Pagi ini Ibu mendekapku dengan erat dan ayah juga ikut andil mengelus punggungku, aku sesegukan. Ini kali pertama aku jauh dari kedua orang tuaku. Aku resmi tinggal dirumah ini, rumah yang terlalu besar dan mewah menurutku. Rumah idaman wanita matre yang berbanding terbalik dengan ku. Aku melambaikan tangan ketika kedua orangtuaku mulai beranjak pergi, kulihat beberapa pengawal mengiri kedua orangtuaku dengan posisi cukup jauh.
Sebenarnya jarak tinggalku dengan kedua orangtuaku tidak terlalu jauh, namun hatiku terasa bolong menerima kenyataan ini.
"Ayo masuk" mas Rayhan menggenggam tanganku. Aku menatapnya dengan diam lalu ikut masuk kedalam rumah.
Setelah masuk kedalam rumah mas Rayhan kulihat memasuki sebuah ruangan, mungkin itu ruangan kerjanya. Sementara aku mencoba mengelilingi setiap sudut rungan rumah yang besar serta megah ini. Diruang kelurga aku melihat sebuah foto dengan ukuran besar, difoto tersebut berdiri seorang wanita cantik berkerudung yang dililitkan dilehernya sepertinya rambutnya berambut cokelat berwajah bule dan disampingnya berdiri seorang laki-laki tampan yang parasnya indonesia asli. Hal yang paling menarik untuk dilihat adalah foto seorang anak laki-laki berusia sekitar 8 tahun, anak lelaki yang tampan dengan pipi tembem serta pipinya yang merah. Sepertinya wajahnya lebih ciplakan wajah ibunya.
"Itu foto nak Rayhan waktu kecil nduk" aku kaget dan langsung menoleh kebelakang, ternyata dari tadi bi Ijum sudah berada dibelakangku dan mungkin terus memperhatikanku.
"Apa bibik dari tadi sudah disini?"
"Iya, tadi bibik lagi bersih-bersih"
"Apa bibik sudah lama bekerja disini, hmm kira-kira umur berapa mas Rayhan kehilangan keluarganya bik"
"Nak Rayhan anak tunggal, sewaktu kedua orangtuanya meninggal nak Rayhan masih kelas dua SMP"
"Oo kasihan ya bik"
Bik Ijum bilang sudah sangat lama bekerja disini, bahkan sebelum mas Rayhan lahir. Bik Ijum bilang kalau aku wanita yang beruntung bisa mendapatkan mas Rayhan, perutku terasa diaduk-aduk mendengarnya tapi tetap kupaksakan untuk tersenyum biar bik Ijum tidak tersinggung.
Setelah cukup lama mengobrol denganku bi Ijum pamit kebelakang untuk melanjutkan pekerjaannya.
Setelah makan siang aku kembali turun kelantai bawah, diluar ruangan ku melihat ada wanita diruangan kerja mas Rayhan kelihatan sekali mereka sangat akrab, aku yang pensaran mencoba menguping pembicaraan mereka. Sepintas ku bisa melihat bagaimana wanita itu mengelus pipi suamiku, yang dielus cuma diam saja. Dasar suami ganjen, jadi apagunanya aku menjadi istri. Setelah itu aku cepat-cepat pergi dari tempat itu.
Malam ini ketika hendak tidur mas Rayhan mengahampiriku, jantungku terasa meledak melihat mas Rayhan mulai membuka baju serta hanya mengenakan celana pendeknya.
"Jangan sentuh aku" tapi mas Rayhan sudah memelukku dengan erat, aku bisa merasakan ada tonjolan dibalik boxernya. Badanku terasa mulai panas dingin.
"Tunaikan kewajibanmu malam ini'
"Jangan sentuh akuuu, aku tak sudi tubuhku disentuh oleh bekas orang lain" aku berucap lantang dengan hati yang sungguh-sungguh.
Aku bisa melihat wajah mas Rayhan yang penuh dengan kekecewaan bercampur kaget atas penolakanku.
"Adek melihat Dina waktu diruang kerja tadi?" Aku tidaki perlu pengakuannya, yang ku perlukan sekarang adalah dia jangan sampai menyentuhku.
Tangan mas Rayhan kembali mendekapku, sepertinya dia tidak peduli akan kemarahanku. Aku yang semakin muak melihatnya langsung memukul wajahnya dengan bantal berulang kali.
Dasar Buaya Darat.
Sepertinya mas Rayhan masih ingin memelukku, aku yang tidak sudi berlari kearah jendela, jendela yang terbuka lebar membuat kakiku bebas untuk melompat serta melewatinya. Aku tidak bisa ngerem kakiku yang berlari seperti kesetanan dan sialnya aku jatuh dari balkon, setelah itu aku tidak ingat apa-apa lagi.
Aku terbangun ketika adzan subuh berkumandang dengan lantang didekat masjid yang tidak jauh dari rumah ini, aku merasa sangat kedinginan dan aku merasakan tidak sehelai benangpun ditubuhku selain selimut yang menutupi.
"Tidakkkk...hiks...hiks" aku meraung dengan hebat.
"Dek, kenapa sayang? hei bawa istighfar. Tenang, mas belum memanennya kog. Tadi kamu jatuh dari balkon yang kebetulan ada kolam renang dibawahnya dan kamu pingsan. Mas janji tidak akan gegabah lagi sampai kamu menyerahkannya sendiri"
"Janji?"
"Janji"
"Bolehkah punya permintaan"
"Apa?"
"Adek mau punya kamar sendiri" aku memandang lekat wajah mas Rayhan, jelas dia seperti sangat kaget mendengar permintaanku tapi tidak lama kemudian dia mengangguk lemah. Aku tersenyum dengan indah.
Setelah kejadian itu sepertinya mas Rayhan merasa bersalah dan aku diberi kebebasan untuk punya kamar sendiri.
Sudah lebih dua bulan aku menikah dengan mas Rayhan, aku bersyukur semuanya baik-baik saja. Bahkan aku bebas telponan dan ketemuan dengan Rangga, tentu kami ketemuan bukan dirumah dan mas Rayhan terlalu sibuk dengan pekerjaannya serta perempuan yang pernah datang kerumah ini masih saja terus datang kesini. Aku sering mengintipnya melalui jendela dan aku tidak pernah bertemu muka dengannya secara langsung.
Aku selalu melihat mas Rayhan keluar rumah pakai jas hitam tapi kadang berganti dengan jas putih, pernah ku ingin bertanya apa pekerjaannya tapi melihat wajahnya yang lelah aku menyimpan rapi semua kalimat itu. Suatu malam mas Rayhan datang ke kamarku, aku yang lagi telponan dengan Rangga langsung terdiam serta mematikan ponselku. Aku tau mas Rayhan meminta haknya dariku, aku belum sudi apalagi mengingat caranya bergaul dengan wanita ganjen itu.
"Put, aku pinjam uang ya" aku benar-benar ga punya uang sama sekali apalagi aku sedang Koass sekarang disalah satu rumah sakit swasta di Jakarta. Semenjak menikah dengan mas Rayhan aku belum pernah terima uang darinya, aku pun tidak pernah meminta uang kepadanya. Pernah suatu hari di awal pernikahan kami dia menyuruhku untuk membuka sebuah buku yang diberinya tapi aku gak niat untuk membukanya.
"What? pinjam duit gue ga salah dengar?"
"Aku serius nih Put" Putri semakin melongo menatapku, pasti dia tidak percaya dengan keadaanku. Dan menganggap ini sebuah lelucon.
Aku menjelaskan semuanya kepada Putri, mulut Putri melongo mendengar kalimatku satu persatu.
Putri sering memberiku sejumlah uang tapi aku tidak boleh bergantung terus padanya. Akhirnya aku bekerja mengambil shif sore sampai malam menjadi pramusaji disebuah kafe yang tidak jauh dari rumah sakit swasta tempat aku koass, alhasil aku sering terlambat pulang.
"Kenapa pulang terlambat?" itu kalimat mas Rayhan padaku asal pulang kerumah dan dia juga sudah berada dirumah. Aku tidak menjawab mas Rayhan, aku lelah seharian bekerja. Aku langsung masuk kamar dan menguncinya dan bisa dipastikan wajah mas Rayhan merah padam menatapku. Salah siapa? jelas-jelas tidak kasih aku nafkah.
Suatu hari disela-sela jam istirahat siang dimasa koassku, Rangga datang menemuiku untuk makan siang. Aku bergegas pergi dengannya menuju rumah makan padang yang tidak jauh dari rumah sakit tempatku koass. Saat lagi enaknya makan tanpa sengaja mataku tertuju pada seseorang yang tidak jauh duduk didekat kami. Setengah melotot dia melihat kerah kami, Rangga yang mengetahui hal tersebut langsung merasa aneh bahkan terpancing emosi. Aku menarik tangan Rangga dan cepat keluar dari sana.
"Kalian punya hubungan apa?" mas Rayhan sudah menungguku dirumah. Matanya merah menyala menatapku.
"Jawab Rea"
"Kami hanya temanan biasa"
"Oya, tidak lebih??? aku hanya menggeleng lemah, nyaliku tiba-tiba ciut melihat tatapannya.
"Oke, mas pegang janji kamu. Tapi mulai malam besok kamu tidak boleh lagi tidur dikamar tamu, kita harus satu ranjang"
"Enggak, aku gak mau" aku berlari masuk ke kamarku, mana sudi seranjang dengan laki-laki yang punya wanita lain. Aku mengunci pintu kamar, persetan dia mengetok pintu dengan keras. Yang jelas aku mau istirahat.
Sebelum subuh aku sudah bangun, menyiapkan semua keperluan koassku serta baju ganti untuk kerja nanti. Ranselku sudah penuh terisi, aku mengendap-ngendap keluar dari rumah. Di pos penjaga sudah berdiri security, aku menjelaskan padanya kalau aku ada praktek stelah subuh ini. Aku menyakinkan security itu dengan susah payah dan akhirnya aku bisa juga keluar dari rumah ini dan memesan taxi online yang sudah menungguku didepan. Ponselku tidak berhenti menyala, aku tau itu mas Rayhan dan aku sengaja tidak mengangkatnya sebab aku tau dia pasti akan memarahiku.
Setelah pulang koass aku langsung menuju kafe tempat ku biasa bekerja, hari ini tepat sebulan aku bekerja disini. Rangga sudah tau aku bekerja disini, aku sudah melihatnya berdiri didepan kafe dengan motor gedenya. Rangga kelihatan lebih macho dari biasanya dan aku senang melihat gayanya yang cool.
"Aku antarin pulang ya" aku tersenyum mendengar kalimat Rangga.
Kami menerobos jalanan ibu kota, cuaca diluar terasa begitu diongin sepertinya hujan akan turun. Rangga mengajakku untuk makan diluar tapi aku menolak dengan halus sebab ini sudah malam.
"Anterin kejalan Jendaral ya" Rangga seperti heran dengan kalimatku.
"Udah anter aja" kataku sambil tersenyum" tidak lama kemudian hujan mulai turun. Aku meminta Rangga untuk terus melaju motornya. Akhirnya aku sampai didepan rumah meski kehujanan. Aku berlari kearah gerbang rumah dan tidak lupa melambaikan tangan ke arah Rangga yang masih seperti terpaku menatapku.
Dan aku mulai masuk kedalam rumah setelah melewati pos penjagaan.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Anis
suami istri sama sama egois.. pada gk sadar diri sama status
2021-07-24
1
Nur Lizza
kok rayhan tdk ksh uang ya ktnya sultan.masa biarkn istriny kerja di cafe dn meminjam uang sm sahabatnya🤔🤔🤔🤔
2021-05-27
1
🌸EɾNα🌸
ceritanya keren ditunggu up nya Thor 👍
jangan lupa feedback ke ceritaku ya
"Kekasih Simpanan Tuan Muda"
makasih 🥰
2021-01-25
0