Adzan dzuhur berkumandang dengan lantang, aku terkejut. Ini sudah siang, keterkejutanku semakin bertambah ketika ku mendapati tubuhku tanpa satupun balutan pakaian yang melekat.
"Aaa......" aku menjerit histeris ketika mendapati tangan kokoh mas Rayhan memelukku erat. Aku benci melihat tangan itu menyentuh tubuhku.
"Jangan histeris, pergilah mandi terlebih dahulu" matanya masih terpejam ketika mengatakannya.
"Apa yang mas lakukan?"
"Apa lagi kalau bukan ehemm ehemm"
"Sialan..." aku memukulkan guling kearah kepalanya dan anehnya mas Rayhan hanya tersenyum saja.
"Pergilah mandi"
"Aku benci...." aku pergi ke kamar mandi, pintu kubanting dengan keras dan menangis sejadi-jadinya, aku laksana buih dilautan dan laksana terombang-ambing di tepian.
Dari luar aku mendengar suara mas Rayhan mengetok pintu dengan keras, kemungkinan dia mendengar suara ku barusan. Aku menyiram air dengan keras ketubuhku, ku berharap air bisa sedikit menghilangkan luka ku.
Setelah puas membersihkan tubuh aku mengeringkan tubuh serta keluar dari kamar mandi, handuk melilit sembarangan dari tubuhku dan aku tidak lagi punya rasa malu dengan tubuhku terbuka seperti ini, toh semuanya sudah didapatkan oleh mas Rayhan. Aku berjalan keluar kamar mandi tanpa menoleh padanya, aku tau mas Rayhan melihatku dengan tajam.
Setelah memakai pakaian, aku melaksanakan shalat dzuhur. Setelah itu aku kelantai bawah untuk menemui ayah dan ibu. Kedua orangtuaku sudah menunggu dibawah, tidak lama kemudian mas Rayhan menyusulku turun. Sepertinya ada seluet senyum di raut wajahnya, sekilas dia melirikku serta duduk disampingku. Aku berusaha bersikapm sewajar mungkin, tidak ingin mengecewkan kedua orang tuaku.
Mas Rayhan mengajak kami makan siang, kulihat berbagai macam makanan sudah tertata rapi dimeja makan. Kami hanya makan dalam diam, hanya dentingan sendok dan piring yang kadang bergesekan satu sama lain.
Ayah juga terlihat diam saja, wajahnya sudah terlihat seperti biasanya. Aku tidak begitu berselera, sesekali hanya memainkan sendok ditanganku. Sepertinya waktu begitu lamban untuk berjalan.
"Sayang habiskan makanannya" Mas Rayhan buka suara, geli ku mendengar kalimatnya. Ayah dan ibu terlihat memperhatikan kami.
"Sayang"kali ini suaranya sedikit ditekankan.
"Iya, ini dihabisin" aku menjawab kalimatnya tanpa sedikitpun menoleh pada wajahnya.
"Nanti ayah dan ibu akan pulang, ayah harap kalian baik-baik saja" ayah berkata setelah makan siang yang menyebalkan itu selesai.
"Bu, apakah tidak bisa menunggu sampai besok?" aku menyandarkan kepala kepada ibu. Sungguh aku masih sangat rindu padanya.
"Gak bisa nak, ibu besok ada jam" Ibu merupakan tenaga pendidik yang disiplin, bahkan ibu tidak pernah meninggalkan murid-muridnya hanya untuk kepentingan pribadinya sendiri, sedapat mungkin ibu akan memenuhi tanggungjawabnya. Klau sudah seperti ini akan sulit untuk aku meminta ibu untuk tetap berada disini.
Sorenya ayah dan ibu benar-benar pulang, sebelum pulang ayah memelukku "Maafkan ayah soal tadi pagi" ucap ayah berkata pelan kepadaku. Aku tidak dapat menahan airmata, kemudian memeluk ayah sambil sesegukan dibahunya. Ibu juga ikut memeluk kami, aku sudah lama merindukan suasana seperti ini. Ku lihat mas Rayhan menatap kami dengan terharu.
Aku melambaikan tangan ketika mobil ayah mulai melaju keluar meninggalkan pekarangan rumah. Setelah mobil itu hilang, aku baru masuk kedalam rumah.
Sekarang aku bingung harus bagaimana dan harus melakukan apa, mas Rayhan sudah pamit untuk masuk keruang kerjanya. Terserah saja apa yang ingin dia ingin lakukan, aku tidak peduli.
Aku naik ke kamar atas, yang sekarang kamarku dan kamar mas Rayhan. Dilantai atas ini ada empat ruangan tapi hanya dua ruangan yang baru kuketahui fungsinya yaitu kamar kami dan ruang kerja mas Rayhan. Aku penasaran serta berjalan keruangan disebelah ruang kerja mas Rayhan, aku mencoba membuka ruangan tersebut. Ternyata isinya funtastic, hampir seluruh alat olahraga modern ada disini bahkan dinding ruangannya dipenuhi oleh kaca sehingga kalau kita berdiri ditengahnya raga kita akan bisa terlihat disana-sini akibat pantulannya tapi aku tidak tertarik untuk melihat jauh sampai kedalam.
Aku berjalan keruangan berikutnya, sepertinya ini ruangan terakhir yang berada dilantai ini. Pelanku melangkahkan kaki memasuki kamar ini, suasananya gelap tanpa penerangan. Aku mencari saklar lalu menghidupkan lampu. Ukuran kamar ini cukup luas, ukurannya ku perkirakan hampir sama dengan kamar yang aku tempati sekarang. Aku memndang sekeliling kamar, desain kamarnya seperti desain kamar remaja laki-laki. Walfaper dinding kamar desainnya salah satu klub bola terkenal dunia pada masa itu.
Mataku memandang kearah sudut kamar, disudut kamar ada meja belajar yang rak bagian atasnya berdiri kokoh potret remaja tampan umur belasan. Aku memandang potret itu dengan seksama, dari mata elangnya aku bisa memastikan kalau itu foto mas Rayhan waktu remaja, fotonya sangat jauh berbeda dari foto yang ada diruang keluarga yang mana disitu terlihat tubuh mas Rayhan kecil masih tambun dengan pipi yang tembem. Aku memicingkan mata beberapa kali, rasanya aku pernah melihat wajah anak remaja ini tapi dimana?.
Aku penasaran, meja mas Rayhan ku periksa lebih seksama lagi. Didalm lacinya aku menemukan album foto, lembaran albumnya ku buka satu-persatu. Difoto tersebut juga ada foto mas Rayhan sewaktu bayi, menggemaskan sekali. Disitu juga ada foto mas Rayhan yang lagi dipangku oleh seorang wanita cantik berambut agak pirang, aku yakin itu foto mamanya terlihat wajahnya hampir mirip. Bedanya rambut mas Rayhan lebih hitam mirip seperti rambut orang asia kebanyakan. Dilembaran lain foto masih banyak foto dari masa kecil dan remaja mas Rayhan, aku mau menutup album itu ketika mataku tertuju pada sebuah foto yang membuat mataku terbelalak.
Tanganku bergetar ketika melihat Foto yang satu ini, disitu mas Rayhan tersenyum manis dengan papanya dan dengan laki-laki yang ada disebelahnya. Laki-laki yang ada disebelahnya adalah ayah. Aku mengusap mata beberapa kali mencek apakah pandanganku salah dan ternyata hasilnya tetap sama. Aku memgeluarkan foto tersebut dari albumnya dan bergegas keluar membawa foto tersebut. Aku berlari menuju ruangan kerja mas Rayhan, aku mendapatinya tengah sibuk dengan kertas kerjaannya yang sampai sekarang aku belum tau sebenarnya mas Rayhan apa pekerjaannya.
"Ada apa?" mas Rayhan bertanya dengan wajah heran menatap wajahku yang gusar.
"Tolong jelaskan ini maksudnya apa?" aku meletakkan foto tersebut kehadapan mas Rayhan tapi mas Rayhan sepertinya tidak begitu terkejut melihat kedatanganku malah melanjutkan pekerjaannya kembali.
"Mas, aku minta penjelasannya".
"Terus?" kalimat mas Rayhan seolah mempermainkanku dan aku jadi kesal melihatnya.
"Aku ingin penjelasan mas"
"Kalau mas menjelaskannya apakah akan merubah sesuatu?"
"Jangan balikkan pertanyaan mas, kamu sudah mempermainkanku. Dan ayahku juga sama sepertimu, kalian semua mempermainkanku dan aku muak dengan sandiwara yang kalian dalangi ini"
kali ini aku berkata dengan cukup lantang, aku keluar membanting pintu ruang kerja mas Rayhan berlari kelantai bawah. Aku mendengar Mas Rayhan memanggilku tapi aku sudah tidak peduli yang aku pikirkan sekarang adalah aku akan kerumah kedua orang tuaku untuk meminta penjelasan tentang semua ini.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Nur Lizza
rea ankny emang keras kepala
2021-05-27
0
Any Andono
foto apa yaa....
2021-02-08
2
Bivendra
jgn lm2 upnya thor aq smp lp ceritanya krn lm gx up
2021-02-08
2