket.
Setengah jam lebih akhirnya wanita itu sampai di butik, segera ia menaiki tangga menuju lantai tiga menemui Naura di ruang kerja. Pemotretan itu sendiri akan diambil di apartemen Naura, disana pak Said yang diminta menemani kru sudah tiba sedari tadi. Dan semua itu tak lepas dari campur tangan Angga, laki-laki itu yang selama ini dipercaya mengatur segala hal berkaitan dengan bisnis online. Namun ia tak tahu jika Lusi menjadi salah satu model kali ini.
"Sudah siap semuanya?" tanya Lusi mengagetkan Naura yang tengah sibuk dengan pekerjaan.
Kepalanya terangkat segera, mengalihkan pandangan ke Lusi yang berjalan mendekat. Senyum Naura mengembang pekerjaan yang tadi ia garap sekita terabaikan. Ia bangkit dari kursi putar melangkah maju dan memeluk sahabatnya itu.
"Tambah seksi aja dirimu!" puji Naura saat kedua tangannya sudah terlepas memeluk Lusi.
"Masak sih?! Sudahlah ayo buruan!" seru Lusi.
Sambil berjalan keluar Naura menghubungi Angga yang masih berada di ruang kerja terpisah. Di samping menghubungi laki-laki itu ia dan Lusi singgah ke sana menjemput Angga yang tengah bersiap-siap meninggalkan meja kerja.
Senyum Angga terjalin sempurna melihat kehadiran dua wanita berjalan ke arahnya. Naura menyapa staf di sana sambil melangkah mendatangi Angga yang berdiri mematung di dekat meja.
"Mr. Angga ayo!" seru Naura, Angga tak menjawab ia masih setia melempar senyum membuat Naura keheranan.
"Wah kayaknya Angga terkesima dengan kecantikan mu, Lus!" ucapnya kemudian saat menyadari senyum laki-laki itu tertuju pada temannya. Bukan pada dia seorang.
Baik Lusi ataupun Angga sama-sama tersipu malu, kompak keduanya menundukkan wajah. Untuk kedua kalinya Naura keheranan, diamatinya mereka berdua namun tak berpikir lebih jauh lagi apalagi memiliki kecurigaan. Sebaliknya ia meminta Angga segera membawa mereka berdua ke apartemen.
Saat mencapai lantai satu masih seperti biasanya Naura selalu menyempatkan diri mampir sebentar, sekedar menyapa dan berbincang singkat dengan Lisa.
“Mba gimana soal desain buat putrinya pak Candra?” tanya Lisa teringat.
“Sudah aku kirim tadi pagi, apa pak Candra hubungin kamu?” tanya Naura balik.
“Iya, katanya ada perubahan entahlah apa itu! Aku sudah buatkan janji besok siang sama Mba!” jawab Lusi sekaligus menginformasikan.
“Ok, makasih Lis … aku lihat pemotretan dulu ya!” seru Naura sekaligus pamit.
“Iya Mba, hati-hati di jalan!” balas Lisa.
Semua orang sudah berkumpul, kru fotografer dan tata rias sudah berada di pos masing-masing. Pak Said yang diminta menjaga apartemen setidaknya sampai Naura datang juga sudah standby dari tadi pagi setelah mengantar pak Malik ke kantor.
Mereka bertiga melangkah masuk dan menyapa mereka semuanya termasuk pak Said. Segera pak Said pamit begitu tugas yang diberikan sudah rampung. Naura membawa Lusi ke kamar dimana tim yang akan meriasnya sudah siap, begitu halnya tiga model lainnya.
Di luar Angga memeriksa semua kesiapan termasuk berbincang mengenai tema pemotretan hari itu, sekedar mengingatkan kembali. Setelah agak lama menunggu selesai juga akhirnya, Lusi diikuti beberapa orang keluar dari kamar rias termasuk tiga model. Ada tiga baju yang akan ia kenakan dalam pemotretan tersebut, selebihnya tiga model lain yang mengenakan. Gaun pertama yang ia kenakan tak lain adalah gaun pengantin warna pastel model ball gaun menjuntai ke bawah bak princess, rambut panjangnya disanggul acak semakin menambah kesan seksi pada dirinya.
Di depan kamera ia berdiri membelakangi, dengan buket bunga di tangan ia menoleh ke belakang tepatnya ke kamera. Senyum tipis tersimpul di wajahnya sedangkan sorotan matanya ia tujukan hanya pada lelaki penakluk hatinya kini. Angga terhipnotis dengan pose Lusi memakai gaun pengantin, di memori otaknya kini tengah diputar sebuah adegan mereka berdua melangkah menuju pelaminan.
Angga terus mencuri pandang saat Lusi mulai bergerak di depan kamera lagi dengan gaun berbeda. Hatinya dibuat gundah memikirkan dan membayangkan hari yang diimpikan menjadi nyata. Naura yang terlalu fokus pada pemotretan tak sadar akan hal itu. Sampai siang menjelang Naura meminta waktu rehat sejenak sebelum dilanjutkan kembali. Ia juga sudah meminta pengaturan mengenai makan siang pada Angga, sembari menunggu makan siang dihantar Naura menyelinap ke kamar lain, Lusi juga ditarik ke sana.
"Aku sholat duluan ya!" ucapnya sambil melepas jam tangan yang dipakai.
"Ok, numpang kasurnya ya!" seru Lusi dan merentangkan tubuhnya ke atas kasur.
Teringat dengan Angga di luar sana Lusi tak jadi rebahan, lekas ia bangun dan menyelinap keluar kamar. Bola matanya mengitari sekeliling ruangan mencari keberadaan Angga yang ternyata berada di balkon, bersandar di sana seorang diri. Cepat-cepat Lusi melangkah mendatangi laki-laki merana tersebut. Menyelipkan tangan kanan ke pinggang laki-laki itu perlahan, Angga sontak menoleh. Senyumnya langsung mengembang mendapati sosok wanita yang ia cintai berani datang.
"Kenapa menyendiri?" tanyanya.
"Lagi berpikir gimana caranya deketin kamu, juga meminang mu!" jawabnya menggoda Lusi.
"Ohh benarkah?!" ucap Lusi bergerak mendekat namun langsung didorong oleh Angga yang tak ingin ada orang melihat keduanya terutama Naura.
"Kenapa?" tanya Lusi, ia sedikit kecewa namun setelah mendapat penjelasan dari Angga wanita itu mencoba memahami situasinya.
"Oh iya ... Nanti malam aku jemput kamu! Pakai pakaian yang indah tapi dilarang seksi!" ucap Angga teringat dengan perintah ibunya tadi pagi.
"Ok tapi ada syaratnya!" ucap Lusi.
Angga yang enggan menuruti ia meminta wanita itu segera berlalu sebelum Naura datang mencari. Dengan amat berat Lusi melangkah pergi dari balkon, namun baru dua langkah berjalan ia sengaja menghentikan langkah kakinya. Berputar menghadap Angga yang menghadap padanya dan secepat kilat mendaratkan kecupan singkat ke pipi laki-laki itu.
"Aku akan siap jam enam tiga puluh, jangan sampai telat!" ucapnya sebelum melangkah pergi.
Angga tak membalas hanya melempar senyum tipis dan memperhatikan kekasihnya berjalan cepat menjauh dari balkon, kembali ke kamar. Naura tengah menunaikan sholat kala itu sehingga Lusi memperlambat langkah kaki agar tak menimbulkan suara. Ia menghilang di balik kamar mandi sembari menunggu Naura selesai sholat dan bergantian meminjam mukenah.
"Aku keluar duluan ya Lus," seru Naura saat dirinya sudah selesai sementara Lusi baru saja menunaikan sholat.
"Ok, aku segera menyusul!" ucap Lusi.
Tak berselang lama Lusi keluar dari kamar menghampiri semua orang yang sedang santap siang bersama. Sigap Angga bergeser memberi ruang pada wanita itu saat ia melangkah mendatangi Naura yang duduk di samping dirinya.
"Ohh ini makananmu! Aku minta Angga memilih menu yang tak berpengaruh pada berat badan model satu ini" ucap Naura dan menyerahkan kotak makanan.
Sebenarnya ada tiga model lagi di sana, mereka juga dipesankan makanan yang berbeda dari yang lainnya. Tiga model itu sudah partner kerja Naura dan Lusi hanya menjadi model tamu. Salah satu fotonya nanti akan dipasang menjadi cover iklan produk di blog dan juga katalog bulan datang.
"Ngomong-ngomong kita belum teken kontrak nih!" seru Naura, menyadari jika itu adalah bagian dari profesi Lusi dan ia juga harus bersikap profesional.
"Sudah aku bilang sebelum kamu buka bisnis ini ... Saatnya aku menepati janji!" sahut Lusi, Angga hanya diam menjadi pendengar diantara percakapan keduanya.
"Mana bisa gitu, untuk foto cover blog fashion aku tetap akan membayar sebagaimana prosedurnya, untuk yang lain aku anggap itu cuma-cuma!" kata Naura, tertawa kecil karena berhasil menjahili temannya tersebut.
"Ok, berhubung aku teman yang baik jadi aku bakal kasih kamu diskon kontrak!" balas Lusi.
"Berapa harga untuk foto cover iklan itu?" tanya Naura langsung ke inti.
Lusi melempar senyum, ia tak menanggapi malah fokus kembali pada makanan di meja. Tak mendapat jawaban dari temannya Naura meminta Angga mencari tahu mengenai bayaran yang diterima Lusi untuk pemotretan majalah, iklan dan lainnya tepat di hadapan Lusi. Tujuannya tak lain memancing wanita itu bersuara, memberi jawaban.
"Tak perlu segitunya ke teman, Kau tentukan sendiri berapa jumlahnya dulu terus ajukan ke aku, kalo deal aku langsung teken kontrak! Lagian mana ada kontrak dibuat setelah pekerjaan selesai Nona!" kata Lusi akhirnya memberi jawaban.
“Ini aliran baru di dunia bisnis,” balas Naura.
Sementara mereka bertiga belum beranjak dari kursi, yang lain di apartemen itu mulai melanjutkan kembali pemotretan. Lusi yang sudah menyelesaikan pemotretan tadi tak beranjak dari duduknya.
"Pemotretannya diselesaikan hari ini, Ra?!" tanya Lusi, memperhatikan model yang sedang meragakan busana di depan kamera foto.
"Ya enggaklah, lanjut besok lagi! Terlalu diforsir entar hasilnya nggak bagus!" jawab Lusi.
Setelah menjawabnya Naura bangkit dari kursi, ia mendatangi kru pengambilan gambar sekaligus mengamati dan memeriksa hasil dari foto yang diambil. Tinggalah Lusi dan Angga dikursi itu, namun mereka berdua tak berani menunjukkan hubungan mereka. Hanya duduk diam dan turut menyaksikan pemotretan.
Tiba-tiba tangan kiri Lusi bergerak ke samping, meraih paha Angga mencari keberadaan tanganya yang tergantung di tengah kedua pahanya yang terbuka. Bola mata Lusi melirik saat apa yang dicari tak didapat. Sama dengannya Angga juga menundukkan pandangan, saat tangan Lusi bergerak mendekati kedua tangannya dengan cepat ia berganti posisi. Menyandarkan tubuhnya ke kursi, Lusi yang kaget tersentak ke depan hampir terjatuh ke paha laki-laki itu, syukurlah ia bisa menyeimbangkan diri.
"Awas kamu!" ucap Lusi, menekan nada suara dan melotot ke Angga yang malah bersikap seolah tak memperhatikan dirinya.
Merasa tertantang Lusi terus menggodanya dengan gerakan tangan yang memancing sehingga Angga tak nyaman duduknya. Sering ia berganti posisi atau sekedar menggeliat, tak jarang juga ia menarik jauh tangan Lusi namun wanita itu berkeras diri.
Sampai tiba-tiba Lusi menarik tangannya dari perut Angga, berdiri kemudian berjalan menemui Naura yang terlarut dengan kesibukan. Angga mengerutkan dahi, melihat Lusi yang beranjak menjauh darinya.
"Ra, aku balik duluan ya!" ucap Lusi, pamit.
Naura menoleh, "Oh sorry kamu jadi dicuekin sama aku!" ucapnya.
"Santai, aku duluan ya!" sahutnya dan pamit lagi.
Naura mengantar Lusi namun saat melewati kursi dimana Angga masih duduk di sana Naura meminta laki-laki itu mengantar Lusi kembali ke apartemen. Tentu tak ada penolakan dari Angga, lekas ia bangun dari duduknya dan berjalan mendatangi keduanya.
"Sampai ketemu nanti ya!" seru Naura, berdiri di depan pintu memperhatikan Lusi dan Angga berjalan ke lift.
Saat sudah berada di tempat parkir Lusi mulai berulah lagi, ia terus menggoda Angga yang tadi berani menjahili dirinya. Angga masih tak menanggapi bahkan mencegah Lusi yang terus menempel. Namun itu hanya akal-akalannya saja, saat sudah memasuki mobil ia malah menarik Lusi kepelukan.
"Saatnya melakukan pembalasan!" ucapnya.
Kali ini Lusi yang tak menanggapi, ia mendorong Angga sekuat tenaga soraya berucap, "Awas mobil ini ada kameranya!" kata Lusi mengingatkan.
Dilepasnya tubuh Lusi segera, lalu menyalakan mobil dan melanju kencang meninggalkan apartemen untuk mengantar Lusi kembali ke apartemennya.
"Kemana aku antar kamu ini?" tanya Angga, khawatir Lusi ada acara lain sebelum pulang.
"Langsung ke apartemen aja!" jawab Lusi.
"Ohh...." gumam Angga, tidak bersuara lagi setelahnya.
Lusi juga tak bersuara hanya fokus menatap ke depan dan itu bertahan sampai mobil kuning itu sampai di lobi apartemen dan keduanya keluar dari mobil.
"Aku balik dulu," ucap Angga segera pamit. Namun raut wajah Lusi tak mengijinkan, kalah juga Angga pada akhirnya.
Keduanya berjalan memasuki lobi apartemen menuju lift, saat sudah di dalam tangan Lusi meraih lengan Angga. Melingkar ketat di sana dan menyandarkan kepala ke pundak laki-laki itu.
"Aku pengen hubungan kita ini terbuka, biar bebas meluk kamu!" ucapnya, hati Angga tersentuh namun untuk saat ini ia kurang percaya diri apalagi jika Naura mengetahui hubungan mereka berdua.
"Tunggulah sampai aku layak dipamerkan olehmu," ucap Angga membalasnya.
"Ok, aku harus bersabar menanti hari itu," seru Lusi.
Keduanya keluar dari pintu lift, berjalan ke apartemen miliknya dan Lusi tak mau melepaskan lilitan kedua tangannya tersebut bahkan hingga masuk ke dalam. Saat pintu kembali tertutup tiba-tiba Lusi membuat pergerakan spontan, mencium pipi Angga.
"Apa Kamu langsung balik?" tanyanya dengan nada sedih.
"Iya, aku harus kembali kerja!" jawab Angga.
"Ok sampai ketemu nanti malam...." seru Lusi rendah, Angga kembali mendekat ke pintu untuk keluar dan Lusi mengantarnya.
Tatapan mata wanita itu kembali meluluhkan hati Angga, ia yang sudah melangkah keluar berbalik lagi ke depan pintu. Menarik Lusi ke pelukan dan mendaratkan ciuman ke bibirnya yang sudah merekah. Dengan sendirinya kedua insan itu kembali bergerak ke dalam dan pintu juga kembali tertutup. Seolah tak mau melepaskan diri, Angga membawa tubuh Lusi menepi sampai bersandar ke dinding tembok. Di sana keduanya menambah ritme perpaduan mereka, kedua tangan Angga menangkup kepala Lusi sedangkan kedua tangan wanita itu melingkar di pinggang sang kekasih.
Sampai nafas mereka tersengal-sengal barulah terlepas namun hanya sebentar saja untuk mengambil nafas, berikutnya pagutan itu kembali terjalin sangat cepat dan semakin membakar hasrat. Seiring pergerakan kedua bibir, mereka tak menyadari entah kapan sudah berganti tempat. Angga membaringkan pelan tubuh Lusi ke atas ranjang sementara perpaduan diantara mereka belum juga terlepas. Tangannya bahkan kini bergerak juga, menuruni bagian tubuh Lusi terus hingga mendarat di paha mulusnya. Lupa dengan apa yang ia ucapkan semalam, Lusi membuka diri tak ada penolakan sama sekali bahkan tangannya juga bergerak menirukan jejak Angga yang semakin berkembang dan lincah. Tak disadari tubuh mereka sudah tak tertutupi lagi hanya bagian tertentu saja yang masih bertahan. Tangan kanan Angga dengan sendirinya menarik selimut, menutupi tubuh keduanya.
"Lusi...." ucapnya berat, nafasnya semakin memburu begitu halnya Lusi, wanita itu memejamkan mata tak bersuara, hanya mendesah saat Angga kembali memainkan tubuh seksinya lewat sentuhan panas dan membakar hasrat.
Terus mereka terbuai percumbuan yang semakin menuntut dan tak terkendali lagi. Sebuah noda merah membekas di pangkal leher Lusi, sedikit di bawahnya lagi di bagian dada atas juga terdapat. Lusi menggeliat kala bibir Angga kembali menambah koleksi tinta merahnya di bagian lain dalam satu area. Dari mulut merahnya kembali terdengar suara desahan yang semakin membakar tubuh Angga dan juga tubuhnya sendiri. Melanglang melupakan prinsip yang mereka teguhkan selama ini.
"Lusi...." panggilnya lagi saat dirinya sudah tak bisa menahan ngilu yang terpusat di bawah pusar serta syarat otak.
Masih setia kedua kelopak mata Lusi tertutup rapat dengan wajah memerah terbakar hasrat yang sudah berkobar. Bahkan sewaktu laki-laki itu bersiap membuat penyatuan diri ia semakin memejamkan mata, kedua tangannya terangkat ke atas mencengkram sprei menahan rasa sakit yang ditimbulkan. Isak tangis terdengar manakala rasa sakit itu terasa menusuk dan kian perih.
Angga cukup tersentak saat menyadari sesuatu, pergerakannya sempat terhenti sebelum akhirnya kembali ia membuat penyatuan. Sudah telat untuk menariknya lagi kala hasrat sudah terpusat dan membutuhkan penyaluran sebagai obat pereda.
Sesaat sebelum puncak dari penyatuan itu ia mendaratkan ciuman lembut di kening Lusi, mengusap pipi halusnya yang basah oleh air mata saat tadi dirinya terus mendesak. Detik berikutnya terdengar erangan panjang mengakhiri pergulatan tersebut setelah nafas Angga semakin cepat dan berat.
“Maafkan aku … aku akan bertanggungjawab….” Ucap Angga sambil mendekap tubuh Lusi di bawah satu selimut.
“Jangan minta maaf, aku juga salah … kita sama-sama salah!” ucap Lusi. Sesal datang kemudian saat semua sudah terlanjur terjadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 224 Episodes
Comments
Mama amiinn Asis
angga angga.,,,sabarrr..tunggu saat nya tiba
2021-01-14
0
Almeera
aduh sangat di sayang kan .... kcewa saya thor .. bukan jodoh .... 😔😔😔😔
2021-01-09
0
Nur Janah
waduh setan ny seneng akhirny jebol
2020-12-03
1