Ibuuu
Aku merindukan ibu, pelanku memanggilnya dalam hatiku. Bahkan berkali-kali ku memanggilnya tanpa henti. Aku tau suhu tubuhku semakin panas, mulutku terasa kering dan mataku terasa perih. Aku tidak menghiraukan mas Rayhan yang dari tadi membujukku untuk meminum obat, aku bisa mengatasi rasa sakitku sendiri. Apa dia lupa kalau aku seorang calon dokter? bukan obat yang kubutuhkan saat ini, aku hanya butuh pelukan ibu. Kalau aku tidak mendapatkannya lebih baik aku keluar saja dari rumah ini. Aku memperhatikan mas Rayhan yang masih duduk menatapku dipinggir ranjang, dia yang ku sebut 'suami' sangat bersikap baik padaku hari ini. Padahal baru malam sebelumnya dia memperlakukanku dengan sangat buruk.
Aku mencoba memejamkan mata, berharap malam berganti pagi dengan cepat. Dan juga sangat berharap kalau aku benar-benar bisa keluar dari rumah ini.
Sebelum pagi menjelang aku terbangun, kepalaku masih terasa berat. Suhu tubuhku sudah mulai stabil, aku memperhatikan disekelilingku tapi tidak ku temukan mas Rayhan disana. Aku mulai untuk bangkit, aku harus turun kelantai dua untuk mengganti pakaianku. Pelan aku berjalan menuju kamarku sebelumnya, rumah ini terasa begitu sunyi. Jam didinding menunjukkan jam 3 dini hari. Setelah sampai dikamar aku membuka lemariku, mengambil pakaian yang akan ku pakai. Setelah mengganti pakain, aku mengambil barang-barangku yang penting kemudian mengendap-ngendap untuk keluar lagi. Aku sampai ke garase mobil setelah jalan pintas menuju dapur, aku melihat mobil mas Rayhan terparkir gagah disana.
"Aku sudah bilang agar berhati-hati" dari luar aku mendengar suara mas Rayhan, nyaliku agak ciut mendengar bunyi suaranya yang bariton. Sepertinya dia lagi memerahi seseorang, sialan aku takut ketauan.
Bammm...
Bunyi suara pintu mobil yang dibanting hampir membuatku terpekik. Aku bersembunyi dibalik dinding sambil menutup mulut. Kemungkinan mas Rayhan akan pergi dengan kemarahannya.
"Pakk, gawat. Mereka sudah mulai mengetahui tentang rencana kita" seorang laki-laki sepertinya berlari dan melaporkan sesuatu kepada mas Rayhan. Pintu yang semula dibanting oleh mas Rayhan dibukanya kembali. Aku mengintip kesebelah dinding, kulihat mas Rayhan keluar kembali dari mobil serta berlari kearah samping rumah dengan meninggalkan mobil yang masih hidup. Melihat hal tersebut spontanitas aku berlari kearah mobil serta masuk kedalamnya serta bersembunyi kearah kursi paling belakang mobil. Tidak akan ada yang mengetahiu kalau aku akan berada disini.
Beberapa menit kemudian mas Rayhan kembali datang kearah mobil, kudengar langkahnya setengah berlari masuk kedalam mobil dan dengan kencang menjalankan mobilnya. Sedikit ketakutan aku masih tetap bersembunyi dikursi paling belakang.
Ciiittt...mobil berhenti secara mendadak, mas Rayhan berlari kearah sisi jalan secara membabi buta. Entah siapa yang dia tuju, aku tidak menyai-nyiakan kesempatan tersebut untuk segera keluar dari mobil. Aku berjalan dengan setengah berlari, takut ketahuan. Aku mencari tempat untuk bersembunyi, melihat dari jauh apa yang terjadi. Dari jauh samar kulihat perempuan yang tempo hari datang kerumah menemui mas Rayhan. Mereka berdua jalan tergesa serta masuk kedalam mobil. Melihat mereka yang begitu akarab, aku menjadi semakin mauak.
Keadaan diluar masih begitu gelap, aku temagu disisi jalan memperhatikan suamiku membawa tergesa perempuan lain tepat didepan mataku. Ini sudah hampir subuh, hawa sejuk seakan menyelinap masuk kedalam tubuhku. Aku menghubungi Putri beberapa kali tapi nomornya tidak aktif, aku kecewa serta sedikit takut melihat keadaan disekelilingku yang gelap. Aku ingat Rangga, dengan ragu aku menelpon nomornya. Awalnya tidak diangkat tapi tidak lama kemudian Rangga menganggkatnya. Tanpa banyak bertanya rangga mencari titik keberadaanku, perlu waktu hampir 30 menit dia menemuiku.
Aku melihat Rangga keluar dari pintu mobilnya, aku yang takut dan kedinginan langsung berlari kearahnya. Aku sesegukan didadanya. Rangga mengusap punggunggu, ini pertama kali aku memeluknya selama persahabatan kami.
"Ayo kita pergi dari sini" aku menurut saja ketika Rangga membimbingku untuk masuk kedalam mobilnya.
Aku tidak tau Rangga akan membawaku kemana, setelah hampir setengah jam mengendarai mobilnya Rangga berhenti didepan sebuah swalayan 24 jam. Rangga keluar dari mobil serta membawakan aku kopi hangat. Aku menghirup kopi yang dibawa Rangga, aroma dan rasa kopinya menentramkan bisa sedikit membuat tentram perasaanku.
"Terimakasih ngga" kataku setelah kopinya kuhirup, Rangga tidak menyahut tapi menatap dalam mataku.
"Rea, bisakah kita bicara dengan jujur?" ada keseriusan dimata Rangga, aku tau arah dan makna kalimatnya. Pasti Rangga ingin mennayakan perihal telponnya yang sebelumnya diangkat mas Rayhan.
"Apakah tentang telpon itu?" aku sedikit ragu untuk bertanya.
"Bukan itu saja, kenapa kamu juga bisa ada disini pagi buta seperti ini?"
Semula aku hanya diam memandang Rangga, aku tau kalau aku menceritakan semua padanya pasti Rangga akan merasa terluka. Aku juga merasa terluka dengan semua ini.
"Rea ku mohon" Rangga seperti memohon padaku. Aku yang seakan didesak akhirnya menceritakan semuanya kepada Rangga. Tentang perkenalan, tentang perjodohan, serta pernikahanku kepada Rangga. Aku menceritakan semuanya tanpa ada yang tersisa.
"Lalu, apakah kalian sudah melakukannya?" aku tau maksud Rangga tentang kalimat "melakukan'. Aku mengangguk lemah.
"Shit..." Rangga meninju kemudi sambil tangan yang satunya menjambak rambutnya.
"Rangga please, jangan bersikap seperti ini"
"Rea, apa kamu gak tau perasaanku?aku terluka Rea. Aku merasa hancur" Rangga bicara seperti terisak.
"Maafkan aku Rangga, aku gak punya pilihan lain, maaf".
Aku menggenggam tangan Rangga, dia melihat kearahku. Kami saling bertatapan. Rangga mendekatkan wajahnya kearahku, aku yang terbius oleh tatapannya hanya diam ketika Rangga mencium pipiku.
Aku kembali membetulkan posisi dudukku, tapi Rangga kembali mendekatkan wajah kearahku. Rangga kembali mencium pipiku, kemudian beralih kebibirku. Rangga dengan lihai ******* bibirku bahkan tanpa kusadari tangannya sudah berada menyusup kedalam dadaku. Aku menikmatinya.
"Rangga sudah"
"Rea, aku ingin lebih dari ini. Aku sudah bertahun menahan diri untuk mendapatkanmu" Rangga kembali menciumku, bahkan bibirnya sudah berada tepat diatas dadaku"
"Rangga, ku mohon jangan lakukan" kalimatku seperti cambuk bagi Rangga, laranganku seperti perintah untuknya.
'Plakk'
Aku menampar Rangga dengan sekuat tenaga yang kupunya, Rangga sangat terkejut dengan perlakuanku.
"Kamu tau, aku sudah terluka dan aku mohon jangan menambah lukaku lagi. Ingat Rangga, aku wanita yang sudah bersuami"
"Maaf Rea, aku tidak bisa menahan diri. Tapi yang perlu kamu tau aku masih sangat mencintaimu. Kamu terluka, aku lebih terluka lagi"
"Tolong antarkan aku kerumah Putri, aku ingin istirahat disana"
"Kenapa begitu cepat? aku masih merindukanmu"
"Rangga, please"
"Rea, kalau kamu mau kamu bisa tinggalkan laki-laki itu dan menikahlah denganku"
"Please Rangga, aku tidak ingin membahas ini"
Aku hanya diam sepanjang perjalanan kerumah Putri, pikiranku kacau.
Aku diantar oleh Rangga didepan rumah Putri, adzan subuh sudah berkumandang dimasjid-masjid diseluruh penjuru kota. Rangga mencoba menggenggam tanganku ketika ku hendak masuk kedalam pagar rumah Putri. "Rea, maafkan atas yang tadi". Aku tidak menghiraukan kalimatnya dan tidak menoleh padanya. Aku hanya berjalan kedepan tanpa hirauan.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Nur Lizza
lanjut
2021-05-27
1