Hanya lewat sambungan telepon

CAPTER 2

HANYA LEWAT SAMBUNGAN TELEPON

"Ribet banget sih aku ini," gumam Naura memarahi dirinya sendiri yang tak kunjung

selesai hingga pagi mulai merangkak naik.

Dengan penampilan sederhana ia turun segera khawatir Angga yang menunggu di bawah sudah tak sabar lagi. Selain itu ia sudah menetapkan janji dengan seorang klien pagi ini, sepasang kekasih yang berencana melangsungkan pernikahan dalam dua bulan lagi. Dan Naura sudah melewati waktu yang ia janjikan sendiri. Apa yang membuat Naura sangat rempong pagi ini? Jawabannya tak lain karena ia tak bisa tidur semalam. Walau sang suami sudah setia menepati janjinya untuk selalu menghubungi saat pagi dan juga malam sebelum Naura tidur tapi akhir-akhir ini yang susah lelap.

"Ayo buruan, khawatir mereka berdua sudah datang!" seru Naura, melempar kunci mobil ke Angga yang berdiri menempel di sisi pintu pengemudi.

"Kok kelihatannya nggak cerah gitu Nona?!" tanya Angga, setelah tadi mengamati

penampilan Naura sebelum masuk ke mobil.

"Buru-buru! Ribet sedari tadi pagi!" jawab Naura segera.

"Ohh ... Saya pikir kurang sehat!" ujar Angga, tak berucap lagi setelah itu.

Laki-laki itu hanya fokus menyetir dan Naura

mengarahkan pandangannya ke luar jendela. Memperhatikan semua yang terlintas, entah kenapa tangannya tanpa instruksi menurunkan kaca mobil, membiarkan angin

menerpa wajahnya dengan riasan tipis. Memperlihatkan apa yang dirasakan jiwanya

saat ini.

"Kok anginnya agak kencang ya? Musim apa sekarang?!" tanya Naura asal.

Angga melempar senyum singkat, bola matanya kembali diarahkan ke spion memperhatikan Naura yang terlihat makin ramping saja pipinya. Ada rasa kasihan melihat perubahan fisik Naura, tapi di lain sisi ia juga merasakan hal sama. Yang menjadi perbedaan hanyalah bagaimana ia menyikapi

serta menghadapi tekanan batin yang ia rasakan. Mungkin karena Angga seorang

pria sehingga hatinya tak se rapuh wanita pada umumnya.

"Emang negara kita ini punya berapa musim, Nona?!" jawabnya malah balik bertanya.

"Iya juga," sahut Naura kembali menatap keluar, matanya memperhatikan dedaunan

yang berjatuhan dari pohon di pinggir jalan.

"Kalo musim buah banyak Nona!" tambah Angga kembali bersuara, alasannya lantaran

tak ingin Naura diam membisu.

Tak terasa mobil yang dikendarai Angga sudah tiba di depan butik, bersamaan keduanya keluar dari mobil. Lisa menyambut

kedatangan Naura begitu wanita itu sudah melewati pintu kaca namun memberikan

sambutan datar ke Angga yang bahkan tidak memperdulikannya.

"Orangnya sudah datang, Mba!" ucapnya memberitahu, tangan kanannya menunjuk ke arah pasangan muda yang sedang duduk di mini kafe.

"Ohh, ajak dia ke atas!" kata Naura, setelah menoleh ke mereka yang terlihat lengket. Timbul rasa iri melihat keintiman mereka, teringat dengan kehangatan perhatian Hasan yang tiap hari ia dapat.

Seusai berucap demikian Naura melangkah

kembali menaiki tangga dengan pandangan lurus ke depan, tak ingin hatinya terusik akan hal-hal yang hanya membuat iri saja. Angga menyusul berjalan tanpa suara menirukan tingkah Naura, apa yang ia rasakan juga sama teringat wajah sedih Lusi saat melepaskan diri dari pelukan. “Saat yang lain saling menatap, aku malah menatap kenangan….” Batinnya berucap sedih sambil terus menaiki

tangga.

Mereka berdua terlebih dulu naik ke lantai

tiga menuju ruang kerja masing-masing. Naura sudah di ruang kerjanya sedangkan

Angga ke ruang kerja bisnis online yang ia tangani.

"Pagi Mas!" sapa seorang karyawan IT bagian pemasaran sewaktu melihat Angga berjalan menuju meja.

"Pagi juga! Gimana awal respon pasar pagi ini?!" tanya Angga sambil melangkah ke

meja kerja laki-laki yang bernama Iwan.

"Alhamdulillah lumayan positif Mas, ini yang sudah berkunjung terus nanya-nanya sudah melebihi target terendah. Yang deal membeli juga sudah mencapai tujuh pemesanan!"

tuturnya namun tetap tak mengubah pandangan hanya menatap layar komputer.

"Kerja bagus! Nanti siang koleksi terbaru segera rilis nunggu hasil pemotretannya

masih diedit!" balas Angga sekaligus menginformasikan.

"Siap Mas!" ucap Iwan.

Angga berlalu dari meja Iwan, langkahnya

tenang menuju mejanya yang berada di paling ujung. Karena tak terlalu banyak pekerjaan baru sedangkan yang sebelumnya sudah rampung Angga mulai browsing hal lain. Laki-laki itu berencana membuka usaha kecil-kecilan sembari bekerja di butik. Tiap kali teringat dengan Lusi ada banyak rancangan masa depan yang ingin ia raih sebelum meminang wanita itu menjadi pendamping hidupnya.

Baru saja ia mulai berselancar mencari

informasi dan artikel mengenai peluang bisnis ponselnya bergetar. Sebuah notifikasi

masuk, tangannya yang memegang mouse bergeser meraih ponsel yang ia letakkan di

meja. Matanya melirik ke bawah, mengintip layar ponsel yang sudah menyala.  Senyum laki-laki itu mengembang manakala nama

sang pujaan hati yang terpajang.

"Dilarang mengganggu orang yang lagi sibuk kerja cari uang biar segera halalin kamu," isi balasan chat yang dikirim ke Lusi. Senyum terbingkai tatkala membaca balasan chat yang dikirim Angga.

Tak berselang lama masuk chat balasan dari

Lusi, ia memberitahu Angga jika bulan depan wanita itu memiliki masa libur panjang setelah menyelesaikan suatu pekerjaan besar. Angga hanya membalas dengan mengirim imoji hati saja, ia sengaja melakukan itu hanya untuk menggoda

Lusi.

Tak suka dengan balasan chat yang diterima

Lusi beralih cara, ia menghubungi Angga saat itu juga. Senyum Angga terjalin, jari jempolnya tertahan di depan layar ponsel antara mengangkat atau menolaknya. Cukup lama ia membiarkan ponsel bergetar, memancing kemarahan Lusi yang tak sabar mendengar suaranya. Namun perasaan lebih tinggi dari akal pikiran, Angga akhirnya menerima panggilan itu.

"Iya Lusi Sayang," ucap Angga memancing emosi. Ia bersuara dengan tenang seolah

tak ada pembicaraan sebelumnya.

"Kenapa chat ku nggak dijawab?!" cerca Lusi menuntut penjelasan.

"Loh bukannya seingat ku tadi dijawab?!" balas Angga, lanjut ia menggoda Lusi bermain dengan emosi wanita tersebut.

"Cuma imoji itu?! Terus tanggapan dari chat yang aku tulis apa?" kata Lusi terpancing amarah juga.

"Tanggapannya ya imoji itu," sahut Angga, semakin menyiram air panas ke hati Lusi.

"Ok kalo gitu, aku rasa kamu nggak suka aku datang!" kata Lusi, menumpahkan emosi lalu memutuskan panggilan. Ya, begitulah wanita saat apa yang diinginkan tak dituruti oleh kamu pria mereka akan merajuk dengan cepat. Bagaimana kaum lelaki menanggapinya? Silahkan temukan sendiri jawabannya dari pasangan masing-masing.

Bukannya cemas Angga malah senyum-senyum, diletakkannya lagi ponsel ke atas meja dan lanjut berselancar. Membiarkan Lusi dengan kemarahannya tanpa diperbaiki.

"Cewek itu emang ribet, masak gara-gara imoji doang udah marah!" gumannya,

menatap layar pc kembali.

Berpindah ke ruang kerja Naura, keromantisan yang dipertontonkan calon pengantin itu membuat Naura jengah. Tapi mau bagaimana lagi, rejekinya berada di mereka berdua. Suka tidak suka ia harus

tetap melayani dengan ramah, melempar senyum pada mereka.

Sedari tadi si cewek mutar-mutar dengan

pilihan tema gaun, pilihan warna juga demikian. Sungguh cocok bahkan keduanya

bisa dinobatkan sebagai pasangan paling lebay tahun ini. Mulai dari cara mereka

memanggil satu sama lain serta si cewek nempel manja membuat Naura mual.

“Aku pengen Beb cantikku terlihat seksi, bagian punggungnya harus terlihat!” ucap

yang cowok menyampaikan keinginannya.

“Ok  saya paham keinginan Anda,” sahut Naura.

“Tapi saya mau gaun itu bisa disulap jadi lingerie cantik,” kata si cewek bersuara.

Naura melempar senyum, ini adalah permintaan pertama dari klien selama ia mendesain. Sebelumnya memang tak jarang permintaan yang hampir sama tapi tidak mengarah pada yang demikian.

“Ok saya mengerti, untuk pilihan warnanya?” tanya Naura.

“Saya ingin warna pink,” ucap si cewek.

“Pink? Lantas aku Beb Cantik?!” sahut si cowok dan bertanya pada kekasihnya.

Naura terdiam, dengan khusyuk ia mendengarkan perdebatan kecil keduanya demi memberikan waktu untuk mengetahui keinginan dari masing-masing. Setelah dirasa cukup ia pun bersuara, memberikan solusi tengah bagi pasangan tersebut yang belum mencapai kesepakatan.

“Saya punya opsi buat Anda, gimana jika dasar gaunnya warna putih powder sedangkan lapisan luar warna pink flamingo dengan aksen bordir renda bunga, maksud saya motif renda bunga itu yang warna pink flamingo, Saya ada contoh modelnya!”

tutur Naura lalu ia bangkit mengambil tablet yang ia taruh di meja kerja.

Naura datang lagi, menunjukkan beberapa

model gaun tema warna pink yang pernah dia garap. Sambil menjelaskan ide yang nyantol di otaknya tadi jemarinya mulai menggeser layar tablet.

“Saya rasa model gaun pengantin ball gown cocok untuk model tubuh pearl shape seperti

Anda, Nona! Nantinya saya akan buat kerah v-neck tanpa lengan dengan punggung

model victory. Biar nanti malam pengantinnya lebih membara akan saya buat gaya

punggung embroidery memakai tali pita sehingga pasangan Anda harus mengerahkan

kesabaran untuk melucutinya!” kata Naura berpendapat. Keduanya nampak antusias,

mereka menyetujuinya tanpa bertanya lebih.

“Dalam tiga sampai lima hari akan saya kirim detail contoh gaun pada Anda, silahkan

Anda yang menentukan!” imbuh Naura.

Setelah kepergian mereka berdua Naura

melanjutkan kembali pekerjaan, mendesain gaun pesta sebelum ia kirim pada seorang pemesan yang mendatanginya beberapa hari yang lalu.

Sampai siang menjemput kesibukan Naura

belumlah usai, selesai dengan pengukuran baju ia masih mempunyai garapan yang

harus segera diselesaikan. Untuk mengalihkan pikirannya pada sang suami sengaja ia bekerja dengan giat, lebih dari kata giat mungkin.

Saat ia dan Lisa dengan teliti memasang batu

Amethyst warna merah muda di bagian pinggul ponselnya berdering, Naura menoleh

sempat menaruh curiga pada suaminya, Hasan. Namun itu tidak mungkin, pikir

Naura. Untuk memastikan wanita itu terpaksa beranjak dari duduknya. Langkahnya

diseret untuk mencapai meja dimana ponsel itu masih tersimpan di dalam.

"Hanis!" gumannya manakala melihat nomor kontak Hanis memanggil.

Sangat jarang wanita itu menelfon sehingga

wajar jikalau Naura merasa aneh dan penasaran. Di sebrang sana Hanis masih

mempersiapkan diri untuk bersuara, menambah kecemasan Naura saja.

"Hallo, Hanis! Ada apa?!" tanya Naura, tak sabar lagi menunggu wanita itu bicara

terlebih ia masih memiliki pekerjaan yang menunggu.

"Hallo, Kak ... Saya, maaf saya mau pamit...." ucap Hanis ragu-ragu.

"Pamit? Apa maksudnya?" desak Naura meminta penjelasan yang lebih.

"Maaf Kak, saya nggak bisa tinggal di rumah Kakak!" lanjut Hanis tapi kurang jelas.

"Kenapa? Hanis ... Jangan diambil hati sikapnya Andik! Dia itu keras karena peduli sama kamu," kata Naura, beusaha menggagalkan rencana Hanis.

"Saya ngerti Kak, tapi saya nggak kerasan! Saya sudah dapat kost baru!" tambah

Hanis.

"Tunggulah sampai aku pulang ke rumah!" pinta Naura.

"Maaf Kak, barang saya sudah saya kemasi! Ini saya sudah di kost baru!" ungkap Hanis.

"Ohh ... Ok, tapi sering-sering ya main ke rumah!" seru Naura. Hanis hanya

menjawabnya dengan satu kata saja lalu lekas mengakhiri sambungan telepon yang ia

buat.

Naura tak langsung balik, ia masih menatap

layar ponsel. Pikirannya tertuju pada Andik, bagaimana ia nantinya menjelaskan

pada laki-laki itu mengenai kepindahan adik perempuannya tersebut. Ia menghela

nafas panjang, ponsel di tangan ia geletakkkan begitu saja lalu berjalan

kembali ke sisi Lisa.

Wajahnya tak lagi nampak tenang dan itu

jelas terlihat. Meski demikian Naura berusaha bersikap santai meneruskan apa

yang tadi tersendat.

"Siapa Mba?" tanya Lisa yang tadi menguping pembicaraan Naura di sambungan telepon.

"Ohh itu adik perempuannya Andik," jawab Naura singkat, ia enggan membicarakannya

lagi lebih lanjut.

Lisa  tak mengejar berhubung ia sendiri tidak mengenal Andik hanya sebatas tahu saja. Dua wanita itu kembali melanjutkan pekerjaan, mengabaikan apa yang terjadi di sekitar mereka. Sampai sore datang Naura akhirnya bisa istirahat setelah menyelesaikan gaun warna biru langit bertema fantasi. Masih tak ada yang berubah, Angga datang hanya untuk mengingatkan Naura waktu pulang.

"Tunggu bentar ya!" pinta Naura, ia masih membereskan gaun yang tadi di pajang di manekin lalu berlanjut ke meja kerja. Setelah memastikan tak ada lagi yang berserakan

ia menyambar tas, melangkah terburu-buru meninggalkan ruang kerja.

"Semuanya saya duluan!" pamit Naura pada karyawan di lantai satu sebelum keluar

menyusul Angga yang sudah berada di dalam mobil.

"Jam berapa sekarang?!" tanya Naura, tak yakin waktu sudah sangat sore melihat

matahari masih terang.

"Ini sudah mau jam setelah lima, Nona! Tapi mataharinya masih terang!" jawab Angga.

Semenjak berjauhan dengan suaminya Naura

tidak pernah pulang ke rumah lebih awal dari jam empat. Ia tidak suka pulang dalam keadaan sepi sehingga menunggu Ilyas dan Andik sudah berada di rumah. Mereka berdua juga sangat perhatian, setidaknya tidak pernah telat pulang terkecuali ada kepentingan mendesak. Di akhir pekan mereka juga memilih menemani Naura, sabtu malam pun sama tak ada kencan. Kalaupun keluar pasti dengan Naura juga tak jarang mengajak Ilham dan Veny.

Mobil kuning sudah parkir di garasi, Naura

segera turun tapi tak ada tanda keberadaan Andik dan Ilyas di dalam rumah. Raut

wajahnya bermuram, ia duduk di teras di undakan paling atas. Tak kuasa melihat

pemandangan awan kelabu Angga mempercepat langkah kaki, ia duduk di samping Naura walau masih menjaga jarak. Laki-laki itu berencana menemani Naura

setidaknya sampai kedatangan Andik dan Ilyas.

"Tumben mereka belum datang?!" gumam Angga, menatap pagar rumah menunggu

kemunculan mereka berdua.

Andik dan Ilyas masih berada di luar, pagi

ini Ilyas masih berangkat dengan Andik dan pulangnya juga dijemput. Tapi sore ini mereka mampir ke bengkel untuk mengambil motor Ilyas yang sudah selesai diperbaiki.

"Coba dulu Mas, khawatir kurang pas! Tapi tadi sudah dicoba!" kata karyawan bengkel.

"Oh iya Mas," seru Ilyas, detik berikutnya ia mengambil motor yang tadi dipegang oleh karyawan bengkel itu.

Andik duduk tenang di kursi panjang sembari

mengamati Ilyas yang menurunkan motor ke jalan, ke halaman paving. Ia berputar-putar di sana mencoba motor yang sudah diperbaiki. Teringat dengan Naura yang biasanya sudah di rumah Andik menghubunginya.

"Assalamualaikum," ucap Andik saat tersambung.

"Waalaikumussalam, kok belum pulang Dik?" tanya Naura tak sabar bertanya.

"Iya mba, ini masih ngambil motornya Ilyas di bengkel!" jawab Andik segera menjelaskan.

"Ohh, gimana? Apa ada yang diganti?" lanjut mengajukan pertanyaan.

"Sudah kelar Mba, Alhamdulillah nggak ada yang diganti!" sambung Andik.

"Ok, ini aku sudah di rumah," kata Naura memberi kabar.

"Iya Mba bentar lagi kita sudah di rumah," sahit Andik.

Setelah dipastikan kondisi motornya kembali

stabil dan membayar ongkos perbaikan, Andik dan Ilyas segera minggat. Mereka

tak tega membuat Naura menunggu lama dan sendirian di rumah.

Senyum Naura kembali nampak begitu pintu

pagar rumah terbuka, dua motor tak lain Andik dan Ilyas muncul. Sontak ia berdiri, berhambur ke garasi menyambut keduanya. Angga yang tadi setia menemani juga ikutan bangkit, melangkah menyusul Naura ke garasi.

"Gimana motornya?" tanya Nuara mendatangi Andik dan Ilyas.

"Alhamdulillah Mba, bisa dipakai lagi!" sahut Ilyas.

"Kok bisa sampek keserempet Mas?" tanya Angga yang baru saja muncul dari belakang Naura.

"Pas lagi mau nepi Mas ada mobil box mau nyalip, syukur cuma motor aja!" balas Ilyas.

Mereka berempat berlalu dari garasi setelah

Andik dan Ilyas melepas helm dan menanggalkannya di spion motor. Angga tak ikut ke dalam hanya sampai di depan teras lalu pamit ke Naura.

"Makasih Angga udah nemani aku tadi," seru Naura, Angga hanya melempar senyum.

"Hati-hati Mas!" ucap Ilyas, Angga membalas dengan anggukan kepala.

Setelah laki-laki itu menghilang di balik

pagar pintu Naura, Andik dan Ilyas masuk ke dalam rumah. Tak bersuara lagi Naura langsung menaiki tangga, agak cepat ia karena tak sabar ingin segera mencapai kamar.

Sebelum masuk ke kamar mandi Naura menyempatkan diri menyiram bunga matahari big smile yang dihadiahkan Hasan dan memindahkan bunga itu ke dalam, dekat dengan jendela. Juga sengaja ia hadapkan ke sinar matahari.

"Suamiku, aku merindukanmu," gumam Naura kala menatap bunga matahari yang sudah

berganti pot. Andik dan Ilyas membantunya mengganti ke pot yang lebih besar, mereka juga membantu Naura memotong ranting bunga itu agar tumbuh yang baru sehingga bisa bertahan lebih lama.

Selesai mandi dan berganti pakaian ia duduk

di rooftop, menyaksikan matahari yang turun ke barat. Sinarnya yang kemerahan

membakar rindu dalam hati, seolah bayang tubuh suaminya terlukis di ufuk barat

Naura terhanyut dalam tatapan sendu. Untuk mengisi waktu luang Naura mencoba

menghibur dirinya dengan melukis. Semua lukisannya ia posting di sebuah blog

dengan nama lain bukan namanya. Lukisan yang hanya coretan tinta hitam

saja.

Saat kelarutan antara bayang sang suami dan

tangannya yang terus mencoret kanvas, melukis matahari yang mulai tenggelam

serta sosok seorang laki-laki duduk di hamparan pasir dari belakang tiba-tiba

Naura teringat dengan Hanis yang tadi siang menghubunginya. Tangannya bergerak

cepat menyelesaikan lukisan lalu setengah berlari memasuki kamar, menaruh semuanya di atas kasur dan turun segera menemui Andik.

"Andik!" panggil Naura, Andik sedang duduk bersama Ilyas sambil menonton televisi.

Laki-laki itu menoleh, Ilyas juga mengikuti.

Naura datang ke mereka dan duduk satu kursi, Ilyas bergeser dengan sendirinya

memberi tempat lebih ke Naura juga agar mereka tak terlalu dekat walau sebenarnya Naura juga tidak mempermasalahkan.

"Mau minta diantar kemana Mba?" tanya Andik tidak mengerti.

"Kamu ini kalo urusan keluar nomor satu benar!" jawab Naura dengan meledek Andik.

"Kita pikir Mba," sambung Ilyas menolong Andik.

"Bukan ... Tadi siang Hanis nelfon mba, dia pamitan!" tutur Naura mengungkapkan

dengan nada datar. Andik terdiam kaget, Ilyas pun sama tapi tak sekaget Andik.

Tanpa sepatah kata Andik bangkit dari duduk

santainya, mengambil langkah cepat menuju kamar Hanis yang bersebelahan dengan

kamar mereka. Didorongnya pintu yang tertutup rapat itu, sekedar memastikan

benarkah apa yang ia dengar barusan walau mustahil itu lelucon belaka. Naura dan Ilyas pun bangkit, cemas apa yang akan diperbuat Andik mereka datang menyusul.

Ternyata apa yang dikhawatirkan keduanya

salah, Andik mematung di tengah kamar Hanis, matanya memutar mengamati setiap

sudut kamar yang sudah rapi seperti tak berpenghuni. Amarah jelas memuncak tapi

tidak tahu bagaimana meluapkannya, apalagi ia yang telah menguji kesabarannya tak nampak di depan mata.

Langkah Naura pelan kala datang ke samping

Andik, diikuti Ilyas berdiri di sisi lain. Tangan kanan Naura bergerak ke atas, menyentuh punggung Andik dan mengusapnya pelan. Nada suaranya terdengar rendah kala berucap, menasehati Andik demi menurunkan kemarahannya yang bertengger di puncak.

"Sudahlah, kita sudah berusaha ... Biarkan dia memilih apa yang pengen dia lakukan...." ucap Naura, berusaha mengurangi kemarahan serta beban Andik.

"Tapi Mba, dia tidak bisa memilah mana teman yang berdampak positif mana yang

tidak," sahut Andik, jelas ia mencemaskan pergaulan Hanis.

"Mba ngerti tapi semakin kita kekang semakin dia memberontak," lanjut Naura.

"Benar Dik, dia sudah dewasa setidaknya biar dia bertanggungjawab sama hidupnya

sendiri," imbuh Ilyas membantu menasehati Andik agar tak terus terbebani sebagai saudara yang diamanahkan menjaga Hanis.

"Kita lihat gimana nantinya, Mba yakin sekalipun dia tak ingin kamu ikut campur jika

terjadi sesuatu tatap kamu yang bakal dia cari," tambah Naura.

Pada akhirnya Andik  menerima nasehat dari kedua orang terdekat dia, membesarkan hatinya menerima keputusan Hanis walau amarah masih belum reda. Dengan langkah tak bertenaga ia keluar dari kamar itu, menutup rapat pintu kamar.

Terpopuler

Comments

🅰🅽🅰 Ig: meqou.te

🅰🅽🅰 Ig: meqou.te

kenapa habisnya nggak itu gak suka tinggal sama Naura.

2021-02-20

0

Almeera

Almeera

bawaan nya saya msih sedih klw soal naura ...

2021-01-09

0

Ningsih

Ningsih

udh lama g kepoin novelmu trnyata udh bnyk up nya kok g da notif yg masuk y pdhl msh di favoritkn lo🤔🤔

2020-12-22

2

lihat semua
Episodes
1 Postingan Andik
2 Hanya lewat sambungan telepon
3 Akhir pekan
4 Menemani makan
5 Masih dikaitkan
6 Rencana masa depan
7 Pertemuan kembali
8 Menjemput
9 Siang menjelang sore
10 Kepedulian Andik
11 Menepati janji
12 Tiba-tiba
13 Kemarahan Andik, cemburukah?
14 Takdir si Bujang
15 Kesungguhan Angga
16 Kencan singkat
17 Kencan dadakan
18 Kedatangan Sahat dan ibu Merli
19 Cemburu
20 Lelah raga
21 Kegundahan hati
22 Permintaan ibu Gufro
23 Sebelum pagi
24 Nyanyian Andik
25 Andik dan Hanis
26 Merasa bersalah
27 Sebuah chat
28 Usaha Hanis
29 Muncul lagi
30 Tak berdaya
31 Kesepakatan baru yang dibuat
32 Kepedulian Angga
33 Jawaban yang diberikan Naura
34 Akhir dari kebungkaman Hanis
35 Kebersamaan yang tak direncanakan
36 Permintaan manja Hasan
37 Akhir dari permainan Boy
38 Tindakan spontan Angga
39 Cara Andik
40 Mengantar ke rumah
41 Sebelum magrib
42 Setelah magrib
43 Tiba-tiba bersikap aneh
44 Kehebohan di lantai empat
45 Dibuat terharu
46 Malam minggu yang tidak dinanti
47 Permintaan Hasan
48 Tawaran Naura
49 Setangkai mawar kuning
50 Mencari keberadaan mawar kuning
51 Mawar kuning kedua
52 Aktivitas rahasia Naura
53 Suara Hasan
54 Nasehat tiga orang
55 Suara Hasan lagi
56 Makan bersama lagi
57 Hadiah untuk menantu
58 Belajar main gitar
59 Senyum bangga pak Malik
60 Membuat cemas semuanya
61 Mie ayam rasa merindu
62 Tidak tenang
63 Berawal dari nasehat, lanjut bergosip
64 Tiang listrik konslet
65 Paket kiriman
66 Pertemuan di malam minggu
67 Di apartemen
68 Tengah malam
69 Sehabis subuh
70 Selembar kertas
71 Di pinggir kolam
72 Undangan pernikahan
73 Pesan dari Andik
74 Menerima tantangan
75 Sebuah keputusan, berakhir
76 Belajar memahami
77 Masih jaga sikap
78 Nyaris saja
79 Permintaan maaf
80 Menyiapkan hadiah
81 Berangkat bersama
82 Menghadiri pernikahan
83 Mengantar
84 Tek terduga
85 Membuka hadiah
86 Malam pertama
87 Mulai lagi akal jahil
88 Bakti Ilyas
89 Mengikuti pertandingan
90 Papan Mading
91 Bukan masalah
92 Teman lama
93 Bahasa Cinta
94 Entah kenapa
95 Bertemu pandang
96 Saat pak Malik bertindak
97 Mengajari suami
98 Beradu argumen
99 Ucapan pak Salahi
100 Saat cinta menyertai malam
101 Kecupan di pagi hari
102 Teguran dari menantu
103 Tujuan pak Malik
104 Menyusun pesan cinta
105 Malu sendiri
106 Mempraktekkan ilmu yang dipelajari
107 Hening sore di lantai dua
108 Sebuah sepatu
109 Demi sebuah hadiah
110 Balasan dari Ilham
111 Yah, melewatkan sarapan
112 Menemani kontrol
113 Bertambah akrab
114 Berlibur juga
115 Hayalan pagi di kamar hotel
116 Om Cowboy
117 Akal-akalan dua wanita
118 Menangkap ikan
119 Lagu untuk Hasan
120 Pak Malik
121 Kesempatan dalam kesempitan
122 Telepon dari bik Siti
123 Penjelasan dokter Fahmi
124 Ucapan Hasan
125 Minta ditemani
126 Kesedihan Ilyas
127 Mood booster
128 Program kehamilan
129 Kesedihan Naura
130 Hari pertama di kampus baru
131 Tradisi kampus
132 Nasi goreng
133 Perbincangan dua orang
134 Ada-ada saja Naura
135 Sikap Hasan
136 Ajakan pak Malik
137 Majlis ilmi
138 Obrolan kaum Hawa
139 Ucapan Hasan
140 Teguran adik sendiri
141 USILNYA NAURA
142 Suasana setelah magrib
143 Salah tingkah
144 Berbalas pesan
145 Kesepakatan yang dibuat
146 Mulai manja
147 Hanya sepuluh menit
148 Sisi lain Naura
149 CERITA NAURA
150 Saat kebersamaan
151 Kumpulan para jomblo
152 Mulai rewel
153 Menyanyikan lagu
154 Di rumah masa kecil
155 Sarapan pagi
156 Opening
157 Oppa-nya kampus
158 Live streaming
159 Kabar duka
160 Berkabung
161 Kedatangan Kyai Fawaid
162 162
163 163
164 164
165 165
166 Menyambut
167 Memancing ikan
168 Setelah sekian lama
169 Mimpi Hasan
170 Laporan dari David
171 Sama sama jatuh sakit
172 Sore di rumah Hanah
173 Takdir
174 Hadiah dibalik rasa kecewa
175 Nasehat Lusi
176 Saat Zadid marah
177 Permintaan Zadid
178 Menjemput belahan jiwa
179 Firasat Ilyas
180 Berita dari 3 kunyuk
181 Sebuah jalan
182 Penemuan besar
183 Upaya si Kembar
184 Email dari aunty Lusi
185 Obrolan Zadid dan Kim
186 Pernikahan Lusi
187 Membiarkan pergi
188 Jawaban Lusi
189 Sama-sama mencari jalan
190 Rencana Naura
191 Akhirnya, mendarat juga
192 Tangis Nada
193 Kejahilan pertama,terus berlanjut
194 Lanjut yang berikutnya
195 Mimpi Zadid
196 Secarik kertas dan permen
197 Menyapa sang ayah
198 Saling berbalas pesan
199 Berlatih basket
200 Kecelakaan
201 Kedatangan Hasan
202 Berbagi makanan
203 Tidak ayah, tidak anak
204 Kesalahpahaman Zadid, tangisan Nada
205 Tetesan embun
206 Kedatangan Naura, kekecewaan Hasan
207 Memilih pergi
208 Bablu si pemancing tawa
209 Sekali tepuk, dua lalat kena
210 Keacuhan pak Malik
211 Menggendong buah hati
212 Bisikan Hasan
213 Perkataan Hasan, runtuhlah hati Naura
214 Lawakan tiga kunyuk, pemersatu keluarga
215 Suara tangis di malam hari
216 Hanya bisa marah
217 Hatsuhinode
218 Pertandingan basket
219 Pelukan Nada
220 Masakan Daddy
221 Kecupan singkat
222 Kencan Daddy and Mom
223 Proposal cinta
224 pengumuman
Episodes

Updated 224 Episodes

1
Postingan Andik
2
Hanya lewat sambungan telepon
3
Akhir pekan
4
Menemani makan
5
Masih dikaitkan
6
Rencana masa depan
7
Pertemuan kembali
8
Menjemput
9
Siang menjelang sore
10
Kepedulian Andik
11
Menepati janji
12
Tiba-tiba
13
Kemarahan Andik, cemburukah?
14
Takdir si Bujang
15
Kesungguhan Angga
16
Kencan singkat
17
Kencan dadakan
18
Kedatangan Sahat dan ibu Merli
19
Cemburu
20
Lelah raga
21
Kegundahan hati
22
Permintaan ibu Gufro
23
Sebelum pagi
24
Nyanyian Andik
25
Andik dan Hanis
26
Merasa bersalah
27
Sebuah chat
28
Usaha Hanis
29
Muncul lagi
30
Tak berdaya
31
Kesepakatan baru yang dibuat
32
Kepedulian Angga
33
Jawaban yang diberikan Naura
34
Akhir dari kebungkaman Hanis
35
Kebersamaan yang tak direncanakan
36
Permintaan manja Hasan
37
Akhir dari permainan Boy
38
Tindakan spontan Angga
39
Cara Andik
40
Mengantar ke rumah
41
Sebelum magrib
42
Setelah magrib
43
Tiba-tiba bersikap aneh
44
Kehebohan di lantai empat
45
Dibuat terharu
46
Malam minggu yang tidak dinanti
47
Permintaan Hasan
48
Tawaran Naura
49
Setangkai mawar kuning
50
Mencari keberadaan mawar kuning
51
Mawar kuning kedua
52
Aktivitas rahasia Naura
53
Suara Hasan
54
Nasehat tiga orang
55
Suara Hasan lagi
56
Makan bersama lagi
57
Hadiah untuk menantu
58
Belajar main gitar
59
Senyum bangga pak Malik
60
Membuat cemas semuanya
61
Mie ayam rasa merindu
62
Tidak tenang
63
Berawal dari nasehat, lanjut bergosip
64
Tiang listrik konslet
65
Paket kiriman
66
Pertemuan di malam minggu
67
Di apartemen
68
Tengah malam
69
Sehabis subuh
70
Selembar kertas
71
Di pinggir kolam
72
Undangan pernikahan
73
Pesan dari Andik
74
Menerima tantangan
75
Sebuah keputusan, berakhir
76
Belajar memahami
77
Masih jaga sikap
78
Nyaris saja
79
Permintaan maaf
80
Menyiapkan hadiah
81
Berangkat bersama
82
Menghadiri pernikahan
83
Mengantar
84
Tek terduga
85
Membuka hadiah
86
Malam pertama
87
Mulai lagi akal jahil
88
Bakti Ilyas
89
Mengikuti pertandingan
90
Papan Mading
91
Bukan masalah
92
Teman lama
93
Bahasa Cinta
94
Entah kenapa
95
Bertemu pandang
96
Saat pak Malik bertindak
97
Mengajari suami
98
Beradu argumen
99
Ucapan pak Salahi
100
Saat cinta menyertai malam
101
Kecupan di pagi hari
102
Teguran dari menantu
103
Tujuan pak Malik
104
Menyusun pesan cinta
105
Malu sendiri
106
Mempraktekkan ilmu yang dipelajari
107
Hening sore di lantai dua
108
Sebuah sepatu
109
Demi sebuah hadiah
110
Balasan dari Ilham
111
Yah, melewatkan sarapan
112
Menemani kontrol
113
Bertambah akrab
114
Berlibur juga
115
Hayalan pagi di kamar hotel
116
Om Cowboy
117
Akal-akalan dua wanita
118
Menangkap ikan
119
Lagu untuk Hasan
120
Pak Malik
121
Kesempatan dalam kesempitan
122
Telepon dari bik Siti
123
Penjelasan dokter Fahmi
124
Ucapan Hasan
125
Minta ditemani
126
Kesedihan Ilyas
127
Mood booster
128
Program kehamilan
129
Kesedihan Naura
130
Hari pertama di kampus baru
131
Tradisi kampus
132
Nasi goreng
133
Perbincangan dua orang
134
Ada-ada saja Naura
135
Sikap Hasan
136
Ajakan pak Malik
137
Majlis ilmi
138
Obrolan kaum Hawa
139
Ucapan Hasan
140
Teguran adik sendiri
141
USILNYA NAURA
142
Suasana setelah magrib
143
Salah tingkah
144
Berbalas pesan
145
Kesepakatan yang dibuat
146
Mulai manja
147
Hanya sepuluh menit
148
Sisi lain Naura
149
CERITA NAURA
150
Saat kebersamaan
151
Kumpulan para jomblo
152
Mulai rewel
153
Menyanyikan lagu
154
Di rumah masa kecil
155
Sarapan pagi
156
Opening
157
Oppa-nya kampus
158
Live streaming
159
Kabar duka
160
Berkabung
161
Kedatangan Kyai Fawaid
162
162
163
163
164
164
165
165
166
Menyambut
167
Memancing ikan
168
Setelah sekian lama
169
Mimpi Hasan
170
Laporan dari David
171
Sama sama jatuh sakit
172
Sore di rumah Hanah
173
Takdir
174
Hadiah dibalik rasa kecewa
175
Nasehat Lusi
176
Saat Zadid marah
177
Permintaan Zadid
178
Menjemput belahan jiwa
179
Firasat Ilyas
180
Berita dari 3 kunyuk
181
Sebuah jalan
182
Penemuan besar
183
Upaya si Kembar
184
Email dari aunty Lusi
185
Obrolan Zadid dan Kim
186
Pernikahan Lusi
187
Membiarkan pergi
188
Jawaban Lusi
189
Sama-sama mencari jalan
190
Rencana Naura
191
Akhirnya, mendarat juga
192
Tangis Nada
193
Kejahilan pertama,terus berlanjut
194
Lanjut yang berikutnya
195
Mimpi Zadid
196
Secarik kertas dan permen
197
Menyapa sang ayah
198
Saling berbalas pesan
199
Berlatih basket
200
Kecelakaan
201
Kedatangan Hasan
202
Berbagi makanan
203
Tidak ayah, tidak anak
204
Kesalahpahaman Zadid, tangisan Nada
205
Tetesan embun
206
Kedatangan Naura, kekecewaan Hasan
207
Memilih pergi
208
Bablu si pemancing tawa
209
Sekali tepuk, dua lalat kena
210
Keacuhan pak Malik
211
Menggendong buah hati
212
Bisikan Hasan
213
Perkataan Hasan, runtuhlah hati Naura
214
Lawakan tiga kunyuk, pemersatu keluarga
215
Suara tangis di malam hari
216
Hanya bisa marah
217
Hatsuhinode
218
Pertandingan basket
219
Pelukan Nada
220
Masakan Daddy
221
Kecupan singkat
222
Kencan Daddy and Mom
223
Proposal cinta
224
pengumuman

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!