Pagi ini aku melihat mas Rayhan sudah rapi, beberapa berkas sudah masuk ke tas kerjanya. Aku memperhatikan mas Rayhan yang sepertinya masih fokus dengan rutinitasnya sendiri tanpa mengacuhkan ku sedikitpun. Sepertinya mas Rayhan masih kesal karena ku mengabaikannya tadi malam, setelah selesai dengan kesibukannya mas Rayhan bergegas turun ke lantai bawah. Ayah dan Ibu sudah menunggu kami dibawah untuk sarapan.
Setelah selesai sarapan mas Rayhan pamit ke ayah dan ibu, sepertinya buru-buru sekali. Aku yang dari tadi diacuhkan hanya diam saja, toh aku bisa apa?.
Mas Rayhan sudah pergi dan akupun bersiap-siap hendak ke kampus, pagi ini aku mau ke kampus sebab ada beberapa hal yang harus ku urus.
"Dek, bisa ibu bicara sebentar?" suara lembut ibu menghentikan langkahku ketika ku hendak berlari ke lantai atas.
"Ada apa bu?" Ibu membimbing tanganku untuk duduk di ruang tengah, wajah ibu kelihatan serius.
"Ibu sudah tau masalah mu dengan nak Rayhan"
"Bu.."
"Maaf ibu tidak bermaksud untuk mencampuri urusan rumah tangga kalian tapi yang perlu kamu ingat nak setelah seorang wanita menikah ridho utama seorang istri terletak pada suami"
"iya bu"
"Ibu berharap kamu bisa membuka hatimu untuk nak Rayhan, ibu yakin dia yang terbaik dan dia juga anak yang baik"
"Iya bu, adek paham" aku mengangguk dihadapan ibu, tidak berani menatap matanya sebab aku tau ibu selalu bisa membaca ekspresiku.
Setelah berbincang dengan ibu aku pamit untuk naik kelantai atas serta menyiapkan diri untuk ke kampus.
"Ayah, bu, adek pamit ke kampus dulu" aku mencium tangan kedua orangtuaku.
"Non, saya mang Wawan. Pak Ray menugaskan saya untuk mengantar non ke kampus'' seorang laki-laki paru baya dengan warna kulit yang coklat serta badan yang kokoh bersuara.
"Aku bisa pergi sendiri kog, biasanya kan juga begitu"
"Maaf non, saya hanya menjalankan tugas"
Aku melirik ke arah ayah yang berdiri disamping ku, ayah memberi kode dengan 'anggukan' dan aku paham maksudnya. Kemudian aku menuju mobil yang disediakan oleh Mang Wawan untukku.
Mobil melaju dengan cukup kencang, ketika sampai dikampus aku melompat turun menuju ruang birokrasi.
Diruang birokrasi kampus dr. zakaria dosen pembimbingku sudah hadir, aku masuk kedalam ruangannya dan konsultasi dengannya kembali. dr. Zakaria adalah pembimbing yang ramah sekaligus dosen yang baik dikampus kami, beruntung dokter paruh baya tersebut menjadi pembimbingku.
Setelah cukup lama berkomunikasi dengan dr. Zakaria dan konsultasiku sudah beres aku bergegas keluar dari ruangannya.
"Put, kamu dimana? kekampus ga hari ini?" aku menelpon Putri, mana tau dia ke kampus hari ini.
"Elo lagi dikampus non? aduh gak ngomong-ngomong sih. Gue besok jadwal konsultasi akhirnya. Udah selesai urusan lo?"
Nih anak manggil namaku kog kayak mang wawan aja, kesal.
"Udah sih, ni mau pulang"
"Hei main kerumah gue aja yuk, gue sendirian nih dirumah"
"Nanti deh ku pikirkan, udah ya Put"
Aku mematikan sambungan telpon Putri, malas melanjutkan pembicaraan lebih lama apalagi kerumah Putri. Paling nanti kalau kami hanya berdua dirumah, aku diajak nonton film porno.
"Langsung pulang non?"
"Mang, tolong anterin ke tempat kerja mas Rayhan bisa?"
"Maksudnya ke perusahaan pak Ray" aku mengangguk, selama ini aku belum pernah tau seperti apa perusahaan yang dimaksud.
Kalau suamiku punya perusahaan berarti dia kaya raya dong, tapi sejak kami menikah dia belum pernah memberiku uang kes. Baru beberapa hari yang lalu memberiku kartu kredit tapi belum pernah kugunakan sama sekali. Uang yang kupakai untuk keperluan pribadiku adalah dari hasil kerja ku selama satu bulan di kafe kampus sebelumnya.
'Mandala Farma'
Ini kali pertama aku menginjakkan kaki ke gedung ini, perusahaan obat-oabatan yang selama ini hanya kutau lewat media saja. Dengan canggung aku berdiri didepan perusahaan ini, semua seperti sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Salah seorang security mengahadang ku dengan bertanya ada keperluan apa sehingga datang kesini. Sebelum aku menjawab, mang Wawan sudah berdiri disamping security tersebut kemudian seperti membisikkan sesuatu. Terlihat jelas wajah securty tersebut langsung berubah dan mempersilahkan kami masuk. Hebat juga mang Wawan, hanya dengan modal bisikan maka kami dipersilahkan masuk tanpa diperiksa ini itu.
Aku dibawa mang Wawan jalan melalui pintu khusu yang berada disamping lobi bangunan ini, pintu khusus berupa lift serta terhubung langsung dengan lantai paling atas ruangan mas Rayhan.
''Non, ini pintu ruangan Pak Ray. Saya tinggal dulu ya non" aku mengangguk, kemudian mang Wawan pergi berlalu meninggalkanku.
Setelah mang Wawan pergi, aku hanya berdiri didepan pintu. Ragu menyelimuti pikiranku. Benarkah aku istri seorang pemilik perusahaan?. Pelan aku membuka pintu, sunyi. Ketika pintu dibuka ruangan pertama yang kubuka adalah ruang tamu, ternyata ruangan ini cukup besar dan luas. Aku berjalan lebih masuk kedalam ruangan melewati ruang tamu.
"Mas.." aku kaget bukan main, aku sedang menyaksikan bagaimana mas Rayhan sedang bermesraan dan saling pandang dengan wanita yang jauh hari sudah sering ku lihat bersamanya.
"Rea.." tampak sekali mas Rayhan juga sangat terkejut menyaksikan kehadiranku yang secara tiba-tiba dan wanita cantik yang berada disampingnya tersebut memandangku mulai dari ujung kaki sampi ujung kepala.
Mas Rayhan berjalan kearahku, kemudian memegang tanganku tapi tubuhku merespon cepat, tangan mas Rayhan cepat ku tepis dan aku hanya berdiri mematung menatap kearah lain.
"Apa aku mengganggu?" spontanitas pertanyaan itu ku lontarkan. Mas Rayhan menggeleng dengan wajah yang seperti bersalah. Kemudian dia beralih lagi berjalan kearah wanita sexy yang bersamanya tadi, sepertinya dia meminta wanita itu keluar dari ruangan ini. Wanita itu keluar dengan tatapan tajam kearahku.
"Rea, jangan salah sangka dulu"
"Aku tidak seekstrim itu, yang jelas Tuhan sudah menunjukkan kepadaku mana yang pantas dipertahankan dan mana yang pantas untuk ditinggalkan"
Tidak ada tangis, tidak ada luka dan kecewa yang ku tunjukkan. Juga tidak ada lara seperti yang ditunjukkan seorang istri karena suaminya direbut oleh pelakor.
"Rea, please. Dia hanya sekretaris mas. Tidak lebih"
Mas Rayhan berusaha memelukku.
''Tolong jangan sentuh aku dengan tangan yang kotor itu"
"Rea, kita bisa bicara baik-baik, tidak perlu sekeras ini"
"Sekarang aku hanya perlu tandatangan disini" aku mengambil kertas kosong yang terletak dimeja disampingku kemudian menyerahkannya kepada mas Rayhan.
"Untuk apa?"
"Tolong ditandatangani, isinya biar kutulis"
"Iya, tapi untuk apa sayang?"
"Untuk bukti perceraian kita''
"Rea, kamu juga masih keras kepala. Apa kamu lupa kamu pernah berciuman dengan Rangga tapi bagi mas Gak masalah bukan?"
"Oya, gak masalah?? bukannya mas hampir saja membunuhku waktu itu?padahal aku sudah meminta maaf dan mengatakan khilaf. Sedangkan mas selalu melakukannya berkali-kali, apa itu adil?"
"Jadi kamu mau melakukannya kembali dengan Rangga?" wajah mas Rayhan berubah memerah seperti menahan amarah.
"Mas, kita tidak bisa seperti ini terus. Hanya selalu ada pertengkaran diantara kita"
"Itu karena dihatimu cuma ada Rangga dan tidak ada tempat untukku"
"Bukan itu maksudnya mas"
"Terus apa maksudnya?apa kamu pernah mau memberikan hatimu kepa ku?tidak pernah kan?"
"Aku sudah mau membuka hatiku untukmu mas tapi setelah melihat adegan tadi aku kembali menutupnya untukmu"
"Benarkah?" mas Rayhan manatap wajahku dari dekat dengan lekat.
"Sudahlah, aku mau pulang"
"Gak, mas ingin kamu tetap disini"
"Mas lepas" mas Rayhan tidak mau melepasku. Tubuhku digendongnya seperti menggendong seorang bayi.
Klek
Pintu dibuka dan ada langkah kaki mendekat kearah kami, siapa lagi kalau bukan perempuan yang tadi bermesraan dengan mas Rayhan. Dia melihat kami dengan pandangan tidak suka, apalagi tubuhku masih dalam gendongan mas Rayhan.
Aku menggigit tangan mas Rayhan kemudian mas Rayhan melepaskanku dan aku berlari sekuat tenaga keluar dari ruangan ini. Aku sampai dilantai dasar, dibelakang aku melihat mas Rayhan mengejarku dan wanita itu juga ikut-ikutan. Aku bersembunyi disebalik tembok sebelum pintu keluar perusahaan ini. Mas Rayhan yang tidak mengetahui aku bersembunyi langsung mengejarku keluar ruangan.
"Aaa...." aku mendengar suara seorang perempuan menjerit dengan kuat, sepertinya bunyi suara jeritannya tidak jauh dari arah jalan depan parkir perusahaan.
Aku juga mendengar suara security serta beberapa orang laki-laki terdengar berlari kearah sumber suara. Seorang diantaranya berteriak "Itu orangnya, langsung off kan". Darahku berdesir mendengar semua adegan itu, perasaanku menjadi takut dan aku masih tetap bersembunyi dibalik tembok yang kokoh ini.
"Reaaaa...reaa..." aku mendengar suara mas Rayhan dengan keras memanggilku. Sepertinya dia berlari kesegala penjuru ruangan ini, aku yang takut menjadi gemetar.
"Rea.." mas Rayhan melihatku duduk bersandar ditembok ini dan langsung berlari kearahku.
"Sayang kamu gak apa-apa?" mas Rayhan memeriksa seluruh bagian tubuhku, setelah memastikan semuanya baik-baik saja mas Rayhan memeluk tibuhku dengan erat dan terus menciumku berulang kali.
Aku manatap mas Rayhan, matanya seperti merah basah. Ada kesedihan dan ketakutan dimatanya, bahkan juga ada dendam yang terbaca dalam dirinya.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Nur Lizza
kapan ya misteri cpt terbongkar.soalny males bacanya klu ribut melulu
2021-05-27
1
Neyla Zalfa
what's happen??? misteri gk pernah terungkap hhh,bikin penasaran toor...
2021-02-12
1
Any Andono
ada apa yaa....
2021-02-12
0